AWAL MITA MENGGODA IGRA

1324 Kata
“Tahan Nin, jangan disebar dulu faktanya sampai dia tiba disini. Kalau fakta sudah tersebar, dia tak akan datang. Panggil saja kesini,” Gara meminta bukti kebusukan Mita jangan disebar saat ini. Anin langsung menghubungi Mita dengan di speaker “Kenapa nih Nin, tumben telepon.” “Tolongin aku dong temenin aku di rumah sakit Kusuma. Cepetan sekarang juga, aku penting banget, aku takut sendirian.” “Kamu sakit apa?” tanya Mita sedikit gugup. Tadi dia mendengar Lesha juga masuk rumah sakit. Dia pikir mungkin Anin sendirian karena mama dan papanya pasti menemani Lesha. “Kamu ke sini, kamu lagi di rumah kan? nggak kemana-mana kan? Apa kamu lagi pergi? Biasanya kalau aku cari kamu, pasti kamu ada saja alasannya .” “Enggak, aku di rumah. Oke aku on the way, tunggu aku paling 20 menit lah kalau aku dapat ojeknya nggak lama. Aku naik taksi online kok.” Igra lemas, dia tak bisa bicara apa pun. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ Igra ingat pertemuannya dengan Mita dulu. “Abang jadi jemput Anin,” tanya Lesha malam itu. “Jadi kamu ikut ya?” Igra ingin perjalan ke luar kita bersama dengan istrinya. “Aku besok ada seminar sampai jam 02.00, kasihan Anin kalau harus nunggu. Sudah Abang berangkat saja langsung dari sini pagi, kan Anin yang bilang minta dijemput habis makan siang karena mereka perpisahannya makan siang. Kalau jam 02.00 aku baru selesai mungkin jam 03.00 kita baru jalan, kasihan lah sampai Sumedang jam berapa. bisa-bisa jam 08.00 jam 09.00 malam. Kasihan Anin.” “Padahal aku maunya jalan sama kamu,” bujuk Igra. “Ya nggak bisa. Kalau nggak ada seminar sih aku bisa, atau aku cuma peserta seminar, bisalah aku kabur. Besok aku kan pembicara, nggak mungkin lah aku tinggalin tugasku demi jemput Anin, demi nemanin kamu, bukan nggak cinta kamu dan nggak cinta Anin.” “Kamu tahu lah gimana sayangnya aku ke Anin, lebih dari adik kandungku sendiri.” “Iya Abang ngertiin kok Honey, tenang saja, dia juga suka kok punya Teteh perempuan, eh Teteh pasti perempuan ya, maksudku dia senang kok punya kakak perempuan.” “Tapi sekarang kasih jatah dulu kan?” ucap Igra. “Pasti deh maunya gitu, padahal juga besok kan cuma PP saja, paling sampai sini jam 10-an nggak mungkin juga nginep kan dan Anin juga enggak nginep sini, kayak besok enggak bisa aja.” “Enggak lah enggak nginep, paling jam 01.00 siang Abang sampai sana ya sekitar jam 5-an sudah sampai sini,” jelas Igra. “Oke,” jawab Echa, dia tak bisa mengelak serangan suaminya. Sebenarnya beberapa kali dia sudah memberitahu Anin kalau dia tidak bisa jemput, tapi apa mau dikata Anin selalu memaksa dia menjemput menemani kakak kandungnya. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ “Abang kenalin ini sahabatku,” ucap Anin saat habis memeluk abangnya. “Kamu tuh kayak anak kecil saja setiap ketemu langsung peluk,” walau mengejek Anin tetap saja Igra memeluk adiknya dengan erat. “Yah peluk Abang sendiri kenapa sih, lagian selain aku cuma Teteh kan yang suka peluk-peluk. Sudahlah nggak usah protes gitu,” ucap Anin sambil mencium pipi kakaknya. Igra dan Mita bersalaman “Abang ponsel aku mati barusan saja pas aku lihat mobil Abang masuk, tolong fotoin aku dong pakai ponselnya Abang. Aku mau ngecas barusan tanggung nanti ngecas di mobil Abang saja ya,” pinta Anin pada abangnya. Tanpa keberatan Igra pun mengambil foto-foto yang Anin mau. Dia sangat memanjakan Anin, adiknya yang usianya berselisih 6 tahun. Istrinya selisih 4 tahun sedang Anin itu 2 tahun di bawahnya Echa. Igra terbahak saja melihat bagaimana pose-pose Anin yang kadang benar-benar absurd menurutnya. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ ‘Kak, saya Mita kawannya Anin, terima kasih ya foto-fotonya.’ Igra membaca pesan yang dikirim dari nomor yang mengaku bernama Mita, memang nomor itu yang dikirimi foto oleh adiknya, padahal dia belum tiba di rumah tapi nomornya Mita sudah mengirim pesan, mungkin karena Mita sudah bersantai, sebab tadi dia memang mengantar Mita dulu baru pulang ke rumah orang tuanya untuk mengantar Anin. Tadi Igra juga berkenalan dengan dua adik Mita karena dia sempat turun menurunkan barang-barangnya Mita bersama Anin. Seperti biasa Igra itu kalau sudah di rumah jarang buka ponsel, kalau tidak ada telepon masuk dia tidak akan memegang ponselnya. Di rumah adalah waktu untuk istrinya. Itu yang dia tekankan, karena dia dan Echa benar-benar sibuk, sehingga di rumah Igra dan Lesha sepakat tak memegang ponsel kalau tak urgent sekali. Semua kerabat Echa dan Igra tahu itu. Sekarang Igra sudah tiba di kantor baru dia buka pesan-pesan yang masuk sejak kemarin. ‘Maaf baru buka pesan, saya tak pernah pegang handphone bila di rumah, sebab di rumah quality time untuk saya dan istri. Istri suka ngambek kalau enggak dipeluk sepanjang hari bila kami bersama.’ ‘Iya tak apa Kak, terima kasih dan salam manis untuk istri tercinta. Saya sudah dua kali bertemu Teteh Echa.’ Igra tak membalas lagi pesan itu. Dia sibuk bekerja. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ ‘Wah jadi pengen dipeluk juga.’ Dua hari kemudian, ada reply pada pesan Igra yang mengatakan istri suka ngambek kalau tak dipeluk ‘Ayo sini Kakak peluk,’ tanpa niat buruk Igra membalas dengan canda. ‘Wah mau banget, eh jangan dibawa serius Kak, becanda.’ ‘Selamat kerja semangat ya Kak,’ itu awalnya pesan berkelanjutan dari Mita, lalu setiap hari sepi rasanya bila tak saling goda dengan Mita. Igra seperti kecanduan berbalas pesan dengan gadis belia itu. ‘Sekali-sekali makan siang bareng yok, bosan tiap siang cuma chat,’ ajak Igra iseng. ‘Oke banget Kak, siapa takut?’ balasan tak terduga Igra dapat dari Mita. Mereka pun janjian besok akan bertemu di cafe MADUKU ~ TIGA dekat kantor Igra. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ “Sudah lama? Kenapa enggak langsung masuk saja?” Igra yang baru turun mobil melihat Mita menunggu di pintu luar cafe. “Takut Kakak enggak dateng, aku malah bengong lama di cafe, kalau di luar kan aku bisa langsung pergi kalau Kakak batal datang,” jawab Mita dengan senyum manis “Ya sudah, masuk yok,” ajak Igra. Dia tak berpikir akan berhubungan serius dengan Mita, hanya senang dengan keceriaan gadis itu saja. “Ups,” Igra segera menahan tubuh Mita yang terpeleset karena tak melihat ada undakan jadi terantuk. “Aaaah, kesampean juga dipeluk Kakak,” bukannya gugup, Mita malah senang saat Igra sudah melepas tangannya dari pinggang saat menahan tubuhnya agar tak jatuh. “Kalau gitu Kakak peluk dengan sengaja deh, tadi kan enggak diniatin, cuma bantu kamu agar enggak jatuh,” Igra memeluk Mita kembali layaknya memeluk Anin. Dia kecvp kening Mita serasa adiknya saja. “Kak?” “Eh salah ya? Kakak merasa kamu sama saja dengan Anin.” “Aku Mita Kak, bukan Anin,” Mita mengecup bibir Igra selintas membuat Igra termangu sebelum masuk ke cafe. Igra sadar, dengan mengatakan dia Mita bukan Anin dan sekilas menyentuh bibirnya, Mita tak mau dianggap sekadar adik oleh Igra. ‘Aku tak akan berpaling, toh tadi bukan aku yang memulai. Harus ku hentikan semua ini. Habis makan siang, akan aku sudahi semua kebiasaankh ngobrol dengannya via chat.’ ‘Untung selama ini semua chat aku hapus, sebab aku tak mau ada salah duga dari Echa. Hanya Echa yang aku cintai,’ Igra menetapkan hati sebelum masuk cafe. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈  ‘Malam dingin, rasanya enak kalau dipeluk Kakak nih,’ pagi-pagi Igra iseng membaca chat masuk saat di lampu merah. ‘Maaf kalau sudah di rumah enggak pegang HP, konsentrasi penuh ke istri, jadi ya jangan asal kirim pesan, sebab Kakak dan istri bisa saling buka ponsel, kami tak ada rahasia.’ Igra kaget membaca pesan menyerempet dari Mita, kalau dibaca Echa duluan kan bisa bahaya, nanti Echa menduga dia punya afair dengan Mita. Bisa gawat. Itu sebabnya Irga langsung ‘menegur’ Mita agar tak asal kirim pesan. ‘Iya Kak enggak apa, maaf, enggak akan kirim pesan saat malam lagi deh. Memang Kakak sekarang di mana masih pagi?’ ‘Lagi di jalan mau ke kantor.’ “Semangat Kak, kangen maksi bareng,” Mita langsung menghubungi dengan menelepon saat diberitahu kalau Igra sudah di jalan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN