(9) Dia itu Calon Suami

1024 Kata
"Kamu ketemu Kendra dimana Ay? Kalian janjian?" Tanya Bunda yang balik gue hadiahi tatapan kaget gue sekarang, iya kali gue yang janjian sama Kak Ken padahal dari sepuluh tahun yang lalu gue sibuk menghindar biar nggak ketemu sama orangnya langsung, pertanyaan Bunda rada-rada nggak biasa ni, pertanyaannya menghanyutkan sekali kalau gue lagi gagal fokus bisa berakibat dengan memberikan jawaban yang salah untuk Bunda. "Masa janjian sih Nda? Kalau mau janjian ketemu sama Kak Ken kenapa nggak dari kemarin, kenapa baru sekarang? Bunda ada-ada aja, Aya itu keluar sama Yuni jadi tadi memang beneran cuma nggak sengaja ketemu kok Nda, nggak ketemu secara langsung juga jadi aman dan Bunda jangan mikir aneh-aneh lagi." Jawab gue sekaligus, Bunda jangan terlalu berekspetasi lebih tar malah makin kecewa sama kenyataan, gue memang belum ketemu Kak Ken secara langsung tadi jadi misi dan keinginan gue masih terjaga keamanannya, tenang. "Ya siapa tahu kalian berdua berubah pikiran, kan status sekarang sama dulu udah beda Ay, nggak ada yang aneh kalau Bunda mikir kaya gitukan? Kalian aja berdua yang aneh, nggak mau ketemu dulu kok kompaknya sampai begitu banget? Bukan kalian berdua yang susah tapi Bunda sama Mamanya Ken yang bingung." Bunda gue keliatan banget kalau dia juga nggak habis pikir dengan keinginan gue selama ini tapi nggak papa, asalkan Bunda nggak protes apalagi marah dengan keinginan gue itu, Bunda cukup bersabar aja, pokoknya setelah nikah, pasti bakalan ketemu nah doain aja pernikahannya beneran jadi. "Jangan Bunda sama Tante pikirin jadi kan kalian nggak akan bingung, yaudah gitu aja ya Nda, pokoknya Aya udah nitipin salamnya, sekarang Aya mau beberes dulu, kasian itu Bang Riza sama Riri udah nungguin lama." Ucap gue nggak mau memperpanjang obrolan, Bang Riza tatapannya sekarang udah penuh dengan tanda tanya soalnya, kalau gue lanjutin, gue takut kalau gue nggak akan punya jawaban untuk pertanyaan yang akan dilayangkan Bang Riza nanti. "Memangnya Kendra itu siapa Tan?" Tanya Bang Riza ke Bunda tiba-tiba, jantung gue rasanya mau copot begitu mendengarkan pertanyaan Bang Riza barusan, sebegitunya banget itu pertanyaan, nggak ada enak-enaknya pas gue denger. "Kendra itu ca_" "Bunda! Kamar Aya udah Bunda rapiinkan?" Potong gue cepat, gue udah menatap Bunda gue dengan tatapan memohon gue sekarang, Bang Riza belum tahu apapun jadi kalaupun dia harus tahu, Bang Riza akan tahu dari mulut gue sendiri, bukan dari mulut Bunda gue atau orang lain sekalipun, gue nggak mau Bang Riza merasa nggak gue hargai nanti seperti ucapan Yuni. "Kamar kamu kenapa tanya Bunda? Udah sana beresin sendiri, udah segede itu masa kamar aja harus Bunda yang rapiin." Balas Bunda sedikit melenguh pasrah, gue harap Bunda akan mengerti maksud tatapan gue barusan tapi dari gelagatnya sekarang, gue yakin Bunda akan ngerti, Bunda akan paham maksud ucapan memohon gue barusan. "Iya ini mau diberesin." Jawab gue pasrah. "Jadi? Kendra itu siapa?" Tanya Bang Riza ulang sembari menatap gue sama Bunda bergantian dengan tatapan fokusnya, Bang Riza terlihat jelas masih sangat ingin tahu tentang Kak Ken dan gue harus bis mengalihkan fokusnya sekarang, setidaknya untuk saat ini sampai gue punya waktu yang tepat untuk cerita ke Bang Riza tentang kenyataan yang sebenarnya. "Kendra itu anak temannya Om sama Tante jadi kebetulan Aya sama Kendra juga udah kenal dari kecil makanya tadi nitipin salam juga, udah nggak usah di pikirin, kalian ayo duduk di meja makan, kita makan sekarang, Aya biarin nyusul aja." Bunda gue gelagapannya keliatan jelas sekarang, gue aja sampai harus mengusap wajah kasar mendengarkan ucapan Bunda gue sendiri tapi nggak papa, setidaknya Bunda udah paham sama maksud tatapan gue itu lebih dari cukup untuk sekarang, untuk saat ini gue masih aman. "Tapi ini masih sore loh Tan, kita mau makan malam atau makan sore sebenernya?" Tanya Riri yang membuat gue langsung pusing mendadak, ck! Ketahuan banget kalau Bunda gue gelegapan dan lagi nyari alasannya, Riri juga satu, pinter banget kalau nanya, kenapa nggak di iyain aja ajakan Bunda gue untuk makan sekarang? Lagian makan malam ataupun makan sore menjelang malam kan nggak ada bedanya, makan juga itu. "Gini aja, Aya beberes dulu, setelah Aya beberes kita makan malam bareng, okeh? Okeh." Gue nanya sekaligus nanya sendiri, tar beberesnya gue lama-lamain jadi keburu magrib terus shalat dulu, cuma ini rencana dadakan yang gue punya jadi jangan ada yang protes. Nggak nunggu respon siapapun lagi, gue langsung bergegas naik ke atas dan masuk ke kamar sedangkan Bunda balik jalan ke dapur untuk menyiapkan makan malamnya, tatapan kebingungan Bang Riza sama Riri walaupun nggak sepenuhnya hilang tapi yaudahlah ya, gue cuma bisa bertahan dengan cara kaya gini. "Haduh! Hampir aja." Keluh gue begitu memberingkan tubuh gue di ranjang sembarangan, gue membaringkan tubuh gue asal di ranjang tanpa melihat ke arah manapun lagi, gue capek dan gue mau tidur sekarang tapi yang di bawah juga nunggu, andai Bang Riza sama Riri nggak ada, gue mungkin bakalan melewatkan makan malam gue, perut gue sebenernya juga masih kenyang makan sama Yuni tadi, cuma kalau gue nggak turun, Bang Riza sama Riri pasti bakalan canggung. "Ayo beberes Ay! Jangan malas." Gue nepuk pelan pipi gue supaya segera sadar dan mulai beberes, nggak beberes kilat sih tapi beberea santai biar rencana gue berjalan dengan baik dan nyukurnya memang beneran baik, terbukti sekarang aja udah magrib jadi gue bisa shalat dulu tar setelahnya baru gue turun. Hampir setengah jam berlalu setelah azan magrib berkumandang, gue turun dengan santai dan tatapan menusuk Bang Riza udah keliatan jelas, ketahuan kayanya gue lagi nyari alasan untuk kabur-kaburan sekarang, nggak ada caranya untuk nipu Bang Riza dengan mulus, gue mungkin nggak terlalu paham Bang Riza tapi sayangnya Bang Riza terlalu paham dengan kelakuan gue. "Maaf lama, ayo makan." Cuma bermodalkan senyum cengengesan gue sekarang, gue duduk di meja makan dengan raut wajah nggak bersalah sama sekali, gue nggak ngerasa berdosa atas apapun padahal tatapan menusuk Bang Riza sama Bunda udah keliatan jelas, ya gue juga mau bodo amat sesekali, nggak usah mikirin pendapat orang. "Lama banget Kak Aya? Kita semua udah laper." Celutuk Riri yang duduk berhadapan dengan gue sekarang, mau nggak mau gue mengucapkan kata maaf dan mulai menyuap makanan gue. "Ay! Setelah ini Abang mau bicara sebentar sama kamu." Ucap Bang Riza melirik gue sekilas dan setelahnya mulai ikut menyuap makannya juga.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN