" aw. " Diandra meringis kesakitan saat kembali membuka matanya.
Diandra yang baru saja sadar mencoba melihat ruangan tempat dia berada. Ruangan dengan cat berwarna putih dengan bau obat yang mendominasi tentu saja ia saat ini sedang di rumah sakit.
Perlahan matanya menyapu ruangan ia melihat sosok yang tak asing tengah berdiri tak jauh darinya , sekuat tenaga ia berusaha memanggil pria itu.
" Kak! " panggilnya dengan pelan.
Angga yang sadar sedang dipanggil menoleh melihat sang adik membuka mata segera mendekatinya.
" Ra, kamu sadar dek ? Dokter tolong adik saya! " tanya Angga pada Diandra, kemudian berbalik memanggil dokter jaga, Angga tak tega saat melihat adiknya yang merintih menahan kesakitan.
" Kak, Nana mana? Dia selamatkan? " Diandra menanyakan keberadaan Yumna.
" Dia, " Angga bingung harus menjawab apa, ia menghela nafas berat.
" Kak aku titip Yumna ya, dia hidup hanya sebatang kara. Kalau aku pergi kakak tolong bantu dia untuk membalas dendam , aku percaya kakak akan membantu dia, kakak harus berjanji padaku. " ucapnya pelan sambil menyodorkan jari kelingkingnya.
" Ra kamu ngomong apaan sih? Kamu akan tetap hidup dan sehat kembali Ra! " mata Angga melotot saat mendengar ucapan adiknya yang terdengar seperti salam perpisahan untuk mereka. " Oke kakak janji akan bantu dia." Angga menautkan jari kelingkingnya dengan milik sang adik.
***
Di ruangan lain seorang wanita dengan perban yang menempel di wajahnya mulai membuka mata, ia merasakan nyeri yang hebat di seluruh wajahnya. Setelah sepenuhnya sadar tangannya perlahan menyentuh perban yang membalut seluruh wajahnya. Ia meringis saat tangannya menyentuh pipi.
" Stop , jangan disentuh! " teriak pria yang baru saja datang.
Suara si pria sukses mengagetkan wanita itu, ia segera menarik tanganya kembali ke bawah.
" Kamu sudah sadar ya? Jangan disentuh dulu ya. Lukanya masih basah dan itu akan terasa perih dan sakit saat kamu sentuh. "
" Kamu siapa? Aku ada dimana? " serentetan pertanyaan keluar dari mulut Yumna.
" Kalau tanya itu satu- satu aja bisa kan. Bingung jawabnya harus dari yang mana dulu! " jawab Angga sambil duduk di bangku.
Angga menatap lekat wajah gadis yang kini terbaring di depannya, ia tersenyum miring. Yumna yang tak bisa melihat Angga malah ketakutan.
" Kamu siapa? " berusaha menggeser tubuhnya namun dia malah meringis kesakitan.
" Hey santai, jangan takut. Jangan bergerak atau kamu akan kesakitan! " berusaha mencegah gadis itu bergerak lagi.
" Tolong kenapa disini gelap sekali? Tolong nyalakan lampunya! " mata Yumna melotot tapi dia tak bisa melihat apapun.
" Gelap? Nyalakan lampu? " Angga bergumam pelan merasa kebingungan.
" Apa dia tidak bisa melihat? " tebak Angga dalam hati.
Angga bangkit kemudian memencet tombol nurse call untuk memanggil dokter. Tak lama suster dan dokter datang.
" Dok pasien sudah sadar. " Angga menunjuk Yumna sambil mendekati dokter. " Tapi dia sepertinya tidak bisa melihat dok. " berbisik pada dokter.
Dokter mengangguk paham kemudian memeriksa Yumna. Setelah selesai dokter mengajak Angga berbicara selaku walinya.
***
Di ruangan dokter Angga duduk berhadapan dengan sang dokter yang tadi menangani Yumna.
" Jadi pak, pasien mengalami luka bakar yang cukup serius pada bagian wajah mengakibatkan pasien kehilangan penglihatannya secara permanen. Kecuali kita mencari donor mata yang cocok. " Dokter menjelaskan kondisi Yumna.
***
" Sayang kamu kemana aja sih? Kok sekarang susah banget kalau aku mau ketemu?! " Rahmi merajuk saat baru saja datang di kantor Angga.
" Ami, ngapain kamu kesini? " Angga menatap Rahmi dengan tatapan terkejut.
" Ya karena aku kangen kamu jadi aku datang ke sini sayang! " jawab Rahmi santai.
" Iya, tapi ini kantor bukan tempat untuk main- main. Lebih baik kamu sekarang pulang, nanti malam aku janji bakal ajak kamu makan malam. " Angga mengusir halus sang kekasihnya yang datang tiba- tiba itu.
" Kamu ngusir aku? Kamu engga kangen aku? " tanyanya dengan memasang wajah sedih.
" Aku memang kangen kamu, tapi ini bukan waktu yang tepat untuk kita bertemu dan saling melepas rindu Ami! Aku mohon mengertilah, jangan seperti anak kecil! " mencoba memberi penjelasan.
" Hahaha, oke aku pulang! " Rahmi tertawa miris sambil berurai air mata, ia membalikan badan dan berlari meninggalkan ruangan Angga.
Angga yang sedang banyak pikiran mengabaikan kekasihnya yang berlari, ia tak punya waktu untuk meladeni drama sang kekasihnya itu. Ia sedang memikirkan banyak hal yang lebih serius ketimbang urusannya dengan Rahmi. Angga yang sudah tahu watak wanita itu menanggapinya dengan santai, membujuk kekasihnya adalah perkara mudah bagi dia.
" Pak. Anda tidak mengejar dia? " tanya kenan sang asisten.
" Tidak usah, aku masih banyak urusan. Kalau dia masih marah tinggal bujuk dia dengan mengajaknya berbelanja saja sudah beres. " jawab Angga santai.
" Anda benar juga pak. " Kenan mengangguk setuju.
" Setalah selesai kita ke rumah sakit! "
" Baik pak. "
Kenan kembali ke ruangannya dan meninggalkan Angga yang kini duduk sambil termenung mengingat ucapan adiknya sebelum koma.
***
Angga kembali menjenguk Yumna yang kini sedang terlelap, ia menatap Yumna iba. Tiba- tiba saja Yumna terbangun dengan tangan yang meraba- raba sekeliling, semakin tak tega Angga melihat wanita itu.
" Kamu cari apa? " tegur Angga.
" Kamu siapa? "
" Aku Erlangga Wira Kusuma kakak dari Diandra Kusuma. " jawab Angga menjelaskan.
" Erlangga Wira Kusuma? Diandra Kusuma? " Yumna berusaha mengingat semua nama itu.
Sialnya kepala Yumna mendadak pusing seperti dihantam oleh batu besar, ia memegang kepalanya sambil meringis menahan sakit.
Angga yang melihat Yumna menautkan alisnya kebingungan. " Dia kenapa lagi? " bertanya sendiri kebingungan, lalu segera memanggil dokter.
Dengan terpaksa Angga kembali mendampingi Yumna yang sedang di periksa oleh dokter. Tapi ternyata Angga ditelpon oleh suster yang menjaga adiknya untuk segera datang ke kamar rawat Diandra saat ini juga. Tanpa banyak berpikir Angga langsung bergegas mendatangi kamar Diandra.
" Kamu harus kuat dan bertahan Di! Kamu pasti kuat, kamu akan segera sembuh secepatnya dan kita akan liburan bersama ke tempat yang kamu impikan! " gumam Angga di dalam hatinya sambil terus berjalan menuju kamar sang adik.
Hatinya saat ini sedang kacau, bagaiman tidak kacau. Ia harus mengurus dua orang yang kritis karena korban kecelakaan. Yang satu adiknya dan yang satu lagi adalah wanita malang yang harus ia tolong.
Saat Sampai depan kamar rawat Diandra suster sudah berdiri menunggunya.
" Suster ada apa? "
" Silahkan masuk pak! " Suster tak menjawab malah menyuruh Angga masuk ke dalam kamar Diandra.
Angga dengan wajah kebingungan hanya menuruti perintah suster, namun baru saja Angga melewati pintu ia kembali menghentikan langkahnya. Ia terdiam mematung menatap lurus ke arah ranjang Diandra, mulutnya mengngatup sempurna.