PART. 3 SEMUA KESALAHANKU

925 Kata
Mereka tiba di lokasi tempat mereka tabrakan tadi. Arya menepikan mobilnya. "Kamu tunggu di sini, aku mau menanyakan motormu dulu" "Inggih A' (iya Kak)" Aisah menganggukan kepalanya. Tidak berapa lama Arya masuk kembali ke dalam mobil. "Aku sudah minta Paman Imam mengambil motormu di warung itu, biar nanti dibawa ke bengkel dulu" ujar Arya. Aisah menatap Arya, ia tampak bingung. "Ada apa?" Arya yang menyadari kebingungan Aisah balas menatapnya. "Kalau motor ulun di bawa ke bengkel kayapa ulun bejualan?" "Kamu tidak usah jualan dulu sementara motormu di bengkel" jawab Arya, Aisah menundukan kepalanya, ia menjalin jemari di atas pangkuannya. Arya bisa melihat kegelisah dari sikap Aisah. "Ada apa?" Arya kembali bertanya karena rasa penasaran di dalam hatinya. "Emhhh, kalau ulun kada jualan, kayapa kami makan?" Jawab Aisah dengan suara lirih. "Kamu tidak usah memikirkan hal itu, ini semua karena kesalahanku, aku akan bertanggung jawab sepenuhnya. Dari biaya perbaikan motormu, sampai biaya untuk kebutuhan keluargamu, sampai motormu kembali bisa digunakan untuk berjualan" Aisah menatap Arya, ada kebimbangan dalam hatinya, ia takut kalau ibu Arya sampai mendengar hal ini. Ada kemungkinan Bu Radea akan marah kepadanya dan juga orang tuanya. "Enghh, tidak usah saja A, biar nanti aku jualan naik sepeda saja"  tolak Aisah akhirnya. "Kenapa?" Arya menatap Aisah dengan tatapan menyelidik. "Tidak apa-apa" Aisah menggelengkan kepalanya, tapi Arya yakin pasti ada sesuatu yang membuat Aisah takut menerima bantuannya. Arya membelokan mobilnya ke sebuah mart yang ada di tepi jalan. "Turun!" Ucapnya bernada perintah, meski bingung, Aisah tetap menuruti perintah Arya. Aisah berdiri di sisi mobil, menatap Arya yang berjalan menuju pintu mart. Arya yang menyadari kalau Aisah tidak mengikutinya, kembali berbalik menuju mobilnya. "Kenapa masih di sini, ikuti aku!" Arya menatap Aisah yang masih saja tampak kebingungan. Melihat Aisah yang tidak juga bergerak, Arya menarik lengan Aisah yang tertutup lengan kaos yang dipakai Aisah. "A'!" Seru Aisah, berharap Arya melepaskan pegangan di tangannya. Meski tangan Arya tidak mengenai kulit tangannya, tapi Aisah merasa risih tangannya dipegang seorang pria. Arya tertegun sejenak, tatapannya jatuh kepada tangannya yang memegang tangan Aisah. Matanya mengerjap tidak percaya, ini pertama kalinya ia bersikap begini pada seorang wanita, sejak kejadian Ellen menghianatinya. Arya melepaskan pegangannya di lengan Aisah. "Maaf, ikuti aku" ujarnya akhirnya. Aisah mengikuti Arya masuk ke dalam mart. Keadaan mart tengah sepi, Arya langsung menuju meja kasir. Ia menyebutkan barang apa saja yang diinginkannya beserta jumlahnya. Pegawai mart yang mengambilkan untuknya. Pegawai mart mengenal Arya, sebagai putra tunggal keluarga Lazuardi. Arya meminta kasir menghitung semuanya, dan meminta pegawai mart meletakan semua belanjaannya ke bak belakang mobil double kabinnya. Aisah berdiri diam di belakang Arya, ia tidak tahu Arya membeli gula, minyak, mie instant, teh, dan s**u begitu banyak untuk siapa. "Ayo!" Arya menatap Aisah, dan memberi isyarat agar mereka ke luar dari sana. Mereka kembali masuk ke dalam mobil, Arya menjalankan mobilnya pelan saja, matanya menyisir tepi jalan, seakan ia tengah mencari sesuatu. Arya kembali menepikan mobilnya, tepat di depan sebuah warung yang menjual beras. Arya sangat tahu, orang Banjar kurang bisa makan beras pulen yang dijual di mart. Karena orang Banjar lebih suka beras produksi kampung mereka sendiri. Beras unus ataupun beras karang dukuh. Arya ke luar dari dalam mobil, Aisah tetap diam di tempatnya. Arya membeli satu karung (50 liter/beras Banjar dalam hitungan liter bukan kg). Dan dua kg telur ayam. Semua diletakan di belakang mobilnya. Arya kembali masuk ke dalam mobilnya, lalu menjalankan mobilnya kembali. "Rumahmu masih yang dulukan?" "Inggih, Aa masih ingat?" Aisah menolehkan kepala untuk menatap Arya sejenak. "Hmm" Arya menganggukan kepalanya. Sesaat hanya kesunyian diantara mereka, sampai akhirnya mereka berbarengan buka suara. Mereka saling pandang, lalu sama-sama tersenyum. "Bicaralah" ujar Arya akhirnya. "Kapan Aa kembali dari luar negeri?" "Sudah lebih tiga bulan" "Ooh, berarti bertepatan dengan abah dan mama diampihi begawi mama pian (diberhentikan bekerja ibumu)" "Aku mohon maaf atas sikap ibuku pada kedua orang tuamu. Padahal Paman Ipin dan Acil Siah sudah sangat lama bekerja di rumah kami" ucap Arya tulus. Aisah hanya diam saja, tidak menanggapi permintaan maaf Arya. Merasa Aisah hanya diam, Arya menolehkan kepalanya untuk menatap gadis di sampingnya. Saat SD, setiap pulang dari sekolah, Aisah dan adiknya selalu datang ke rumah Arya, mereka bermain di belakang dapur. Meski tidak terlalu dekat dengan mereka, tapi Arya cukup mengenal mereka. Terkadang ia membelikan Aisah dan adiknya makanan ringan, dan mereka menerima pemberiannya dengan mata berbinar gembira. "Di pasar jualan apa?" Arya memecahkan kesunyian yang sejenak terjadi diantara dirinya dan Aisah. "Sayur" "Beli di kebun terus dijual lagi?" "Sebagian mencari sendiri di sungai. Seperti kangkung, genjer, dan kelakai (pakis)" Arya menarik dalam napasnya, ia merasa ikut bersalah atas apa yang menimpa keluarga Aisah. Semua bermula dari dirinya yang menunda untuk menikah. Sehingga akhirnya Adrian yang menggantikannya, untuk mengetahui apakah calon yang dipilih ibunya bisa menerima kekurangan pria yang dinikahinya. Tapi takdir berkehendak lain, rencana yang disusun kedua orang tuanya yang juga melibatkan Adrian, kakak satu ayah dengannya, gagal total. Karena Adrian dan Devita, wanita yang dipilihkan ibunya untuk jadi istrinya, akhirnya saling mencintai. "Di depan belok kiri, A'!" Seruan Aisah menyadarkan Arya dari lamunannya. "Dibelokan itu ya?" "Nggih" Aisah menganggukan kepalanya. Adrian membelokan mobilnya, untuk memasuki jalan menuju rumah orang tua Aisah. "Yang itukan rumahmu?" Adrian menunjuk rumah panggung dengan cat warna biru. Rumah yang sederhana, namun terlihat asri dan nyaman, karena banyak tanaman di sekelilingnya. Arya memarkir mobilnya di halaman rumah Aisah, Aisah ke luar dari dalam mobil diikuti oleh Arya. "Boleh aku bertemu orang tuamu?" Tanya Arya, Aisah menjawab dengan anggukan kepalanya. Pintu depan terbuka, tampak Pak Ipin muncul dengan tongkat terjepit di kedua belah ketiaknya. Arya terpaku di tempatnya, supir yang dulu mengantarkannya kemanapun itu terlihat dangat berbeda dari terakhir ia melihatnya.   BERSAMBUNG
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN