5. Check In Kamar Hotel

1013 Kata
Natasya, rasanya ingin terus mengumpat k********r, dosa apa yang telah dia perbuat hingga dia harus mengalami kesialan lagi sore ini. Jatuh tersandung pinggiran trotoar karena terlalu fokus menatap ke depan, sakitnya tidak seberapa, hanya lututnya yang terasa perih. Tapi, malunya luar biasa hingga Natasya tidak berani bergerak sedikitpun, malu dengan lelaki tampan yang sedang berdiri di sampingnya. "Kamu nggak apa-apa, Sya?" Di tengah hujan deras yang masih mengguyur, Arsya harus meninggikan suaranya agar Natasya mendengar ucapannya, tapi wanita itu masih diam. Seolah menikmati rintik hujan yang membasahi tubuhnya. Ya, sudah lama dia tidak main hujan seperti ini, mungkin terakhir kali saat SMP. Tapi, tidak seperti ini juga caranya, memalukan. "Sya? Ayo, kita dilihatin orang." Arsya berbisik, sedangkan wanita itu masih telungkup di atas trotoar tanpa mau merepon apapun. Ya Allah malunya. Tanpa diberi izin oleh Natasya, Arsya mengambil sikap di luar dugaan Natasya. Tiba-tiba, lelaki itu meraih tubuhnya dan menggendonya untuk masuk ke pekarangan hotel. "Mas, kita basah!" Natasya berteriak, agar suaranya bisa mengalahkan hujan yang cukup deras. "Sudah basah dari tadi, kenapa baru sadar---" "Mas turunin, aku bisa jalan sendiri!" Hentak wanita itu, tapi, dia tidak berani bergerak sedikitpun. "Mas payungnya kok di tinggal?!" Ya, Natasya ingat payung pinjaman itu, bagaimana nasibnya, apalagi mereka sudah berjanji akan mengembalikan. "Selain berat, kamu cerewet juga ternyata." Arsya terkekeh, akhirnya mereka tiba di lobi hotel, dan lelaki itu segera menurunkan Natasya, apalagi kini ada beberapa orang yang juga sedang duduk di lobi. Tentu saja memperhatikan mereka yang datang dengan basah kuyup. "Gimana nih Mas? Apa mungkin kita tetap ke sana dalam keadaan begini?" Natasya sudah tidak tahu lagi bagaimana keadaan dirinya saat ini. Yang pasti, penampilannya akan memalukan. Sama juga dengan Arsya, kemeja berwarna abu-abu muda yang dia kenakan kini menerawang, hingga mencetak jelas bentuh tubuhnya yang sempurna itu, karena Arsya rajin berolah raga. Arsya belum menanggapi pertanyaan Natasya, dia segera menjauh dari wanita itu, dan melakukan sebuah panggilan kepada sekretaris pribadi yang bisa dia hubungi kapan saja, walau bukan dalam jam kerja, untuk membantunya di saat-saat seperti ini. Satu menit kemudian, Arsya kembali mendekat pada Natasya, "Ya, kita nggak mungkin ke meeting room dalam keadaan begini, pasti jadi pusat perhatian dan pertanyaan orang nantinya. Aku ada ide, tapi aku nggak yakin kamu setuju dengan ideku." Tegas Arsya. "Emang apa ide Mas Arsya?" Natasya berkerut kening, telapak tangannya membasuh wajahnya yang basah, kini tak ada lagi make up yang menempel pada wajahnya. Wajahnya tampak natural. Arsya sempat menatapnya selama lima detik, tanpa kedip. "Ikut aku," titah Arsya. Natasya mengikuti langkah lelaki itu, yang kini berjalan mengarah pada resepsionis hotel yang segera menyambut mereka walau dalam keadaan seperti itu. Natasya yang mulai resah, takut jika mamanya mengomel, langsung membuka sling bag yang dia kenakan saat itu, mengambil ponsel untuk memastikan apakah ada pesan masuk selanjutnya. Masih aman. Gumamnya. "Mas, kamu booking kamar? Buat apa?" "Ganti baju," sahut lelaki itu singkat. Ganti baju? Mana bajunya? Natasya bergumam, dia masih diam dan terlihat berpikir. "Kamu ikut, nggak? Tenang saja, aku sudah meminta bantuan sekretarisku untuk membawakan kita pakaian ganti, satu set pakaian untukmu juga. Dan aku pastikan pakaian yang dia pilih cocok dengan seleramu," jelas Arsya. Natasya kembali bengong. Ide cemerlang, tapi-- "Kamu cuma pesan satu kamar, Mas?" Natasya bertanya lagi, tapi dia sama sekali tidak menghentikan langkahnya dan tetap mengikuti Arsya. Kini mereka sudah berada di depan pintu lift. "Ya, memangnya kenapa? Kita bisa gantian pakai kamar mandinya untuk ganti pakaian, apa yang kamu pikirkan?" Arsya tersenyun miring, menoleh pada wanita di sampingnya yang kini terlihat kebingungan. Serba salah, jika Natasya tidak mengikuti saran Arsya, dia harus menahan malu karena penampilannya kini berantakan. Tapi, jika dia ikut dengan Arsya, penampilannya akan aman setelah ganti pakaian. Namun yang menjadi masalah adalah, mereka harus berada dalam satu kamar nantinya. "Kenapa bengong? Jangan berpikiran yang enggak-enggak Sya, kita cuma ganti baju--" "Nggak Mas, aku nggak mikirn apa-apa, btw makasih ya atas bantuannya. Kalau saja aku tadi lebih hati-hati dan nggak terjatuh, pasti kita nggak akan seperti ini." Natasya merasa bersalah, terlalu banyak merepotkan lelaki di sampingnya ini. "Hm, kalau saja aku nggak ajak kamu ngopi di seberang sana, pasti kita nggak akan kebingungan begini, jangan merasa bersalah, semuanya sudah terjadi." Natasya diam, ucapan Arsya memang benar. * Natasya melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam kamar hotel bernuansa modern itu, setelah Arsya persilahkan. Dan ini adalah hal paling gila yang pernah dia lakukan, berada dalam satu kamar yang sama dengan seorang laki-laki, meski mereka hanya bertujuan ganti pakaian. "Duduk dulu, sekretaris dan sopir pribadiku sedang menuju ke sini," titah Arsya lagi. Natasya mengangguk, duduk di sebuah sofa yang tersedia di sana. Dia mulai menggigil kedinginan, sebab ruangan itu cukup dingin karena AC, sepertinya suhunya rendah. Wanita itu kembali melihat ponselnya, dia mengantisipasi, sebelum mama mengomel, ada baiknya dia menjelaskan tentang keadaan ini. Mama, sebentar ya, tadi aku ke kedai kopi seberang hotel, sama Mas Arsya, sekarang kami basah kuyup dan mau ganti baju, setelah itu ke sana. Chat terkirim, namun sang mama belum membaca sama sekali. Arsya sedang menerima telepon, dia pergi ke kamar mandi, agar percakapannya tidak di dengar Natasya. "Iya Bunda, sabar. Aku lagi bareng Natasya, kami kehujanan, mau ganti baju dulu di kamar hotel." Arsya menjelaskan secara perlahan dah hati-hati, pada bunda tersayang, namun s**l, bunda malah mengomel panjang dan mencurigainya yang tidak-tidak. Terpaksa, Arsya memutus panggilan sepihak, apalagi mendengar bell berbunyi. "Biar aku yang buka, Sya." Dia mencegah Natasya yang hendak membuka pintu, dia tahu itu pasti Airin, sekretaris pribadinya. "Ini Pak, sesuai pesanan, gamis, kerudung, dan dalamannya semuanya warna gelap." Airin menyerahkan dua buah paper bag berisi pakaian ganti mereka masing-masing. Wanita itu hanya perlu membeli yang baru milik Natasya, karena pakaian milik Arsya sudah ada di dalam ruangan di kantornya. "Ya, terima kasih Rin," ucap Arsya. "Kamu boleh pergi," lanjutnya sebelum menutup pintu. "Sama-sama Pak. Tapi, apa sekarang Mbak Ratu sudah berhijab? Alhamdulillah---" "Itu bukan urusan kamu, Rin. Saya tutup pintunya." Arsya menutup pintu sebelum Airin menjawab, dia harus bergerak cepat karena bunda sudah menunggu, tak hanya itu, dia juga tahu kalau Natasya mulai kedinginan dengan gamis basah yang masih melekat padanya itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN