Bab 1: Keluarga Bronis (b)

1097 Kata
"Pap." Adnan kembali menoleh ketika Zaelena datang dari belakangnya saat dia sedang mencuci piring. Gadis itu langsung duduk di meja pantry. "Kenapa? Jangan tanya hal-hal aneh!" seru Adnan sembari mewanti-wanti Zaelena. Gadis itu langsung terkekeh. "Menurut Apap, keluarga kita ini masuknya ke golongan keluarga yang mana?" tanya Zaelena. "Maksud kamu?" "Beberapa waktu terakhir banyak istilah yang berkembang tentang keluarga. Ada yang bilang keluarga cemara, keluarga harmonis, keluarga broken home dan satu lagi keluarga bronis. Kita ini masuknya ke mana?" tanya Zaelena. Sangat tidak afdol bagi Zaelena kalau tidak menanyakan hal baru yang dia temui kepada Adnan. "Bronis apaan tuh Cil?" tanya Adnan dengan nada becandanya seperti biasa yang selalu berhasil membuat Zaelena tertawa. "Broken home harmonis, Pap. Istilah baru. Keren juga kan?" tanya Zaelena. "Memang aneh-aneh anak jaman sekarang!" seru Adnan sambil menggelengkan kepalanya. "Jadi Pap, kita ini masuknya ke dalam keluarga yang mana?" tanya Zaelena. "Menurut kamu yang mana?" tanya Adnan. Pria itu sudah selesai mencuci piring. "Bronis kayaknya lebih cocok sih, Pap," jawab Zaelena "Kenapa itu lebih cocok menurut kamu?" "Karena kita nggak sesempurna itu. Aku pernah menjadi saksi bagaimana Amam dan Apap bertengkar dengan sangat hebat. Aku juga pernah mendengar Amam meminta cerai berulang kali. Aku juga pernah mendengar Apap dimaki oleh Amam atau Amam yang dimarahi oleh Apap. Aku bahkan pernah berpikir bahwa aku tidak akan pernah tinggal di rumah yang sama lagi dengan Amam dan Apap. Tapi ternyata kita masih ada di rumah yang sama sampai sekarang. Aku tahu tidak semua hal baik-baik saja tapi Amam dan Apap bertahan sampai sekarang. Itulah aku bilang kalau keluarga kita ini bronis terkadang harmonis banget dan terkadang juga broken home." Zaelena mengatakan hal itu dengan wajah yang terlihat sangat serius. Adnan sampai terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Zaelena karena ini adalah pertama kalinya Zaelena mengatakan hal seperti ini padanya. "Cil!" seru Adnan. Zaelena terkekeh. "Jadi sebenarnya Amam dan Apap tuh bertahan sampai sekarang karena kalian masih memiliki perasaan yang sama atau hanya karena ada Zaelena?" tanya Zaelena. Gadis yang masih bertahan duduk di atas meja pantry itu terlihat semakin serius. "Untuk semuanya. Amam dan Apap saling membutuhkan satu sama lain dan jelas kamu juga menjadi alasannya," jawab Adnan dengan sangat cepat. "Aku mengamati banyak sekali kehidupan orang-orang dengan percintaannya. Ada yang memilih menyerah di tengah jalan bahkan tidak peduli sudah berapa lama hubungan mereka berlangsung dan sudah berapa banyak anak yang mereka miliki. Mereka memilih tetap berpisah. Kenapa orang-orang itu memilih melakukan itu?" "Kehidupan pernikahan bukanlah sesuatu yang bisa digambarkan dengan mudah. Pernikahan itu sangat komplit sekali. Cinta mencintai akan mulai disingkirkan ke samping. Rasa bosan akan datang kapan saja karena manusia sangat mudah berubah. Kesabaran akan diuji berulang kali. Satu-satunya cara untuk tetap bersama adalah bertahan. Bertahan dalam keadaan seperti apapun itu. Yang selalu Amam dan Apap lakukan sampai sekarang hanya itu. Bertahan. Kita bertengkar dengan sangat hebatnya karena menyatukan dua kepala itu bukanlah hal yang mudah. Setiap kali kita berpikir untuk berpisah, ketika itu terjadi hal yang selalu kita ingat adalah kenangan-kenangan yang sudah kita lalui bersama. Dibandingkan pertengkarannya, kenangan-kenangan indahnya jauh lebih banyak kemudian kita juga sudah berjanji sejak kamu lahir bahwa kita akan membesarkan kamu bersama." Zaelana sama sekali tidak melepaskan tatapannya dari Adnan. Kalau Adnan sudah model serius seperti sekarang Zaelena itu bawaanya cuma mau terharu dan pengen nangis karena ya Adnan langsung terlihat sangat keren di matanya. "Apap!" seru Zaelena. Dia menjulurkan tangannya ke arah Adnan. Adnan langsung terkekeh dan membawa Zaelena ke dalam pelukannya. "Itu tadi kedengeran keren banget sampai air mataku berlomba-lomba untuk pansos mengalir di pipi!" seru Zaelena dalam pelukan Adnan. Adnan terkekeh. "Kamu memang selalu jago dalam merusak suasana!" seru Adnan. "It's me!" seru Zaelena. Mereka kemudian tertawa bersama. Suara tawa mereka langsung terhenti ketika mendengar suara berisik yang berasal dari depan rumah. Seperti tetangga pada umumnya, Adnan dan Zaelena langsung bergegas ke depan rumah mereka dan kompak duduk di sofa yang ada di teras. Mengamati apa yang terjadi di depan rumah mereka. "Ada tetangga baru Pap?" tanya Zaelena ketika melihat orang-orang sibuk menurunkan barang-barang dari mobil box yang terparkir di pinggiran jalan. "Menurut informasi dari pak RT sih gitu. Rumah yang sudah kosong bertahun-tahun di depan kita itu akan mulai ditempati oleh anak pemilik rumah," jawab Adnan dengan santai. Mata Zaelena langsung mengerjap sangat lucu. "Anak sang pemilik rumah? Udah nikah?" tanya Zaelena. Adnan langsung menghembuskan nafasnya ketika mendengar pertanyaan Zaelena. "Penting banget, Cil?" "Penting banget, Pap. Jadi udah nikah atau belum?" tanya Zaelena mendadak antusias. "Belum menikah," jawab Adnan membuat Zaelena terlihat semakin antusias. "Cowok dong ya?" tanya Zaelena lagi. Adnan langsung menatap putrinya itu dengan sangat gemas. "Jangan macam-macam kamu ya. Bersikap baik. Jangan serampangan. Jangan buat Amam kamu naik darah!" "Jadi beneran cowok?" tanya Zaelena terlihat sangat tidak sabaran. "Iya cowok," jawab Adnan dengan sangat malas namun itu berhasil membuat Zaelena berteriak dengan sangat heboh namun gadis itu mendadak diam ketika seseorang yang menggunakan pakaian sangat rapi mendorong gerbang rumah mereka. Pokoknya orang itu menggunakan setelan kantor. Jam tangan mahal bahkan terlihat melingkar dengan sangat sempurna di pergelangan tangannya. "Permisi, apakah benar ini rumahnya ibu Aileena Razeta Abdilah?" tanya pria itu dengan suara yang berat. Seksi banget pokoknya sampai membuat Zaelena melongo seperti orang bodoh. "Benar, dengan siapa?" tanya Adnan. Dia sudah sangat biasa menerima tamu-tamu sejenis ini dan itu pasti tamunya Aileena. Pokoknya pasti rekan kerja Aileena kalau rekan kerja Adnan beda lagi bentukannya. Nggak ada rapi-rapinya dan wangi-wanginya. Bau bumbu dapur semua. "Saya Arhan Alfandi rekan kerja ibu Aileena sekaligus orang yang akan tinggal di rumah yang ada di depan," ucap pria yang memperkenalkan diri sebagai Arhan itu. Adnan langsung tersenyum dengan sangat ramah. Zaelena masih bertahan dengan ekspresi awalnya. "Salam kenal mas Arhan. Saya Adnan Alfarizi. Suami ibu Aileena. Semoga betah ya tinggal di sini. Kalau butuh bantuan silahkan datang aja ke sini," ucap Adnan beramah tamah. Pria itu mengangguk. "Terima kasih, Pak. Saya permisi dulu," ucap Arhan setelah memberikan paper bag kepada Adnan. "Kedip, Acilzae!" seru Adnan ketika melihat Zaelena sama sekali tidak bergerak dari tempat duduknya. "Pap, kok bisa ada orang seganteng itu?" tanya Zaelena dengan mata yang masih belum berkedip. Adnan menarik napas nya pelan. "Kamu sama sekali nggak ke lirik tadi. Udah pakai piyama, rambut kayak singa, melongo lagi. Kamu nggak memberikan first impression yang baik ke dia!" seru Adnan, saat itulah Zalena kembali ke alam sadarnya. Gadis itu langsung berdiri dari tempat duduknya. Menatap dirinya di jendela rumah. "APAP KENAPA NGGAK MENYADARKAN AKU DARI TADI?" "APAP GIMANA INI NASIB JODOH AKU!" seru Zaelena dengan heboh. Adnan hanya menggelengkan kepalanya dan masuk ke dalam rumah. Meninggalkan Zaelena dengan segala penyesalannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN