Pagi harinya, Sisillia Pradita menekuk masam wajahnya diatas meja. Dia menghela nafas panjangnya, sesekali melirik pintu berwarna coklat yang terkunci dari luar kamar. Nampak wajahnya sangat frustasi sekali.
"Mana bisa dikurung gini, emang gue burung apa dikurung segala. Papah emang kejam, sekejam ibu tiri." dengusnya.
Kemudian dia menghentakan kakinya menuju ranjang. Matanya menatap langit kamar. Dadanya naik turun beraturan, tapi tidak untuk perasaannya yang kacau.
Bagaiman bisa dia begitu bodoh menyetujui permintaan Britney untuk tantangan bodoh itu. Jika seharusnya dia tidak menjadi pahlawan kesiangan untuk Aurel, maka takdirnya tidak akan seperti ini.
Dia dikurung, bahkan seperti Siti Nurbaya, dan dipaksa menikah. Untung calon suaminya bukan kakek - kakek yang ada difilm - film. Tapi, dia masih terlalu muda untuk menikah. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana kedepannya.
Matanya terpejam sekilas, kemudian bayang - bayang kehidupannya kelak menjadi istri dari Louis Kaggen tergambar dikepalanya.
"Oh no..." dengusnya.
"Gue nggak mau nikah sama dosen nyebelin itu. Gue nggak bisa bayangin jadi istrinya. Jadi asisten dosen aja gue disiksa, belom entar jadi istrinya..."
Silla menggelengkan kepalanya menampik takdirnya kelak. Kemudian wanita itu berguling ke samping mengambil ponselnya.
Dia mencari nama Dimas dikontaknya. Kemudian menekan untuk menghubungi nomornya. Dering panggilan terhubung, wanita itu masih menunggu orang disebrang sana menganggkatnya.
Setelah mendengar suara jawaban dari ponselnya. Silla langsung semangat empat lima merubah posisinya menjadi duduk.
"Halo Dimas, bantuin gue dong.." katanya.
"Bantuin apaan?" jawab Dimas.
Silla mendengus merasa sedih mengingat keadaannya saat ini.
"Gue dikurung dikamar sama bokap."
"Ngapain? Lo habis maling kotak amal?"
"Bukan maling kotak amal, sumpah nggak ada akhlak banget sih temen gue ini ck ck."
"Oh, jangan bilang lo ngintip orang mandi ya? Wah parah kalau gitu ceritanya.."
"Sialan lo, nggak ada kayak gitu. Bokap nggak ngizinin gue keluar sampai pertunangan gue sama Louis," katanya sebal.
"Ahh, i see, udahlah nikmatin aja anteng dirumah. Lagian, itung - itung semedi biar lo lebih siap anuan."
"Anuan apa, dasar nggak ada akhlak banget lo!!!"
"Anuan maksud gue, biar lo fresh pas tunangan. Siap lahir batin, otak lo m***m sih."
"Pokoknya, gue nggak mau tau. Lo harus bantuin gue keluar, gue sumpek dikamar mulu Dimas.."
"Ogah, mager. Ini itu jatah kencan gue sama Rossie, elu ganggu gue aja."
"Oh, jadi lebih mentingin pacar lu yang nggak jelas dari pada gue iya.. gitu?" tanyanya kesal.
"Iyalah, secara bodynya Rossie uhhh semok aduhai, bikin gue betah."
"Oke, kalau gitu gue nggak bakal ngasih contonan seumur hidup lo!!" ancam Silla.
"Eh, kok nggak asik banget ngomong lu!! Iya, iya.. gue kesana."
"Good boy, cepetan kemari. Gue nggak mau tau!!!" teriak Silla menggelegar.
"Iya bawel."
Bip
Setelah panggilan terputus. Silla kembali merebahkan tubuhnya dan menggelung dengan selimut.
Hari kebebasannya akan tiba, dia akan bebas dari sangkar. Wanita itu sudah bergembira terlebih dahulu menunggu dewa penolongnya.
***
Dimas setelah mendapat telpon dari Silla, langsung meluncur menggunakan mobilnya menuju rumah wanita itu.
Jalanan tidak macet, sehingga memangkas waktu untuk sampai ke mansion wanita itu. Setelah sampai, dia memarkirkan mobilnya dihalaman besar mansion dan masuk ke dalam.
Kemudian, pria itu menekan bell dan menunggu seseorang membukanya. Dua kali Dimas menekan pintu, akhirnya pintu terbuka.
Seorang wanita membuka pintu untuknya, ternyata yang membuka pintu adalah Aegis, Mamah dari Silla.
Dimas hanya tersenyum sambil menggaruk tengkuknya. Sementara Aegis, tersenyum melihat Dimas lah yang bertamu.
"Tante Aegis, Sillanya ada?" tanya Dimas ramah.
Aegis tersenyum simpul mendengar ucapan pemuda dua puluh tahun itu. Kemudian menepuk bahunya lembut.
"Tante tau kalau Silla yang nyuruh kamu kesini," kata Aegis dengan nada bercanda.
Dimas masuk dan duduk diruang tamu. Dia mengambil ponselnya dan mengetik pesan singkat kepada Silla, bahwa dia sudah sampai di mansionnya.
Saat Dimas sedang sibuk dengan ponselnya, Aegis tak lama datang bersama dengan Elden. Mereka menghampiri Dimas. Pria itu kemudian berdiri dan menyapa Elden.
"Halo Om," sapa Dimas.
"Dimas Ardiansyah, lama sekali kamu tidak berkunjung disini. Bagaimana kabar Papah kamu?" tanya Elden.
Mereka duduk saling berhadapan. Aegis dan Elden duduk didepan Dimas.
"Papah baik Om."
"Sudah lama sekali saya tidak melihat Brian, Papah kamu. Tapi saya selalu mendengar, usaha Papah kamu yang begitu melejit ditahun ini. Saya kadang heran," kata Elden tertawa.
"Ah, iya. Papah sedikit sibuk, lebih sering menetap di Italia," kata Dimas.
"Gimana kabar Serena sama Lula?" tanya Aegis.
"Mamah sama Lula menetap di Singapur. Rencananya setelah Dimas lulus pun akan menetap di Singapur, bersama mereka."
"Sangat disayangkan, padahal setahu tante Lula gadis yang baik. Karena perbuatan musuh Papah kamu, gadis itu harus menderita," kata Aegis sedih.
"Benar, Om masih berusaha juga mencari tau siapa pemuda yang berani - beraninya mengusik adik kamu."
"Terimakasih, boleh Dimas naik ke kamarnya Silla Om?" tanya Dimas memastikan.
"Pasti anak nakal itu yang nyuruh kamu kesini," kata Elden sambil menggelengkan kepala.
Dimas hanya meringis dan menggaruk tengkuknya. Memang faktanya bahwa dia kemari karena Silla yang memintanya.
"Dimas boleh ke kamar Silla kan Om?"
"Yaudah sana naik, dari tadi pagi itu anak udah kayak cacing kepanasan. Tapi ingat, kamu tidak boleh mencoba membawa putri Om kabur tanpa sepengatahuan Om."
Dimas meneguk salivanya, kemudian dia tersenyum terpaksa. Jika dia sudah diberi ultimatum oleh Elden, bagaimana dia bisa memberikan kebebasan untuk temannya itu?
"Makasih Om, Dimas ke atas dulu."
Dimas langsung naik menuju ke kamar Silla. Sampai didepan kamarnya pun, dia harus diperiksa terlebih dahulu. Kemudian setelah dia aman mendapat akses masuk dari kedua bodyguard yang menjaga didepan pintu, Dimas langsung saja masuk ke kamar wanita itu.
Silla yang sedang menonton televisi mendengar suara pintu terbuka langsung siaga bangun dari posisi duduknya. Menatap pintu itu yang mulai terbuka, menampilkan sosok pemuda berkemeja biru dan celana pendek selututnya.
Matanya melotot tidak percaya, pria itu berhasil kemari. Dengan girangnya, Silla berlari memeluknya.
"Dim!" teriaknya.
Dimas yang dipeluk, merasakan sesak. Walau Silla wanita dengan tubuh mungil, bahkan tingginya tidak sampai angka seratus enam puluh, tapi tenaganya kayak atlet tinju.
Dimas memukul bahu wanita itu untuk melepaskan pelukan yang menyakitkan itu. Silla yang terlanjur senang, kemudian melepaskan pelukannya dan menyengir tanpa merasa bersalah.
"Lo mau ngebunuh gue ya?" tanya Dimas memelotot.
"Nggak kok, gue seneng aja lo kesini. Tunggu bentar, gue ambil tas dulu."
Silla heboh membuka lemarinya, dan mencari tas kecil yang biasa dia pakai sehari - hari.
"Sill.."
"Tunggu dulu kenapa, sabar!" bentak Silla.
Dimas hanya menghela nafas melihat temannya yang ribet mencari tas kesana kemari. Dia santai duduk disofa tanpa niat memberhentikan wanita itu lagi.
Setelah menemukan tas yang dia cari, Silla langsung memakainya dan mendekati Dimas.
"Pake mobil lo aja ya?"
"Yang bilang gue bakal bawa lo kabur siapa?"
"Loh, bukannya-"
"Gue emang kemari, tapi gue nggak akan bawa lo kabur."
Silla melongo menatap Dimas, tidak percaya. Dia kira, pria itu bakal menjadi penolong atau super hero untuknya. Taunya, tidak akan berguna apa - apa.
"Terus lo kemari ngapain, kalau nggak bantuin gue?!" tanya Silla dengan nada yang tinggi.
Pria itu langsung menyilangkan tangan didepan d**a. Menggelengkan kepalanya.
"Kalau lo mau digantung Om Elden, lo jangan ngajak gue," kata Dimas.
"Eh kok gitu?" tanya Silla tak terima.
"Lo emang b**o dari lahir apa pura - pura b**o sih. Gini ya, Sisillia Pradita paling cantik sedunia dan akherat, Papah lo udah ultimatum gue kagak boleh bawa lo kabur."
"Gue mah pinter dari lahir, gampang lah, lo tinggal bilang ngajak gue ke apartemen lo." katanya sambil memajukan bibir.
"Bokap lo tuh nyuruh Brit sama Luc jaga diluar kamar lo. Nggak bisa semudah itu ferguso."
"Lah terus hubungannya apa?"
"Sinting nih cewek, kalau gue bawa lo kabur dari sini, mereka bakal hajar gue Sil... gue yang kurus gini sekali bogem mati langsung."
Wanita itu yang mendengar berdecih. Dimas hanya mangada - ada saja.
"Bilang aja lo cupu!"
"Sorry to say Silla anaknya Bapak Elden yang terhormat. Gue lebih sayang nyawa dari pada lo," ucap Dimas sambil tersenyum memperlihatkan deretan giginya.
"Terus ngapain lo disini!" tanya Silla tak suka.
"Gue mah hidup selalu berguna bagi nusa dan bangsa.."
"Ilih bicit lu mang," kata Silla sambil meminyiminyikan bibirnya.
Dimas mengambil buku didalam tasnya dan melempar di Silla.
"Kerja kelompok lah!"
Silla yang melihat buku yang dilempar Dimas meringis. Dia memajukan tangannya dikepala Dimas dan mengelus rambut pria itu.
"Ih pinter banget anak siapa ini anak siapa.."
Dimas malah tersenyum bangga dielus rambutnya sama Silla.
"Anak Bapak Brian, also!"
Bug
Kepala Dimas ditabok kencang oleh Silla. Dimas refleks menaikan tangannya diatas kepala.
"Weh, sakit woy! Aduh.."
"DASAR DIMAS s***p!!"
"UDAH s***p NGGAK ADA AKHLAK LAGI!!!!!"
Silla terus memukul Dimas karena kesal. Wanita itu seketika menyesal menghubungi Dimas untuk kemari. Ingin rasanya melempar pria itu jauh ke laut antartika.
***
Dikantor, Louis juga tidak bisa bekerja dengan tenang, karena Diego mengirim mata - mata untuk memantau pria itu. Bayangkan saja, dia dipantau oleh sepuluh orang suruhan Papahnya.
Kepalanya sudah mau pecah dengan masalah saham yang anjlok, tetapi Papahnya seolah membuat posisi Louis tepojok dan menjadi ruwet.
Tok tok
Andara, sekretaris Louis masuk membawa dokumen yang akan ditandatangani pria itu. Setelah menyerahkan dokumen, Andara mulai membuka suara setelah Louis menanyakannya.
"Ada apa?" tanya Louis to the poin.
"Maaf Pak, semua wartawan mengerubungi kantor sejak tadi pagi Pak. Pegawai banyak yang mengeluh karena terjebak tidak bisa masuk ke dalam kantor."
Mendengar ucapan Andara membuat Louis memijat pangkal hidungnya. Dia kemudian menghela nafas panjang dan menatap sekretarisnya dingin.
"Apa kamu tidak tau arti dari security? Apa harus saya kirim kamu kembali kesekolah dasar untuk bisa paham?" tanya Louis sarkas.
Andara hanya merunduk tak berani menatap boss nya. Louis yang melihat wanita itu menunduk mengepalkan tangan semakin berang.
"Saya mempekerjakan kalian untuk mengurangi beban kepala saya. Untuk seperti ini saja kalian tidak becus! Apa harus saya juga yang turun tangan mengusir mereka semua?"
"Tapi Pak-"
Belum selesai Andara berbicara, Louis sudah menghentikannya dengan gerakan tangan keatas.
"Gunakan otak kamu untuk berfikir bagaimana cara untuk mengusir mereka. Jika kalian masih tidak bisa membereskan mereka, bukan hanya saja wartawan itu yang saya bereskan tapi kalian semua juga! Sekarang kamu pergi."
"Paham Pak."
Mood Louis menurun setelah mendengar aduan Andara. Benar - benar menyebalkan sekali hari ini. Belum Amanda yang terus mendesak kapan pernikahannya. Otaknya jika sanggup meledak, maka akan meledak sedari tadi.
Dret
Ponsel Louis berdering, pria itu melihat siapa yang menghubunginya. Ternyata, Carmila lah sang mantan istri yang menghubungi dirinya.
"Ada apa lagi?" kata Louis kasar.
"Uang, aku minta uang untuk kesalon," kata Camila lesu.
Louis mengeram mendengarnya.
"Gunanya kau menikahi si b******k itu apa? Sebagai pajangan?"
"Entah, ayolah aku sudah pusing karena belum kesalon hari ini."
Kemudian tangan pria itu bergerak menekan tombol merah, memutus panggilannya sepihak dan melemparkan ponselnya diatas meja kasar.
"Perempuan itu selalu seperti parasit," geramnya.
Brak
Pintu ruangannya dibuka kasar. Sehingga dobrakan pintu berbunyi dengan kasar.
"Lou, kamu tidak bisa tinggalin aku seperti ini!"
Seorang wanita teriak diruangan Louis. Dia tak terima dengan keputusan yang dibuat oleh pria itu. Namun Louis hanya menanggapinya dengan santai.
"Hubungan kita hanya sekedar ranjang, tidak lebih," kata Louis.
"Kamu tidak bisa campakan aku begitu saja!!"
Wanita bernama Jessica itu berdiri dan mencengkram lengan Louis kemudian menggoyang - goyangkan. Louis yang jengah menyentak tangan wanita itu kasar.
"Lepas!"
Pria itu nampak muak dan menatap wanita itu datar.
"Kamu tidak jauh beda dari yang lain Jes.. aku menganggap kamu sama seperti lainnya."
"b******k, karena wanita itu?!" tanya Jessica murka.
"Ini tidak ada hubungan dengan siapapun. Aku harap hubungan kita berakhir. Jangan temui atau menghubungi aku," kata Louis sambil meletakan cek diatas meja.
Kemudian pria itu pergi. Sementara wanita bernama Jessica menatap cek tersebut sambil mengepalkan tangan.
"Aku yakin kamu akan kembali denganku Louis Kaggen. Itu sumpah ku!!"
Louis tidak perduli dengan teriakan wanita itu terus berjalan keluar kantor dengan pengawal yang sangat ketat. Sementara banyak wartawan mengerubunginya didepan kantor.
"Louis Kaggen, apa benar wanita yang berada dihotel bersama anda adalah penyebab kandasnya hubungan anda dengan Nona Jessica?"
"Jawab Mr. Kaggen!"
"Siapa wanita yang bersama anda?"
"Louise Kaggen, apa benar dia kekasihmu saat ini?"
Wartawan begitu mendesak Louis dengan berbagai pertanyaan. Scandalnya sudah begitu menyebar sehingga menjadi trending topic.
"Apa benar foto yang beredar bahwa wanita yang bersama anda adalah penyebab kandasnya hubungan anda Mr. Kaggen?"
"Mr. Kaggen tolong jawab siapa wanita itu?!"
Louis yang muak akhirnya menjawab semua pertanyaan wartawan.
"Dia wanita yang sedang saya kencani."
"Apa kalian secepatnya akan melangsungkan pernikah?"
"Iya kami akan menikah dalam dekat ini, karena calon istri saya orang yang pemalu, saya harap kalian tidak mendesak atau membuat berita buruk mengenai calon istri saya. Jika kalian masih berbuat nekat maka saya akan menuntut kalian semua."
Louis pergi begitu saja setelah mengatakan konfirmasi hubungannya dengan Silla. Wartawan masih mengejarnya hingga pria itu berasil masuk ke dalam mobil. Mobilnya melesat pergi menjauhi kerumunan wartawan.
"Mansion," perintah Louis.
"Baik tuan."
***
Silla menghidupkan TV. Kakinya naik ke atas sofa sambil memakan snack. Wanita itu terus berdecih sambil mengganti chanel saluran.
Dia begitu kesal karena semua program televisi semua mengenai Louis. Tak ada acara spongbob atau dora favoritnya. Akhirnya wanita itu membuang remot dan turun kebawah.
"Selamat sore Nona," sapa Brilia ramah.
"Sore juga Bril," balas Silla.
Silla melangkahkan kaki menuju dapur dan membuka kulkas. Kosong tidak ada snack dan juga es krim kesukaannya.
"Apa - apaan ini," dengusnya.
Kemudian Silla menemui Brilia yang sedang memotong sayuran.
"Bril, kenapa kulkas kosong?"
"Tuan Elden memperintahkan saya untuk membuang semua makanan yang ada dikulkas."
Wanita itu menatap kulkasnya sedih. Tak ada lagi s**u kotak, oreo, snack, es krim yang biasa dia makan sambil berbaring.
"Snack gue omg.. PAPAH!!!!" teriak Silla kesal.
"Kenapa teriak - teriak Dita," tegur Aegis.
Silla merengek mendekati Bundanya. Dan memeluk lengan Aegis.
"Mah, snack Silla kenapa dibuang semua.."
"Ya jelas, orang snack kamu nggak sehat semua."
"Tapi kan Mah-"
"Udah.. mending kamu siap - siap untuk nanti malam."
"Males ah Mah.. kenapa pakai acara tunangan segala dih," dengusnya.
"Keluarga Kaggen yang minta. Sekarang kamu siap - siap oke?"
"Hmmmm," jawab Silla malas.
Silla naik kembali ke kamarnya. Sampai dikamar dia merebahkan tubuh. Dari pada dia bersiap untuk acara yang tidak penting, mending dia tidur. Bodo amat dengan pertunangannya. Biarin saja Louis sialan itu tunangan sama doki, anjing miliknya.
***
Seluruh keluarga Kaggen sudah hadir dikediaman Rutheger. Pertunangan ini memang diadakan secara private tanpa ada campur tangan media.
"Selamat datang Mr.Kaggen."
Pria bernama Diego menjabat tangan Elden sambil tersenyum ramah.
"Mari silahkan masuk.."
"Dimana calon menantu kami Den?" Amanda bertanya.
"Sebentar Kak, saya panggilkan putri kami dulu."
Aegis naik ke atas dan mengetuk pintu kamar Silla. Karena tak ada jawaban, wanita itu kemudian membukanya. Aegis ingin menyebut sekencang - kencangnya nama Tuhan melihat Silla sudah siap dengan kemeja kotak - kotak dengan celana panjang yang robek - robek.
"Astaga Silla!"
"Apa Mah?" dengan santainya Silla menjawab.
"Salah apa Mamah punya anak bandelnya minta ampun," lirih Aegis sambil memijat pangkal hidungnya.
"Apa sih Mah, Silla itu anak paling manis penurut sepanjang masa."
"Ganti pakaian kamu!"
"Nggak Mah! lagian cuma tunangan aja sih ribet amat."
"Ganti atau Mamah paksa!"
"Mah, nanti Silla masuk angin tau pake pakaian kaya Mamah. Enak gini anget nggak masuk angin," jawabnya sambil meringis.
Aegis memegang kepalanya. Dia merasa pusing berhadapan dengan anaknya yang keras kepala.
"Brilliaa!" teriak Aegis.
"Iya Nyonya.."
"Paksa dia pakai pakaiannya dan buat dia bersiap. Jika tidak mau kamu rantai saja tangannya!"
"Mamah kok galak."
"Kamu susah dibilangin! Pokoknya dua puluh menit lagi harus sudah beres!"
"Baik Nyonya."
Aegis turun dari kamar Silla. Sementara Silla mengambil ancang - ancang untuk kabur. Namun dibalik pintu sudah ada Nimas dan Lien yang membawa rantai. Kedua orang itu siap merantai kaki dan tangannya.
"Dari pada mati, gue nyerah dah," lirihnya.
Silla mengambilnya dan berjalan masuk ke walk closet. Dia kemudian menanggalkan pakaiannya dan memakai gaun yang diberikan Brillia.
"Brill, bantuin resletingnya!!" teriak Silla dari dalam.
Brillia masuk dan membantunya. Kemudian Silla keluar dari walk closet, Nimas dan Lien menatap Silla kagum, karena wanita itu sangat cantik.
"Nona cantik," puji Nimas.
"Udah dari lahir apa lo!" kata Silla sewot.
Brillia mendudukan Silla dikursi meja rias. Cukup 10 menit Brillia memoles wajah Silla. Silla membuka matanya, melihat dirinya dicermin yang cantik.
"Gue nggak mau pake sepatu, maunya sendal!"
Nimas dan Lien menggeleng, kemudian menepuk rantai ditangannya.
"Apasih lo ngancem - ngancem!"
"Ini Nona sepatunya.."
"Sendal!"
"Sepatu Nona, ini perintah dari Nyonya Aegis."
"YAALLAH YA ROBIIII!!! SALAH AING APAAAA??!!"
Silla melihat hak sepatunya yang sangat tinggi, diperkirakan tingginya sepuluh centi. Bundanya pasti balas dendam dengan mengirim sepatu setan untuknya. Wanita itu kemudian terpaksa memakainya.
"Kalau sampai gue mati karena ni sepatu, kepala lo taruhannya!" ancam Silla.
"Gandeng gue!!"
Silla turun dari kamar dengan Brillia yang menuntunnya. Sesekali kakinya keseleo karena tak seimbang.
Louis yang melihatnya kagum. Wanita itu menjelma menjadi cinderella, sangat cantik. Pria itu langsung berdiri dan menghampiri Silla.
"Butuh bantuan?" tanyanya sambil mengulurkan tangan.
Silla yang melihat uluran tangan Louis, kesal. Karena tunangan ini, dia tersiksa. Wanita itu langsung menautkan tangannya dan meremas kencang.
"Ini semua gara - gara Bapak!!" Silla melotot matanya ke arah Louis.
Louis menaikan alisnya. Dan tertawa mendengarnya.
"Gara - gara Bapak, saya harus pake sepatu setan kaya gini. Nggak usah ketawa!!!" Silla menekan d**a Louis dengan telunjuknya.
"Bantuin saya jalan!"
Louis dengan senang hati membantunya, kemudian pria itu meletakan tangan Silla dilengannya.
"Pelan - pelan!" gerutu Silla.
Sampai didepan kedua keluarga, Silla pun pura - pura tersenyum bahagia.
"Wah, cantik sekali.. apa ini menantu kita Pah?"
Silla yang dipuji ingin muntah. Cantik dari mananya, juling kali mata mereka semua.
"Saya Sisillia Pradita Rutheger Tante.."
"Nama yang cantik. Panggil saya Mamah."
"Iya Tant- eh Mamah.."
Tiba - tiba seorang anak kecil memukul kaki Silla kencang, walau tak sakit sekalipun tapi cukup membuat Silla terkejut. Silla kemudian menoleh ke bawah.
"Penculi! Penculi daddy!"
Louis kemudian menggendong anak laki - laki kecil itu.
"Dia akan menjadi Mommy Azka. Namanya Mommy Silla."
Silla melongo mendengarnya. Sementara Azka, menjulurkan lidahnya menandakan tidak suka dengan kehadiran Silla.
"Wah nih bocah ngajakin perang sama gue.. nggak Bapak nggak anak bikin gue naik darah."
"Ayo salam sama Mommy Silla."
Azka mengecup pipi Silla, dan menjulurkan lidahnya lagi - lagi. Silla yang kesal mencubit pipi Azka gemas, dan menarik - nariknya.
"Ihh lucu banget Azka.. Mommy gemes deh.."
Azka melepaskan pipinya dan mencubit tangan Silla. Mengusap pipi bekas yang dipegang Silla, seakan dirinya kuman.
"Bocah setan sama kayak Bapaknya."