"Sudah empat hari Lady Dalcom mengurung diri di kamarnya."
Aku mendengar Milli yang sedang berbicara pada asisten ayahku di pintu kamarku.
"Dia tidak ingin bertemu siapapun terlebih dahulu."
Aku menyeduh tehku pagi ini dengan sangat hati-hati. Badanku masih terasa remuk, tangan dan kakiku pun masih agak kaku untuk bergerak.
'Mimpi ya?' Batinku, tapi mimpi itu terasa panjang sekali dan begitu nyata sampai aku bisa merasakan sakitnya saat ini. Aku masih tidak habis pikir akan kenyataan yang membawaku kembali ke sini.
"Ah, selamat pagi Tuan Dalcom." Tak lama aku terdiam saat melihat sosok pria berumur yang tak lain adalah ayahku, memasuki kamarku dengan paksa. Dalam sekejap dia sudah berada dihadapanku. Kuletakkan cangkir teh yang ada di tanganku dan memberanikan diri untuk menatapnya.
"Apa kabar Ayah?" Suaraku terdengar sangat pelan saat itu.
"Kudengar kamu sudah sadar..."
"Terima kasih Ayah telah mengkhawatirkan..."
"Kamu sengaja ya? Untuk menunda pernikahan ini?!"
Aku terdiam lagi dan menatap ayahku yang mulai menaikkan suaranya itu. Ternyata tidak berubah, ayahku masih saja egosi dan tidak memikirkan putrinya sendiri. Sebenarnya aku ini putri kandungnya atau bukan? Mata coklat keemasan Ayah mirip denganku, tapi penuh ambisi. Percuma saja, jika aku menurutinya pun aku akan tetap menderita.
"Ya, Ayah." Aku memberanikan diriku untuk melawannya. Kali ini aku tidak mau lagi menuruti orang tua ini. Dia memang ayahku, tapi aku ingin bebas menentukan pilihanku sendiri.
Seketika aku teringat kematianku sebelumnya. Aku yakin itu bukan mimpi! Maafkan aku ayah, aku tidak mau mati di tangan orang itu. Andaikan kau tahu betapa menderitanya aku saat menikah dengan penjahat itu. Aku tidak mau lagi seperti itu.
"Kau... memang anak yang tak berguna!"
Aku sebenarnya ingin menangis melihat wajah Ayah yang benar-benar marah saat itu, tapi aku menahannya.
"Ya, aku memang tidak berguna, aku tidak punya Ibu dan Ayahku tidak pernah memikirkanku."
Tanpa kusadari airmata membasahi pipiku saat aku mengatakannya.
Keadaan hening, aku merasakan Milli yang berada di belakang ayahku benar-benar bungkam dan kaget mendengar aku berani berkata seperti itu.
"Beraninya kau... Kalau kau mau tahu, ibumu adalah penyihir!"
Apa katanya? Aku hampir tak percaya ayahku mengatai ibuku penyihir. Dari kecil aku memang tak pernah menanyakan ibuku. Hanya Milli yang selalu memberitahuku bahwa Ibu meninggal setelah melahirkanku. Paras ibu sangat cantik dan memiliki rambut hitam yang sama denganku. Apakah ada penyihir secantik Ibu?
"Kau akan tetap menikah dengan Winterson! Jangan biarkan dia keluar dari kamarnya." Aku terpana melihat kepergian ayahku saat itu. Dia melarangku kelur?
"Nona! Anda baik-baik saja kan?" Milli langsung berlari menghampiriku. Dia membelai rambutku dengan pelan dan aku hanya mengangguk tak berdaya.
"Terima kasih selalu berada di sisiku, Milli."
Aku tersenyum padanya. Hanya dia satu diantara pelayanku yang paling setia. Milli lima tahun lebih tua dariku dan dia sudah seperti ibuku sendiri. Tanpa dirinya mungkin aku sudah gila sekarang.
"Nona jangan berkata seperti itu lagi."
"Milli kau harus membantuku, aku harus membatalkan pernikahan ini."
"Yang benar saja Nona, Tuan tidak akan mencabut kata-katanya."
"Aku tahu, paling tidak aku akan berusaha.."
Aku mulai memikirkan cara untuk membatalkan pernikahan sial itu. Yang kupikirkan hanya kabur, kabur dan kabur, tapi jika ditemukan pun tetap aku akan dinikahkan dengan Duke gila itu. Apa aku tidak bisa menghentikannya?
"Ah, aku harus bertemu dengan Duke Winterson!"
Milli terkejut mendengarku. Aku tahu aku mulai gila saat melontarkan kata-kata itu.