(6) Pekara Panggilan

1292 Kata
"Ay! Kata lo kan calon suami lo itu kerja kantoran tapi kenapa tadi keliatan muda banget? Umurnya beneran dua puluh enam tahun? Nggak keliatan sama sekali Rin, ya mungkin karena pakaian santainya tadi yang bukan pakaian kantoran makanya kelihatan jauh lebih muda tapi tetap aja, nggak keliatan setua itu juga Ay! Lebih-lebih lo manggilnya malah Kakak, makin muda aja kedengarannya." Gue tersenyum tipis dengan semua pertanyaan Yuni barusan, Yuni nanya apalagi menguraikan pendapatnya tentang Kak Ken ke gue sekarang? Bisa banget bahasanya dalam menggambarkan penampilan Kak Ken tadi. "Gue mana tahu penampilan Kak Ken tadi Yun, ketemu langsung aja enggak, kelihatan muda atau enggak ya jadi gue juga nggak tahu cuma kalau untuk umur ya memang segitu dan kerjaannya juga jelas kok, Kak Ken kerja kantoran walaupun gue nggak tahu jabatannya apa harusnya itu halal udah lebih dari cukup, kalau mengenai panggilan gue ke Kak Ken, itu memang udah dari dulu, lo lupa kalau gue tahu dijodohin dari gue kecil? Kayanya dulu berasa canggung aja kalau manggil Mas untuk laki-laki yang nggak gue kenal jadi gue cari aman, manggil Kakak." Jelas gue nggak kalah panjang juga, lagian bukan tanpa alasan gue manggil Kak Ken dengan sebutan Kakak, katanya Bunda orangnya memang keliatan jauh lebih muda dari umurnya jadi nggak masalah menurut gue. "Oke katakanlah pekerjaan dan umurnya nggak ada masalah, beda usia empat tahun biasalah itu tapi mengenai panggilan Kak, bukannya lo nggak pernah ketemu langsung sama Kak Ken? Lo secara langsung nggak tahukan reaksi calon suami lo itu sewaktu lo panggil Kakak? Dapet nomer teleponnya aja baru pas tunangan, kapan lo ngomongnya?" Lanjut Yuni masih sangat penasaran mengenai panggilan gue sama Kak Ken sekarang, semenarik itukah pembahasan mengenai pekara panggilan doang? Memanglah Yuni, kalau masih ada yang mengganjal di hati pasti bakalan ditanya terus sampai rasa ingin tahunya terpuaskan. "Siapa bilang gue nggak pernah ketemu langsung sama Kak Ken, kita berdua pernah kok ketemu." Yuni lupa ingatan ni kayanya, kan gue udah penah cerita. "Kapan? Kok gue nggak ingat? Kapan lo pernah ketemu sama Kak Ken bukannya rencana lo itu ketemu pas hari pernikahan? Kapan lo ketemunya?" Yuni nanya nggak ada santai-santainya lagi, masih untung Yuni nggak ngedeprak meja sekarang karena memang nggak ada meja di dalam mobil, kalau enggak gue nggak bisa ngebayangin ngimana mukanya orang yang punya toko di dalam tadi begitu tahu mejanya di deprak sama Yuni sembarangan. "Kan gue udah pernah cerita Yun, gue pernah ketemu sama Kak Ken sebelum ini, pas ulang tahun gue yang ke sepuluh, dua belas tahun yang lalu saat gue pertama kali di kasih tahu kalau Kak Ken yang akan menjadi suami gue dimasa depan, masa lo lupa? Parah ingatan lo sekarang." Raut wajah Yuni langsung berubah begitu mendengarkan jawaban gue, muka antusiasnya tadi juga menghilang seketika, Yuni bahkan menghembuskan nafas dalam sembari menggepalkan jemarinya kuat, merebahkan tubuhnya untuk bersandar di kuri kemudi sembari menatap gue dengan tatapan kesalnya sekarang. "Ck! Dua belas tahun yang lalu itu zaman apa? Ay! Mukanya Kak Ken lo itu udah jelas berubah banget sekarang, anak-anak dulu ya memang manggil semua orang Kakak, jarang banget Mas ke orang lain kalau bukan keluarga dekatnya, gue kirain ketemu yang lo maksud itu kapan, ternyata oh ternyata pas umur lo sepuluh tahun? Kehabisan kata gue sama lo berdua, jadi setelah dua belas tahun baru tadi lo ketemu lagi sama tunangan lo tanpa sengaja?" Dan gue mengangguk mengiyakan, ya memang begitu, gue udah nggak ketemu sama Kak Ken memang selama itu dan omongan Yuni barusan juga bener, Kak Ken pasti udah berubah jauh sekarang, Kak Ken yang gue lihat dulu adalah seorang anak SMP dan sekaranng Kak Ken malah udah kerja, jelas tampangnya udah berbeda jauh, nggak ada yang salah tapi kan tetap aja, hitungannya gue pernah ketemu langsung sama calon suami gue. "Udah biasa aja Yun, pilihan nggak ketemu dulu juga keinginan gue jadi nggak ada yang harus gue permasalahkan, lo juga nggak usah pusing sendiri mikirin urusan gue sama Kak Ken, sejauh ini aman pokoknya." Gue tersenyum manis menatap Yuni sekarang dan Yuni yang tadinya menatap gue kesal juga balik menatap gue dengan senyumannya sambilan geleng-geleng kepala, yang penting Yuni nggak usah pusing sendiri, keadaan gue bisa di bilang cukup baik sekarang. "Tapi apapun, gue cukup salut dengan sikap tunangan lo itu tadi, dia tahu kalau lo nggak mau ketemu dia sebelum hari pernikahan jadi dia membuat diri lo senyaman mungkin, rela pergi lebih dulu cuma supaya lo nggak telat pulang ke rumah, udah gitu nitip salam lagi ke calon mertua, wah, paket komplit banget itu Ay! Memang ya kadang pernikahan yang diawali engan perjodohan juga nggak sellau buruk, kadang malah alur cerita cintanya jauh lebih luar biasa, contohnya lo sama Kak Ken sekarang, manis banget gue ngeliatnya." Manis? Senyum gue makin merekah begitu Yuni mengucapkan satu kata itu, semoga kedepannya memang akan semakin manis, gue ingin melukis perjalanan cinta gue sebaik mungkin, walaupun nggak selalu berjalan mulus tapi setidaknya gue sama Kak Ken akan selalu sepakat dalam hal apapun. "Lo doian yang baik-baik aja untuk gue Yun, doain pertunangan gue lacar sampai hari pernikahan, doain gue sehat selalu dan gue doain uang jajan lo juga lancar setiap harinya, palingan uang bulanan lo nambah lah." Doa gue sekarang juga cukup tulus untuk Yuni, kalau uang jajan bulanan Yuni lancar kan gue juga yang seneng dan bahagia. "Apa hubungannya uang jajan bulanan gue sama pertunangan lo lancar sampai hari pernikahan? Gagal paahm gue dibagian yang ini Ay, coba jelasin?" Muka Yuni beneran kebingungan sekarang, sama gue juga bingung sama reaksi Yuni sekarang, Yuni beneran nggak paham atau memang pura-pura lupa diri? "Kalau uang jajan bulanan lo lancar terus kan lo bisa nabung lebih banyak untuk kado pernikahan gue nanti, masa itu aja lo nggak ngerti sih Yun, jangan bilang kalau lo berencana nggak kasih gue kado apapun? Wah kacau parah lo, nggak bisa gitu sama sahabat sendiri." Balas gue menatap Yuni horor, kalau beneran ni anak lupa, kacau parah ingatannya. "Gue memang berencana bawa diri doang ke nikahan lo, lagian gue sahabatkan jadi harus ada bedanya sama tamu yang lain, kado dari gue nggak usah aja, kado udah banyak tar dari orang lain." Yuni tertawa lepas sekarang sedangkan gue semakin menatap Yuni takjub sekarang, bisa banget omongannya memang, nggak bawa kado juga nggak papa tar gue balas dateng cuma bawa diri doang juga pas dia nikahan, jadi impas. "Yaelah Ay, becanda doang gue." Udah tahu gue kalau Yuni becanda, kan gue sedang mendalami peran, kalau Yuni mau ngajak becanda gue yaudah gue ladenin. "Tapi Ay! Lo sekarang udah tunangan dan mungkin pernikahan lo juga udah di depan mata kalau orang tua lo udah sepakat supaya kalian menikah dalam waktu dekat, tapi dari yang gue lihat sekarang Bang Riza belum tahu apapun, lo belum ngomong sama Bang Riza tentang pertunangan lo?" Tanya Yuni tiba-tiba ngomongin Bang Riza. "Kenapa jadi ngebahas Bang Riza sekarang? Gue memang belum ngomong sama Bang Riza masalah perjodohan gue lagian Bang Riza juga nggak harus tahu sekarang, walaupun gue dekat sama Bang Riza tadi itu cuma sebatas temen dan ditambah lagi Bang Riza juga tetangga gue, nggak lebih Yun jadi gue rasa Bang Riza belum harus tahu untuk apapun." Gue mikirnya ya begini, gue nggak bilang kalau Bang Riza itu nggak penting, Bang Riza itu udah kaya Abang gue sendiri, dia yang selalu ngejagain gue selama ini tapi Yuni sama Bang Riza itu beda, antara gue sama Bang Riza tetap ada batasannya. "Gue nggak akan ngomong apapun kalau memang itu yang lo pikirin tapi gue cuma mau ngasih tahu lo kalau perasaan seseorang juga nggak bisa lo anggap gampang, Lebih cepat Bang Riza tahu itu lebih baik." Hah? Yuni lagi ngebahas apa sebenernya? gue nggak ngerti. "Lo ngomongin Bang Riza tetangga guekan Yun? Tapi kenapa perasaan malah lo bawa-bawa? Aneh lo." Gue tertawa kecil menatap Yuni sekarang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN