Papendak alias Bertemu
Pergi ke pernikahan mantan mungkin akan menjadi hal yang horor sekaligus mengerikan bagi sebagian orang. Apalagi mantan yang masih sangat sulit untuk dilupakan. Makin terpaculah adrenalin untuk mendatangi 'tenda biru' itu.
Hal itu yang kini terjadi pada Rena, gadis cantik berwajah oriental. Dengan berat hati, ia harus bertemu dengan sang pujaan hati di pelaminan. Bukan sebagai mempelai wanita, tapi sebagai tamu undangan.
Ironis!
Ya, mau bagaimana lagi?
Namanya juga bukan 'jodoh'.
Meski hati Rena masih tak sanggup melihat sang mantan kekasih bersanding dengan wanita lain. Tapi, Rena tak mau menjadi gadis pengecut. Ia harus menunjukkan bahwa ia juga bisa bahagia tanpa sang mantan kekasih yang dulu pernah berjanji untuk menua bersama.
Saat ini,
Gadis bermata sipit itu sudah siap dengan setelan batik khas untuk kondangan. Dress tanpa lengan yang menutupi hingga lututnya itu terbalut indah membentuk lekuk tubuh Rena yang memang sejatinya sudah sangat indah. Rambutnya ditata sederhana, namun tak mengurangi kecantikan paripurna dari seorang Renata Dwi Putri binti Atuy Sujana.
"Aa, beneran ini teh gak mau nganterin? Udah mah ke pernikahan mantan, sendirian lagi! Kelihatan pisan jonesnya... Aa atuh ih! Ya, anterin sebentaaaaaar aja!", rengek Rena. Gadis berkulit putih itu sudah berdiri di tepi ranjang sang Kakak.
Sang kakak, Jefri Eka Putra atau lebih sering dipanggil A Jay itu malah kembali menyelimuti seluruh tubuhnya untuk kembali tidur. "Di kuburan juga nanti sendirian, Dek!", ucapnya.
Rena menolak pinggang sambil mengerucutkan bibirnya "Ya, iya sih. Tapi kan--"
"Ya, udah. Gak usah datang aja. Simple!" A Jay menyela ucapan Rena dengan malas, pemuda bertubuh bongsor itu malah mengeratkan pelukannya pada guling yang ada di ranjangnya.
"Nanti, dikira aku gagal move on lagi."
"Emang kan!", sahut A Jay dengan cepat.
Rena memang 'gamon' alias gagal move on, tapi Rena gengsi harus menghindari mantan kekasih perkara gagal move on. Malu sama anak kucing tetangga dong, pikirnya.
Dengan langkah kaki yang sengaja dihentak-hentakan, Rena keluar dari kamar sang Kakak. Memang sangat sia-sia ia merengek pada A Jay sejak tadi subuh. Kakaknya itu memang susah untuk diajak kompromi.
Rena berjalan ke arah dapur untuk pamit pada Mamahnya yang masih sibuk memasak siang ini. "Mah, Adek berangkat dulu ya!", pamitnya sembari mencium tangan wanita cantik yang kini sudah memiliki beberapa kerutan di wajah teduhnya.
"Iya. Hati-hati, Dek!"
Sekarang,
Rena tengah mengendarai mobilnya menuju pernikahan sang mantan dengan tenang, walaupun sebenarnya hatinya tak tenang sama sekali.
Lokasi resepsi pernikahannya memang gak jauh, tapi gak dekat juga. Rena tinggal di daerah Parungkuda, dan resepsinya ada di daerah Baros, jadi ia bawa mobil sendiri. Ditambah A Jay, sang kakak durhaka itu tak mau mengantarnya. Katanya, Dia capek! mau hibernasi. Padahal kalau A Jay mau ikut, Rena bisa pura-pura bawa kekasih baru gitu. Biar gak keliatan gagal move on banget. Karena Mark, sang mantan kekasih Rena tak mengenal wajah A Jay yang baru kembali dari studinya di Jerman.
Rena terus menyusuri jalanan yang tak cukup ramai. Karena, gadis itu memilih jalan pintas. Ya, bakalan terjebak macet kalau memanfaatkan jalan kabupaten. Setelah hampir satu jam gadis cantik itu membelah jalanan, ia sampai di venue resepsi pernikahan Mark dan calon istrinya.
ᮝᮤᮜᮥᮏᮩᮀ ᮞᮥᮙ᮪ᮕᮤᮀ
Wilujeung Sumping
(Selamat Datang)
Itulah tulisan yang menyambut kedatangan Rena. Tak hanya itu, ada tulisan nama Mark dan Mina juga yang terpajang di beberapa sudut vanue.
Harusnya nama aku tuh yang tertulis di sana, batin Rena.
Tiba-tiba band di sudut vanue menyanyikan lagu Armada yang judulnya 'Harusnya Aku', ~Harusnya aku yang di sana, dampingimu dan bukan dia, harusnya aku yang kau cinta dan bukan dia~
"Kampret! Kayaknya personel band itu cenayang deh! Tahu aja mantan yang gagal move on datang.", gerutunya.
Rena pun berjalan entah kemana tujuannya. Ia bingung dan canggung lebih tepatnya. Tak ada orang yang bisa ia ajak ngobrol. Walaupun begitu banyak orang yang datang, tapi Rena tak punya kenalan di sini.
Mungkin begini rasanya kesepian di tengah keramaian, pikir Rena.
Kalau boleh jujur, Rena hanya mengenal Mark, sang mempelai pria. Untuk mempelai wanitanya, Rena hanya sedikit tahu tentang Mina. Karena, mereka pernah satu kampus saat kuliah di Jakarta, walaupun gak begitu kenal. Jadi ya, benar-benar seperti uji nyali. Tinggal bawa lilin dan helm berkamera. Jangan lupa lambaikan tangan ke kamera kalau sudah gak sanggup.
Setelah dirasa cukup beruji nyali, Rena melangkah untuk kembali menguji adrenalinnya. Ya, apalagi kalau bukan mengucapkan 'Selamat Menempuh Hidup Baru' pada kedua mempelai yang tengah duduk bahagia di pelaminan. Rena membuang napasnya dengan kasar. "Ren, yuk bisa yuk!", monolognya. Ia menyemangati diri sendiri dengan kedua tangan yang sengaja dikepalkan, berpose memberi semangat.
Langkah demi langkah ia ambil hingga langkah itu membawanya sampai di pelaminan.
"Eh mantan!" goda Mark. Lelaki itu selain receh memang sedikit slengean. Padahal calon, eh- maksudnya istrinya berdiri di samping.
"Selamat ya, Mark. Semoga langgeng sampai maut memisahkan.", ucap Rena. Ia pun menjabat tangan Mark sambil tersenyum manis, meski hati tengah teriris.
"Serius gak nih?" tanya Mark masih dengan nada menggoda.
Rena hanya merutuki masa lalunya sekarang. Entah kenapa dulu Rena jatuh cinta pada pria yang cukup menyebalkan itu. Ya, 'cinta itu buta' kalau kata Armada.
"Seriuslah. Selamat ya, Mina." Rena beralih menjabat tangan sang mempelai wanita.
"Terima kasih, Ren." ucap Mina dengan ramah. Mina memang mengenal Rena. Karena dulu saat di kampus, Rena lumayan terkenal karena kecantikan dan kepintarannya. Most Wanted kalau kata anak Jaksel mah.
"Ren, sendirian aja?" tanya Mark. Ia masih ingin menggoda sang mantan kekasih yang katanya belum bisa move on itu.
Rena hanya meringis canggung.
Berlainan dengan Mina yang menyikut perut Mark. "Sembarangan! Tuh liat pacarnya di belakang.", ucapnya.
"Pacar?", gumam Rena pelan. Ia datang ke sini sebagai pemain tunggal kok. Gak ganda campuran, pikirnya.
"Aa, kesini! Kasian pacarnya sendirian." Mina sedikit berteriak memanggil seseorang yang berdiri di sana.
Rena menolehkan kepalanya melihat seseorang itu.
Dia siapa?, batinnya.
"Dia bukan pacarku!", ucap Rena.
"Gak usah malu-malu gitu atuh Ren. Itu baju udah couple-an juga.", timpal Mark dengan sedikit kekehan. Pria itu bahkan sengaja menyenggol bahu Rena dengan pelan.
"Baju?", entah pada siapa Rena bertanya. Ia hanya menatap pria yang berdiri di depan sana. Benar saja, pria itu memakai baju batik yang sama dengan Rena. Corak, motif, warna, dan segalanya sama percis. "Gusti! Kok bisa sama? Malu pisan Gusti Nu Agung!", Rena bergumam pelan.
Pria berbaju batik dengan wajah dingin dan tampan secara bersamaan itu berjalan mendekati pelaminan. Sedangkan, Rena bingung harus berbuat apa sekarang. Ia membeku menatap pria berbaju batik itu.
'Sial', kata itu yang mungkin cocok untuk menggambarkan keadaan Rena saat ini. Di pernikahan mantan, sendirian, gagal move on, ketemu pria dengan batik yang sama. Malunya bertambah berkali-kali lipat. Sejujurnya, urat malu Rena sekarang sudah putus saking malunya. Rasanya mau menggali kuburan aja langsung atau enggak pakai topeng Power Ranger kuning aja biar makin lawak. Harusnya Rena nurut sama A Jay. Kalau dia gak datang ke sini, gak bakal kaya gini jadinya.
Tapi, di samping semua itu, Rena cukup bersyukur juga sih sebenarnya. Karena, selain Aa Batik itu kasep kabina-bina, ia juga jadi tak malu-malu amat saat ditanya datang sama siapa.
Tapi tetap saja woy! Dia siapa? Dan kenapa batiknya sama, batin Rena.
"Ayo! Aa sama Teteh kalo mau difoto, berdirinya jangan di sana ya. Di samping kedua mempelai aja, biar cepet nyusul!", tiba-tiba seorang Photographer datang dan dengan sedikit SKSDSC alias 'Sok Kenal Sok Dekat Sok Cakep', mengintruksikan agar Rena dan pria berbaju batik itu berdiri mengapit kedua pengantin.
Bodohnya, Rena malah nurut.
Meski dengan mengulum senyuman canggung, Rena berdiri tegar di depan kamera.
Cekrek!
Cekrek!
Rena bernapas lega saat beberapa foto selesai diambil, baru saja ia akan turun pelaminan, langkahnya kembali terhenti.
"Aa sama teteh kesini deh, minta waktunya sebentar." ucap si Photographer pada Rena dan pria tadi.
"Kenapa, Kang?" tanya Rena.
"Pose sebentar aja... Di situ doang, buat laporan ke boss, hehe.", pinta si Photographer dengan sedikit memaksa.
"Harus kita berdua?", kini pria berbaju batik itu yang bersuara.
"Iya, hehe. Soalnya Aa sama Teteh serasi pisan. Jadi, sangat amat begitu mubazir kalo gak diabadikan di kamera saya." ucapnya sambil terkekeh ringan, menampilkan deretan giginya yang begitu rapi.
"Boleh ya, satu jepretan doang!", si Akang Photographer itu terus memaksa.
"Gimana, Teh?", pria tadi malah bertanya pada Rena.
Rena jadi salah tingkah karena pertanyaan itu. Rena memainkan ujung rambutnya sekilas. "Kayaknya gak masalah, kalo satu doang.", ucapnya dengan canggung.
Rena dan pria itu pun berjalan ke depan photoboot yang tersedia di salah satu sudut vanue. Photoboot yang dipenuhi dengan bunga-bunga dengan berbagai macam warna dan ukuran itu begitu cantik. Berbanding terbalik dengan keadaan Rena dan pria itu, keduanya hanya berdiri kebingungan seperti anak hilang.
"Agak deketan atuh Teh, masa sama pacar aja social distancing." ucap si Photoghrapher yang melihat Rena dan pria itu berdiri dengan canggung dan begitu berjauhan.
"Corona, Kang." timpal Rena dengan cepat.
"Udah gak ada Corona, udah vaksin semua." ucap si Photographer.
Mamah, kumaha atuh ih? Mau pulang aja! batin Rena terus menjerit-jerit. Gadis cantik itu langsung terperanjat kaget saat pria di sampingnya tiba-tiba merangkul pinggangnya tanpa permisi.
"Eh!" pekik Rena.
"Maaf Teh. Bukan mau lancang, tapi biar bagus aja nanti di fotonya, hehe." Pria di samping Rena itu terkekeh kecil sambil tersenyum manis hingga kedua matanya ikut melengkung tersenyum.
Rena mengerjapkan matanya beberapa kali. Haduh Gusti, lemah aku tuh liat yang manis-manis begini, batinnya.
"Oh ya, belum kenalan! Jevano, tapi lebih sering dipanggil Jeno."