Mungkin ada Dendam

2179 Kata
-*-*-*- “Sumpah ya, gue kaget banget pas denger nama Jian yang keluar, untung aja gue tanya,” cerocos Tatiana pada Geno yang duduk di sebelahnya. Malam ini tiba-tiba saja Geno datang ke rumahnya dan mengajaknya keluar. Tentunya setelah meminta izin pada orang tua Tatiana. “Hm … terus lo bilang apa begitu dia jawab nama Jian?” tanya Geno penasaran. Baru saja mereka mengobrol dan Tatiana memulainya dengan membicarakan Gianna. Sebenarnya Geno datang juga ingin membicarakan Gianna ia ingin menceritakan ornag yang sudah membuat Gianna kepikiran beberapa hari lalu. Mereka saat ini sedang duduk di tepi danau dengan bangku yang ada di sana. Mereka tidak hanya berdua. Ada beberapa pasangan yang juga sedang duduk dan mengobrol. Tak sedikit pula dari mereka bermesraan dengan pasangannya. “Langsung gue kasih tau dong kalo dia udah pacaran, ngga sekedar deket aja. Mukanya langsung sedih, kayaknya dia suka beneran sama Jian. Kasian tapi ngga bisa dong gue dukung dia buat rusak hubungan orang?” jelas Tatiana masih dengan semangat menceritakan yang sudah terjadi padanya di kelas. “Iya, mending nanti lo kenalin dia sama cewek baru, buat obat. Mudah-mudahan sukanya dia ke Jian belum terlalu dalem,” balas Geno menyetujui keputusan yang di lakukan Tatiana. “Iya bener, kasian banget tadi gue liat mukanya yang cerah pas ngomongin Jian langsung redup pas gue bilang Jian udah pacaran,” Tatiana merasa sedikit tak enak hati pada Pansy yang sudah ia patahkan hatinya yang bahkan belum sempat menyatakan perasaan. “Ngga papa, daripada dia makin sakit hati kalo nyatain perasaan dan di tolak, belum lagi kalo dia nyalahin diri sendiri yang ngga cari tau dulu,” Geno mengusap punggung Tatiana agar berhenti merasa tak enak hati karena keputusannya menanggapi temannya itu sudah benar. Tatiana mengangguk. Ia kemudian teringat kalau Geno mengataka ia ingin membicarakan sesuatu. “Katanya lo mau mau bahas Jian? Ada masalah apa dia?” tanya Tatiana. “Oh itu, menurut lo, di kampus ada orang yang nyimpen dendam buat Jian ngga sih?” tanya Geno memulai pembahasan. “Kalo orang-orang yang gue kenal, yang gue pikirin sekarang ini kayaknya dendamnya ngga cuma sama Jian, tapi sama Kenan juga. Ngga tau kalo ada orang yang ngga gue kenal punya masalah sama Jian ataupun Kenan. Kenapa? Ada yang ganggu Jian?” tanya Tatiana penasaran. Ia ingat semua orang yang pernah berurusan dengannya dan Gianna beberapa kali, akan tetapi ia tidak tau siapa saja yang menyimpan dendam pada Gianna. Belum lagi jika Gianna memiliki masalah tanpa Tatiana terlibat di dalamnya. “Gini, Jian cerita ke gue soal ini,” Geno kemudian mulai menceritakan yang pernah di ceritakan Gianna padanya tentang mungkin saja masalahnya selama kuliah itu terjadi karena perbuaannya sendiri sewaktu di SMA. Geno juga menceritakan bagaimana ia menentang semua itu karena itu tidak masuk akal. “Siapa nama cewek itu?” tanya Tatiana begitu Geno selesai menceritakan semua yang ingin disampaikannya. “Gue ngga tau, bisa tolong elo tanya Jiannya langsung? Setiap gue mau tanya gue lupa dan belakangan ini Gianna lama di luar,” tanya Geno meminta tolong. “Oke ngga masalah,” -Tatiana mengangguk menyanggupi.- “Lagian tuh orang yang ngomong begitu ke Jian kedengeran banget manipulatifnya. Bikin seakan-akan Gianna yang salah. Padahal jelas-jelas Gianna ngga ngelakuin itu,” kata Tatiana sedikit kesal setelah mendengar cerita yang sudah disampaikan Kenan. “Ngga ngerti, mana Gianna dengan polosnya percaya aja dan langsung sedih. Ngga ngerti lagi gue, kok bisa orang-orang pada sejahat itu ke orang lainnya,” jelas Geno heran. “Ntahlah, mereka semua kayaknya punya alasan, walaupun akhirnya cara mereka salah,” jelas Tatiana menangapi. “Lo jangan gitu ya, sama siapa pun, soalnya karma ngga kenal waktu ataupun tempat,” ucap Geno seraya mendekat pada Tatiana dan merangkul bahunya. “Ngga lah, ngapain gue pake cara busuk kayak gitu. Kalo ngga suka tuh ngomong langsung! Mentok-mentok kalo ngga berani yang jangan sebar gosip ngga berdasar. Simpen sendiri aja ngga usah ajak-ajak orang lain. Heran gue sama orang yang kadang bencinya ngajak-ngajak. Benci aja ngajak-ngajak, cupu banget. Benci tuh simpen sendiri! Jangan-” Omelan Tatiana seketika berhenti karena Geno yang tiba-tiba menarik wajahnya agar menghadap pada Geno. Mereka sekarang saling bertatapan dengan Geno yang memberikan senyumannya. Wajah mereka begitu dekat sampai mereka bisa merasakan sentuhan nafas yang menerpa wajah mereka masing-masing. “Udah dong ceritanya … sekarang ngobrol sama gue,” kata Geno kemudian mengusap pipi Tatiana yang sedikit memerah karena berdekatan dengannya seperti ini. “Yaudah kalo mau ngobrol, ngobrol aja,” Tatiana membuang mukanya dan melepas tangan Geno dari wajahnya. Tetapi Geno justru menggunakan tangannya yang sebelumnya merangkul bahu Tatiana turun dan menarik pinggangnya dan membuat Tatiana memekik kaget. “Deketan dong,” kata Geno menatap Tatiana dengan pandangan yang cukup seduktif dan itu membuat jantung juga seisi perut Tatiana terasa tak wajar. Belum lagi Geno yang tiba-tiba meremat pinggangnya hampir saja membuat bibirnya melenguh. Namun dengan segera Tatiana berdeham dan membuang mukanya. “Emang mau ngomongin apa lagi? Bukannya kita cuma mau bahas yang tadi?” tanya Tatiana berusaha tak menanggapi Geno. Ia tau mereka memang di tempat khusus untuk pasangan-pasangan yang ingin bertemu dan mengobrol. Tapi tentunya ia ingin Geno tau diri dan tidak melakukan hal-hal semacam itu di tempat umum. “Ngomong apa aja, gue dengerin,” kata Geno tepat di sebelah telinga Tatiana yang seketika membuat leher Tatiana meremang akibat hembusan nafas Geno yang mengenai permukaan lehernya. “Gue ngga tau mau ngomong apalagi, mending kita pulang,” ajak Tatiana berusaha untuk tidak bereaksi berlebihan. Namun nyatanya tidak bisa begitu Geno menautkan tangannya dengan tangan kiri Tatiana dan wajahnya menyusup ke perpotongan leher Tatiana dan bicara disana. “Kita baru dateng, masa udah mau pulang,” bisik Geno yang seketika berhasil membuat tubuh Tatiana semakin tak tenang mendengarnya. “Geno, jangan d-ngh!” Tatiana menutup mulutnya yang hampir saja melenguh karena Geno mengecup lehernya. Hanya dengan kecupan dan itu berhasil membuat Tatiana lemas. Kesal Geno mengerjainya, Tatiana langsung melayangkan pukulan pada bahu Geno. “Si b**o! Liat tempat dong!” umpat Tatiana kesal dengan pipi yang panas dan memerah. “Hahahaha,” bukannya sadar diri, Geno justru tertawa diatas bahu Tatiana. “Malah ketawa ni anak,” kesal Tatiana ucapannya tak di anggap. “Sorry, jangan marah dong,” bujuk Geno seraya mengecup pipi Tatiana. Namun tidak di anggapnya karena sudah kesal pada Geno. “Ngga boleh ya?” tanya Geno menatap Tatiana dari samping. Namun Tatiana tetap membuang muka dan tak menanggapi Geno. “Jangan ngambek dong. Sayang,” panggil Geno berusaha merayu Tatiana. Namun masih tak ada tanggapan dari Tatiana. “Mau pulang?” tanya Geno mengalah dan pada akhirnya membuat Tatiana menoleh. “Ayo,” jawab Tatians dengan semangat menoleh dan langsung dibalas dengan bibir yang merengut dari Geno. “Padahal gue masih pengen sama elo disini,” katanya dengan nada kecewa. “Gue juga, tapi gue ngga mau kalo kayak tadi, Geno,” balas Tatiana berusaha memberitahu Geno yang umurnya lebih muda darinya itu agar ia mengerti. “Masa?” tanya Geno menatap tak percaya Tatiana dihadapannya yang wajahnya dekat dengannya namun masih ada jarak. “Iya,” jawab Tatiana meyakinkan Geno. “Cium sekali kalo gitu,” pinta Geno kembali mendekatkan wajahnya. “Kan,” Tatiana kembali kesal karena Geno masih saja ingin melakukan itu di tempat umum. Padahal bukannya Tatiana tidak mau, ia hanya tidak ingin mereka melakukannya di tempat umum dengan banyak orang. “Kenapa? Lo takut di liatin? Yang lain aja pada begitu kok di sini, mereka ngga bakal peduli, tenang aja. Lagian posisi kita tempatnya susah di jangkau mata, ngga ada yang bisa liat jelas kita disini,” ujar Geno berusaha membujuk Tatiana. “Hah … ” Tatiana menghela nafas berat. Geno benar-benar keras kepala. “Ya? Sekali aja abis itu kita ngobrol lagi kayak biasa,” bujuk Geno masih tidak mau menyerah. “Satu kali aja ya?” kata Tatiana memastikan. Geno hanya mengedikkan bahunya dan tersenyum. Detik berikutnya ia maju dan menutup mata, ia menunggu Tatiana yang mulai lebih dulu. Tangan kiri Tatiana maju dan menangkup sisian kanan Geno, dengan perlahan ia maju dan mengecup kedua belah bibir yang sedikit terbuka itu. Awalnya Tatiana hanya berniat untuk mengecupnya saja, tetapi semua itu berubah begitu Geno menahan tengkuk dan juga pinggangnya. Geno menggerakkan kedua bibirnya dan mulai melumat bibir Tatiana. Tentunya Tatiana tidak diam saja, ia berusaha memberontak namun Geno semakin erat menahannya dan melumat bibirnya semakin dalam. Tatianna semakin terkejut saat Geno menjilat bibirnya dan otomatis memukul dadanya agar berhenti tetapi Geno tetap tidak berhenti. Ia terus saja mengulum bibir Tatiana dan sesekali meremat pinggang rampingnya membuat Tatiana sedikit gemetar. Lumatan demi lumatan terus Geno lancarkan pada bibir Tatiana dan itu perlahan membuat Tatiana luluh. Tangan yang sebelumnya ia gunakan untuk memukul kini beralih meremas kemeja Geno. Tatiana kemudian memilih untuk membalas ciuman itu dengan membuka mulutnya dan mulai beradu lidah. Walaupun nyatanya tetap Geno yang memimpi ciuman itu. Pada akhirnya, ciuman yang berniat hanya untuk sebuah kecupan itu sudah menimbulkan decapan-decapan nikmat yang hanya dirasakan oleh Geno dan Tatiana. “Ngh … ,” Tatiana melenguh begitu Geno meremat pinggangnya sekali lagi dengan bibir mereka yang masih beradu dan lida yang terus bergerak tanpa henti. Tautan benda kenyal itu kini terlepas dan salah satunya turun untuk menjelajahi leher putih nan halus yang sejak tadi menganggur menjadi saksi biksu tiap decapan yang terus beralun. Tak ingin meninggalkan bekas, Geno hanya mengecup dan membasahi tiap bagian yang ia lewati dengan lidahnya. “Ahn … ,” meskipun hanya dengan kecupan dan sapuan lembut dari lidah Geno, hal itu mampu membuat Tatiana mendesah sebelum akhirnya ia tahan dengan menggigit bibirnya. Tangannya pun berusaha menahannya dengan mencengkeram rambut belakang Geno karena Geno terus menggodanya dengan kecupan-kecupannya yang tidak mau berhenti mengelilingi setiap sisi leher Tatiana. Ciuman itu itu terus menjelajah dan kini sampai di bagian collar bone kali ini tak hanya kecupan yang di berikan Geno, kali ini ia menggigitnya dan itu membuat Tatiana memekik tertahan karena terkejut. Tak hanya menggigit, Geno juga mulai membasahi bagian yang ia gigit itu dengan lidahnya dan menghisapnya. Menggigit, menghisap dan menjilat. Terus begitu dan tak hanya di satu tempat. Puas menjelajahi leher dan collar bone milik Tatiana, Geno kini kembali menarik tengkuk Tatiana dan kembali melumat bibir Tatiana yang sudah sedikit membengkak dan merah. Setelah beberapa saat, ciuman itu akhirnya berhenti. Nafas mereka tersengal-sengal dan mata mereka menatap sayu. Belum puas membuat Tatiana kacau, Geno menjahili Tatiana dengan meremat pinggangnya dan itu berhasil membuat Tatiana memekik. Tatiana spontan memukul d**a Geno dengan wajah kesal. “Hahaha,” Geno hanya tertawa sebelum akhirnya memberikan kecupan pada Tatiana. “Tadi lo bilang cuma sekali!” kesal Tatiana merasa di tipu. “Tapi kan abis itu gue ngga janji,” ujar Geno tersenyum meledek membuat Tatiana memicing sebal. “Nyebelin,” kesal Tatiana merengut kesal. “Tapi lo suka,” balas Geno masih tersenyum meledek. “Ngga, sejak kapan?” sanggahnya masih memasang wajah kesal. “Bener? Apa perlu gue buktiin?” Geno mulai mendekat lagi namun Tatiana segera menutup mulut Geno. “Ngga-ngga-ngga, ngga usah!” Tatiana menolak mentah-mentah. Di luar dugaan, Geno justru menjilat telapak tangan Tatiana dan itu membuatnya kaget.s “Dasar jorok!” hardik Tatiana menepak kening Geno dengan telapak tangannya. “AW!!!” Geno langsung memekik karena pukulan yang di berikan Tatiana tidak main-main. ‘Mimpi apa gue bisa sama bocah prik macem ini?’ kesal Tatiana menatap Geno dengan padangan yang tak bisa jelaskan dengan kata-kata lagi bagaimana isi hatinya itu. Sejujurnya saja Tatiana tidak munafik dan menikmati semua itu, tetapi sikap Geno lagi-lagi membuatnya kesal dan ingin menamparnya kapanpun ia melihatnya. “Jahat banget,” adunya menatap Tatiana dengan mulut merengut. “Biarin! Biar ngga aneh-aneh. Lagian kamu juga ngapain ngelakuin itu? Ngawur!” hardik Tatiana semakin mengomel. “Ngga tau, reflek,” balas Geno mengusap-usap keningnya yang menjadi pendaratan empuk telapak tangan Tatiana. “Reflekmu ngga bener!” balas Tatiana masih dengan nada tingginya. “Yaampun, jangan marah-marah, nanti cepet tua,” Geno masih merengut menatap Tatiana yang masih saja memasang wajah kesal padanya itu. “Ngga peduli. Lo emang pantes buat di marahin,” sahut Tatiana kesal. “Iya deh, maaf,” kata Geno dengan begitu tak ikhlasnya. “Minta maaf macem apa itu? Macem tukang ngutang ngga ada otak yang lagi di tagih uang. Ngga ikhlas,” cibir Tatiana membuat Geno harus menghembuskan nafas. Ia tidak menyangka Tatiana bisa mengomel seperti ini. Tetapi Geno hanya tersenyum menanggapinya. Dengan sabar ia berusaha menuruti apa mau Tatiana. “Gue minta maaf, Ina,” ucapnya dengan nada yang begitu lembut dan tak lupa senyumannya yang ikut sertakan agar Tatiana mau memaafkan. “Maaf buat apa?” tanya Tatiana menatap dengan mata penuh intimidasi. “Minta maaf, buat semua yang gue lakuin tadi. Maaf udah bikin lo marah, maaf ngga dengerin perintah lo, pokoknya maaf buat semuanya,” jelas Geno meminta maaf dengan nada menyesal, walaupun nyatanya ia hanya mengikuti kemauan Tatiana. “Jangan di ulang! Bikin sebel tau ngga?” sahut Tatiana yang langsung di sambut anggukan oleh Geno. “Tapi ngga janji,” cengir Geno yang segera disusul seruan Tatiana. “GENO!” -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN