FH #7

1429 Kata
☆☆☆☆☆ "Sudah puas jalan-jalannya?" tanya Pak Alex dengan nada dingin. Ngeliat muka lempengnya mendadak log gue langsung naik. "Bapak ngapain ke sini? Pulang sana!" usir gue. Mendapat kalimat dari gue gak membuat seorang Alexi langsung melarikan diri. Pak Alex masih aja masang muka datar. "Duduk di sini. Aku mau bicara sama kamu!" Gue ogah-ogahan nurutin perintahnya. Gue sengaja duduk agak menjauh darinya. "Mau ngomong apa?" "Minggu besok acara lamaran. Apa kamu siap?" "Hm!" sahut gue sekenanya. Sebenarnya dalam hati gue pengen teriak. Ini bukan mimpi, sebentar lagi akan jadi istri seorang Alexi. Manusia lemari pendingin Arab. "Besok pagi aku akan mengantar kamu jam 8 pagi ---" "Gak mau ah," potong gue cepat. "Bapak kalo mau jalan gak usah ngajak saya lagi!" "Kenapa?" tanya Pak Alex dengan kening mengernyit. Makhluk di depan gue ini polos apa gimana sih. "Aku trauma jalan sama Bapak. Palingan ntar juga gak di ajak makan. Gak tau orang lagi laper apa. Peka dikit kek!" dumel gue lirih. "Jadi hanya karena itu?" Mata dan mulut gue spontan terbuka lebar. "Apa, Pak? Tuan tadi bilang hanya karena itu? Tuan tau gak sih? Aku ini manusia, makan nasi bukan kuntilanak yang doyannya sama kembang. Emangnya kalo magh aku kambuh, Bapak mau bertanggung jawab?" "Jadi kamu punya magh?" Gue mendengus sebal sambil menatap ke arahnya. "BUKAN SAKIT MAGH TAPI SAKIT HATI!" teriak gue frustasi. Pak Alex hanya merem-merem dikit mendengar suara gue yang melengking. "Kenapa tidak bilang sama aku?" Oh astaga. Gue menarik nafas dan membuangnya perlahan. Gue ulangi sekali lagi tapi hasilnya nafas gue malah naik turun. Emosi gue malah semakin naik. "Pak Alex yang terhormat. Mendingan sekarang Bapak pulang aja ya. Saat ini saya tidak mau ngeliat muka Bapak. Walaupun muka Bapak cakep dan bikin saya suka sama Bapak, tapi saat ini saya sedang kesal sama Bapak. Oke? Bapak mengerti kata-kata saya?" "Apa seperti itu caramu memperlakukan calon suami kamu?" Gue memejamkan mata sebentar dan membukanya perlahan. Muka Pak Alex yang datar tanpa ekspresi ada di depan gue. "Ya Allah Pak. Saya bener-bener gak tau mesti ngomong apa lagi. Ya sudahlah, terserah Bapak mau pulang apa gak. Saya capek Pak. Dedek lelah mau tidur!" Pak Alex gak bersuara lagi. Gue beranjak dari sofa dan langsung masuk ke dalam kamar. Bisa gila gue kalo nerusin debat sama Pak Alex. ☆☆☆☆☆ Malam ini gue gak bisa tidur. Perut gue rasanya sakit banget dan melilit. Gue inget, tadi gue belum makan. Habis beli es krim gue langsung masuk kamar dan tidur. Saking betenya sama Pak Alex gue sampe males keluar kamar. Suasana rumah udah sepi, mungkin Papa dan Mama sudah tidur. Gue melangkah pelan menuju dapur. Semoga aja ada sisa makanan yang bisa gue makan. Tapi pas tiba di ruang tengah, langkah gue berhenti. "Kok TVnya masih nyala?" gumam gue. Gue berinisiatif buat matiin TV tapi gue di buat terkejut karena seseorang yang kini tengah tertidur di sofa. Pak Alex. Nih orang kok gak pulang dan ngapain pake tidur di sini? "Pak, bangun!" seru gue pelan. Tapi Pak Alex sama sekali gak bergerak. Pules banget tidurnya. Perlahan gue mendekat dan duduk di samping sofa. Gue menepuk pelan lengannya. "Pak Alex, bangun!" gue sedikit mengeraskan suara gue. Pak Alex menggeliat dan perlahan matanya terbuka. Ia lalu bangun dan duduk dengan mata setengah terpejam. Nih orang gemesin banget kalo bangun tidur gini. "Jam berapa sekarang?" tanyanya langsung. "Jam 10, Pak!" sahut gue sambil bangun dan berdiri di sebelahnya. "Bapak ngapain tidur di sini? Kenapa gak pulang?" cerca gue. Pak Alex bukannya menjawab malah menatap gue dengan tatapan matanya yang tajam. "Kamu sudah makan apa belum?" tanyanya balik. "Ini juga mau makan. Bapak kenapa gak pulang?" tanya gue lagi. "Saya akan pulang setelah kamu makan malam!" Gue gak menyahut lagi dan langsung melangkah menuju dapur. Dan sialnya gak ada sedikitpun makanan yang tersisa. Di kulkas ada ayam mentah tapi butuh waktu kurang lebih 1 jam buat masak ayam. Apes deh gue. Akhirnya gue kembali ke kamar, gue mau cari makan diluar. Dengan pake jaket dan celana jeans pendek, gue keluar dari kamar. "Mau kemana kamu?" "Makan, Pak. Laper!" Gue melangkah cepat keluar rumah. "Tunggu. Saya ikut!" Pak Alex mendahului langkah gue dan langsung masuk ke dalam mobil. Ya udah akhirnya gue juga ikut masuk ke dalam mobil. Coba kalo gue punya motor, gak bakalan ribet kayak gini gue. ☆☆☆☆☆ "Mau makan apa?" tanya Pak Alex setelah setengah jam kami terdiam. "Mie goreng jawa!" jawab gue cepat. Udah lama gak makan mie, gue pengen banget. Produksi air liur gue otomatis semakin banyak saat membayangkan mie goreng jawa yang masih panas. "Makan nasi aja!" putus Pak Alex tiba-tiba. Gue melotot ke arahnya. "Mie aja, Pak. Saya pengen makan mie goreng jawa---" "Nasi. Kamu belum makan nasi!" potong Pak Alex. Gue mendengus. "Dasar pemaksa!" gumam gue. Akhirnya mau gak mau gue nurutin kemauan Pak Alex. Banyak sekali makanan yang di pesan sama Pak Alex. Ada ikan bakar, ikan goreng, ayam bakar madu, tumis kangkung dan juga tahu dan tempe goreng. "Bapak mau ngabisin ini semua?" "Bukan saya tapi kamu yang akan memakannya!" Saliva gue meluncur dengan cepat. Bukan karena gue udah ngiler sama makanan di depan gue tapi karena perintah Pak Alex. Gila aja, masa gue disuruh makan sebanyak ini? "Bapak mau membunuh saya?" protes gue. "Saya hanya ingin menunjukkan kalau saya sebenarnya peka dan---tidak pelit. Makanlah!" Kayaknya Mama cerita semuanya ini sama Pak Alex. Gue sama Pak Alex makan bareng tapi gue liat Pak Alex makannya dikit banget. "Bungkus aja, Pak. Perut saya udah gak muat ini!" keluh gue saat semua ikan yang tersaji di meja makan udah gue cicipi satu persatu. Pak Alex lalu memanggil waitress. "Bungkuskan makanan sama seperti ini dan buang saja sisa yang ada di meja ini!" "Baik, Pak!" Mata gue melotot lebar. "Loh, Pak. Kok ini di buang? Sayang donk, Pak?" "Kamu perlu makanan yang fresh, itu akan membuat tubuhmu sehat!" "Maksud Bapak saya gak sehat?" ☆☆☆☆☆ Mobil Pak Alex menepi di depan pagar rumah gue. Gue turun karena Pak Alex langsung pulang. Mobil Pak Alex kembali melaju dengan cepat. Gue menghela nafas pelan dan memilih masuk ke dalam rumah saat mobil Pak Alex sudah menghilang dari pandangan mata gue. "Ya Allah, sebenarnya Pak Alex itu so sweet. Masa dia gak pulang gara-gara gue belum makan dan sampe ketiduran di sofa?" Gue cengar-cengir sendiri sambil mendekap kotak besar berisikan makanan dari Pak Alex. Kayaknya malam ini gue bakalan mimpi indah nih. Setelah meletakkan kotak itu di meja dapur, gue langsung ke kamar. Udah hampir tengah malam. Gue bersihin diri dulu sebelum tidur, cuci muka dan gosok gigi. Sebelum tidur gue sempat ngecek hp gue dan ada satu pesan dari Pak Alex yang bikin gue teriak-teriak gak jelas tengah malem. Saya sudah sampai. Cepat tidur! Kata-katanya emang gak romantis tapi isi pesannya, pake ngabarin gue kalo udah sampe di rumah. Berasa kayak orang pacaran aja. ☆☆☆☆☆ Pagi ini Pak Alex ngajak gue buat beli cincin tunangan dan cincin pernikahan. Gue di suruh milih sendiri mau beli yang model kayak gimana. Tapi gue sendiri bingung. Masalahnya harga cincin di sini bikin gue berkeringat dingin. Minimal harganya 50jutaan. "Bapak aja deh yang milih!" kata gue pelan. Gue gak enak aja takutnya gue salah pilih. Gue juga gak enak takutnya cincin pilihan gue terlalu mahal buat Pak Alex. "Carikan cincin terbaru untuknya!" pesan Pak Alex dan hanya diangguki oleh salah satu pegawai disana. Cincin tunangannya gak terlalu bermotif, simpel tapi harganya gak humble. Pak Alex memilih cincin tunangan dengan harga 78juta. Gue cuman bisa diem sambil mikir, itu yang buat bayar duit apa daun? ☆☆☆☆☆ "Cincinnya mahal amat, Pak?" tanya gue saat kami sudah ada di dalam mobil. Pak Alex nganterin gue pulang karena dia harus kerja. "Setelah ini langsung makan, jangan sampai magh kamu kambuh." "Pak, kenapa beli cincin aja semahal itu?" "Bisa tidak kamu diam dan menuruti apa kata saya?" Kan sikap dinginnya kambuh. Ya udah gue milih diem aja deh daripada kena semburan mautnya. Sepuluh menit gue diem tapi bagi gue serasa sepuluh jam. "Pak," panggil gue pelan. Pak Alex gak menyahut tapi cuman melirik bentar ke arah gue. "Kenapa Bapak mau dijodohin sama saya?" Gue diam menunggu jawaban Pak Alex. Tapi udah lewat 5 menit Pak Alex masih aja diam. "Bapak setuju ya nerima perjodohan ini?" tanya gue lagi. "Pak, jawab donk. Jangan diem aja!" mulai gemes saat Pak Alex gak juga Mulai suaranya. "Ikan lele ikan hias. Nasib gue di kacangin sama manusia kulkas!" ☆☆☆☆☆ Sbya 15 Maret 2018 ☆ AyaStoria
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN