Chap. 1

1246 Kata
"Ma, minjem pulpen dong.." "Ma, minjem buku dong.." "Ma, minjem tas dong.." "Ma, minjem baju dong.." "Sekalian aja pinjem Bapak gua!" Teriak gadis dengan rok selututnya itu keras. Matanya menatap tajam pada para sahabatnya yang kini tertawa. "Maaf, deh. Ciama kan punya semuanya." Gadis itu mendengkus mendengarnya. Ciama Agnida Risolv. Gadis berumur 21 tahun yang kini tengah menempuh semester akhir dalam pertarungannya di dunia perkuliahan. Mengambil jurusan bisnis yang menjadi jurusan turun temurun keluarganya, Ciama berhasil membuktikan pada semua orang bahwa tidak semua orang kaya akan berhasil dengan uang. Karena pada kenyataanya Ciama berhasil bertahan sampai di semester akhir ini tanpa sogokan sedikitpun dari keluarga besarnya. Ya, walau UKT yang harus dibayar bukan main besarnya karena pekerjaan sang ayah. Ciama termasuk gadis periang. Memiliki sejuta senyum manis yang bisa menaklukan banyak hati. Terutama pada kaum lelaki yang berniat menjadikan Ciama koleksi. Ciama juga termasuk perempuan yang buta akan percintaan. Karena dalam hidupnya, setidaknya hanya sekali Ciama pernah menjalin hubungan yang dinamakan pacaran. Selain karena Ciama tidak bisa berpacaran, Ciama juga sudah memiliki titik hatinya. Juga karena ia tidak diperbolehkan berpacaran oleh sang ayah. Dilarang keras! Ya, begitulah sistem keluarganya. Walau terdengar kuno karena tidak boleh berpacaran, namun itu cukup ampuh. Karena Ciama jadi bisa menyimpan pesonanya hanya untuk dambaan hatinya saja. Dan karena tidak boleh berhubungan dengan laki-laki dalam artian berpacaran, Ciama juga jadi sedikit bebas. Tidak harus terkekang dengan segala macam keposesifan, kemanjaan, dan segala ke-ke lainnya yang terkadang membuat beberapa pasangan akhirnya memilih putus dan berakhir mengenaskan. Ciama juga jadi tidak perlu merasakan sakit hati dan menangis malam termasuk move on. Maka dari itu wajahnya selalu terlihat ceria dan tanpa beban. Karena memang tidak ada beban. Ciama Agnida Risolv, anak pertama dari dua bersaudara. Ciama termasuk anak yang beruntung. Selain memiliki otak yang cukup mudah meresap pelajaran, gadis itu juga mendapatkan anugerah yang luar biasa. Keluarga lengkap, harta yang cukup dan wajah yang luar biasa cantik. Ciama juga bukan sosok sombong yang enggan memberi. Berbicara tinggi karena kedudukan keluarganya, atau suka menghamburkan uang. Sayangnya, Ciama bukan anak yang seperti itu. Ciama memang sedikit boros. Boros untuk selalu mentraktir teman-temannya jika ia mendapat kesenangan. Boros karena selalu memberi banyak pakaian--untuk diberi pada orang yang membutuhkan. Boros karena selalu memakai uang yang banyak hanya untuk membuat orang yang tak ia kenali tersenyum bahagia. Ya, begitu kata boros menurut Ciama. Berbeda dengan hidupnya yang bergelimang harta, makanan kesukaan Ciama tidak sebanding dengan kedudukan ayahnya. Satu piring nasi goreng Mang Jamat dengan satu teh manis hangat buatan Bu Sri adalah makanan yang paling Ciama sukai. Terutama pempek dekat pertigaan yang sejak jaman Mamanya didekati Papanya. Seblak yang harganya hanya sepuluh ribuan, lalu boba yang lima ribuan. Tidak ada bandingannya dengan makanan yang hanya satu titik tapi harganya selangit. Ciama juga alergi pada ikan mentah. Seperti sushi dan makanan lain yang di dalamnya terdapat ikan mentah. Ya, lambung Ciama memang cocoknya jadi orang pas-pasan saja. Dan satu hal yang harus diketahui tentang Ciama. Hal paling penting dan hampir semua orang yang kenal dengan Ciama tahu. Seseorang yang telah menikam sangat dalam hati Ciama, sampai-sampai gadis itu tidak bisa membuka hatinya untuk orang lain. Marcel Samana Adyatama. Lelaki beruntung yang menjadi sosok impian Ciama. Lelaki yang entah sejak kapan menempati hati Ciama. Lelaki yang entah kenapa selalu bisa membuat Ciama tersenyum senang kala melihatnya. Lelaki yang selalu bisa membuat hati Ciama seakan terombang-ambing. Lelaki yang selalu bisa membuat jantung Ciama seakan naik roller coster sendirian. Sungguh, lelaki ini adalah sosok yang bisa membuat Ciama jatuh dan semangat di setiap harinya. Lelaki yang Ciama kenal lewat saudaranya yang tak lain adalah Riandra Anggara Risolv. Marcel adalah lelaki pertama dan terakhir yang tidak pernah terganti oleh siapapun dalam hati Ciama. Dan Marcel juga adalah lelaki yang pertama kali menorehkan luka pada Ciama. Dengan mengatakan bahwa gadis itu hanya dianggapnya sebagai adik. "Lo pasti lagi mikirin Marcel, kan?" Tebak Nina. Gadis yang memakai baju lengan panjang yang seperti kemeja namun bentuknya panjang ke bawah, mencapai lutut dengan celana legging berwarna hitam. Teman Ciama yang berbeda jurusan tapi selalu ada ketika Ciama membutuhkan bantuan mengenai masalah percintaan. "Iyalah!" Jawab Ciama semangat. "Hari ini dia udah kabarin lo?" Kali ini yang bertanya adalah Shasa. Salah satu teman Ciama yang satu jurusan dan satu nasib. Tidak pernah berpacaran. Tapi sekalinya suka, bucin sampai tulang. "Belum," jawab Ciama lesu. "Berharap banget ngabarin. Bukannya cuman adik?" Nah, untuk yang satu ini adalah Adel. Gadis yang menjadi teman wanita terdekat Ciama. Gadis dengan mulut pedas dan tubuh menjulang tinggi.  Seperti lelaki. Apalagi melihat tubuhnya yang kekar bukan main. Adel juga satu-satunya teman yang satu sekolah dengan Ciama semasa SMA. Sayangnya ketika berkuliah mereka tidak satu jurusan. Adel memilih masuk ke jurusan kedokteran dibanding bisnis. Menurutnya bisnis terlalu membosankan. "Kok lo gitu, sih?!" Sungut Ciama dan Shasa tidak terima. Adel hanya mengedikan bahunya acuh. "Adelia Riazka. Tolong dikondisikan bahasanya, ya.. temen-temen lo ini baperan," ujar Kemal yang sebenarnya berniat meledek. Ciama mendengkus keras mendengarnya. Kemal dan Adel itu sebelas dua belas. Selalu bisa membuat Ciama negative thingking dibanding positive. Karena menurut mereka, kalau ada yang negatif, kenapa harus positif? "Udahlah, gak usah buat ribut," lerai Rifki. "Emang Rifki doang yang paling waras. Sisanya gak ada yang waras. Terutama Adel sama Kemal!" Shasa mengangguk semangat. Gadis yang memakai kacamata berwarna pink di bagian batangnya itu merangkul Ciama sayang. Rifki terkekeh melihatnya. "Eh, iya, Januar gak ke dosen?" "Ngapain?" Tanya Januar. Teman terakhir yang Ciama punya. Maksudnya teman dekat. Januari Nosept. Lelaki yang memakai kaos  polo berwarna hitam dengan celana jeans selutut dan kacamata minus 3 itu menatap Ciama bingung. "Eh, emang gak jadi asdos lagi?" Tanya Ciama bingung. "Udah lama kali keluar. Dari semester 4. Iya kan, Januar?" Ujar Shasa. Januar mengangguk singkat. Lelaki itu menatap Ciama dengan halis terangkat. "Gak dibayar bukan?" Bisik Ciama kecil. Pletak. "b**o!" Umpat Ciama geram. Kepalanya baru saja dihantam sebuah buku tebal oleh Januar. "Kalau gua gak dibayar, gua bisa bayar UKT dari mana?" Ciama langsung menyengir lebar. "Terus kenapa berhenti? Kan cukup buat bayar UKT sama makan." "Capek," jawab Januar singkat. "Jangan jawab gitu, Jan. Entar disangkanya lo cowok cool. Padahal pecicilan kaya badak mandi," celetuk Kemal santai. Tentu saja Januar langsung mendelik tak terima. "Emang capek sih.. tapi sayang. Oh iya, gimana kalau lo jadi asisten gua aja, Jan? Gak dibayar tapi. Seikhlasnya," ujar Ciama yang lagi-lagi mendapat pukulan di kepala oleh Januar menggunakan buku. "Itu lebih males!" Ciama tertawa. Teman-temannya yang lain juga ikut tertawa mendengarnya. "Terus, lo kerja?" "Nggak. Bokap sama Nyokap udah balik." "Makanya jangan kabur-kaburan!" Ujar Adel pedas. Benar, Januar sempat kabur karena tidak mau masuk ke jurusan binis atau sastra. Karena kedua jurusan itu adalah keinginan orang tuanya. Sedangkan Januar ingin masuk ke jurusan kedokteran bagian spesialis jantung. Dan tentu saja orang tuanya menentang. Selama 4 tahun ini Januar kabur ke Jakarta. Sedangkan orang tuanya di Bandung ia tinggalkan. Padahal Januar anak pertama. Dan lelaki itu juga adalah anak yang mungkin akan menjadi penerus. Karena hal itu orang tuanya ingin Januar masuk ke jurusan yang tepat. Dan Januar dengan pintarnya kabur tanpa sepeser uangpun. Memang anak pintar. Namun berkat bertemu dengan Ciama, hidupnya tidak sesengsara itu. "Bagus deh, gua jadi gak usah biayain badak mandi lagi." "Sialan lo!" Ciama tertawa. Selama ini memang Ciama yang selalu memberikan kebutuhan Januar. Awalnya tanpa sepengetahuan Januar, namun lama kelamaan lelaki itu tahu. Dan sempat meminta penjelasan. Namun Ciama buru-buru berkelah dengan mengatakan jika ia hanya ingin membantu. Padahal sebenarnya karena Mamanya dekat dengan Mama Januar dan menitipkan Januar pada mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN