Sayang boleh, tapi jangan terlalu possesif
.
.
.
Mata mereka bertemu.
"Gue ngerti, Gaf." Jawab Zara dengan jelas.
Gaffa lalu memutuskan untuk pulang, Zara hanya bisa diam tanpa mencegah. "Hati-hati ya pulangnya,"
"Zar, jangan tidur malem-malem, dan besok jangan berangkat duluan kalau gue belum jemput."
"Iya jangan sampe telat tapi ya?"
Gaffa menganggukan kepalanya lalu berjalan menuju pintu keluar dan menaiki motornya serta juga menyalakan mesin motornya.
"Gue pulang dulu, habis ini lo langsung tidur," Kemudian Gaffa langsung melaju setelah anggukan dari Zara.
Zara kembali kedalam dan masuk ke kamarnya untuk tidur. Mama dan Papa nya begitu sibuk dengan pekerjaan mereka, dan Zara hanya anak satu-satunya dari pasangan Farah Yurita dan Anjas Yunanda Pamungkas.
Sejak dulu Zara memang mandiri dengan tidak adanya orang tua disampingnya, hanya ada Bibinya yang setia menemani Zara sejak bayi.
Zara sudah menganggap Bibinya seperti ibunya sendiri.
Dan kini Zara telah tertidur lelap.
Zara terbiasa bangun pagi, bahkan ia rajin membawa bekalnya sendiri untuk makan saat jam istirahat. Sekarang Zara sudah rapi dengan seragam putih abu-abu nya yang bersih dan wangi.
Sepatu yang juga sudah ia pakai serta tas yang sudah siap ia bawa, Zara turun kebawah untuk menyiapkan bekal yang ingin ia bawa. Bi Ati adalah bibi yang sering membantunya, tapi kalau bekal ia tidak mau dibantu karena entah kenapa Zara ingin membuatnya sendiri.
"Bi, ini jam berapa ya?" Tanya Zara yang sedang menaburkan keju diatas spaghetti yang sudah ia buat sejak pukul 5 pagi.
"Jam 6, Non." Jawab Bi Ati seraya menyiapkan sarapan untuk orang tua Zara.
"Kok dua bekalnya, Non?"
"Oh ini buat Gaffa satunya, Bi. Aku keruang tamu ya,"
Zara telah selesai menyiapkan bekalnya, dan sekarang hanya tinggal menunggu Gaffa datang. Ia duduk disofa sambil memainkan ponselnya.
Sudah 20 menit Gaffa belum juga datang, hingga orang tuanya jengkel karena Zara tidak mau diantar oleh Papa dan Mamanya.
"Kamu mau nunggu sampe jam berapa Zara?" Tanya Farah.
Zara terus melihat jamnya, sudah pukul 06:25 Zara bisa terlambat. Karena jaraknya sangat jauh dari sekolah. Zara menelpon Gaffa, tapi ponselnya sama sekali tidak aktif.
Orang yang ditunggu-tunggu akhirnya datang, Zara langsung berlari keluar tanpa berpamitan dengan kedua orang tuanya, Zara memang agak jauh dengan kedua orang tuanya.
"Ayo!" Zara langsung menaiki motor Gaffa, tapi Gaffa tidak melaju pergi.
"Kok diem?" Zara mengerutkan keningnya.
"Istirahat bentar,"
Zara sudah jengkel, "Ayo Gaffa!! Ini udah telat, lo mau dihukum?!"
"Nggak papa."
"Yaudah deh gue naik angkot aja." Zara turun dari motor Gaffa.
"Siapa yang suruh lo naik angkot? Nggak ngehargain gue yang udah jauh-jauh kesini?" Ucapan Gaffa memberhentikan langkah Zara.
Zara membalikkan tubuhnya, "Ini udah terlambat Gaffa, nggak ada waktu lagi buat istirahat." Ucapnya dengan penekanan.
"Lo pikir nggak capek bawa motor sebesar ini? Kalau gitu lo aja nih yang bawa!"
Zara menghampiri Gaffa yang tengah emosi, "Emang gue maksa lo buat kesini? Itu kemauan lo sendiri."
Emosi Gaffa semakin memuncak. "Lo... Berangkat sendiri." Gaffa langsung melaju dengan kecepatan tinggi.
Zara yang juga jengkel karena ditinggal oleh Gaffa pun berlari menuju pangkalan ojek untuk segera berangkat ke sekolah. Zara sampai disekolah pukul 07:12 dan akhirnya Zara dihukum untuk hormat bendera ditengah lapangan hingga siang nanti dan dilarang istirahat.
Sekolah Zara memang terlalu ketat peraturan. Maka dari itu Zara paling takut untuk terlambat. Zara malu karena hanya dia seorang yang sedang dihukum ditengah lapangan besar ini. Semua murid yang sedang olahraga menertawakan Zara, Zara hanya diam saja sambil memijat kepalanya yang sudah mulai pusing.
Tidak lain tidak bukan, kelas yang sedang olahraga adalah kelasnya sendiri. Tentu saja disana ada Gaffa yang sedang memerhatikan Zara dari kejauhan. Anak-anak yang lain sedang bermain sepak bola yang sepertinya diambil untuk nilai.
Zara mulai memucat.
BUKK
Bola yang sedang dimainkan terlempar tepat mendarat kencang dikepala Zara. Tanpa tanda-tanda, Zara pingsan dengan hidung yang berdarah. Gaffa langsung mencari siapa pelakunya.
"Lo sih, Gas, gimana tuh si Zara.." Ucap Vito dengan agak keras.
Gaffa langsung menghampiri Bagas dengan emosi.
BUGH
"WOI WOI, udah gila lo ya, Gaf?" Pekik Vito seraya mendorong Gaffa menjauh dari Bagas. Sedangkan Bagas hanya diam dengan luka diujung bibirnya.
"Ajarin temen lo caranya ngeliat, jelas-jelas disana ada cewe gua!" Ucap Gaffa dengan keras.
Semua anak menghampiri Zara yang tergeletak didekat tiang bendera. Zara pun langsung dibawa keruang UKS.
"Tapi nggak gini caranya lo nyelesain masalah Gaffa! Ini temen lo juga, jangan asal nonjok aja. Dia nggak sengaja!" Vito juga sudah emosi.
"Sekali lagi lo nyakitin cewe gua, nyawa lo abis!" Ucap Gaffa dengan penekanan, lalu pergi begitu saja.
Gaffa pergi menuju UKS yang sedang ramai dengan anak-anak yang juga ingin melihat keadaan Zara. Gaffa menerobos masuk untuk melihat keadaan Zara. Pucat pasih yang terlihat dari wajah Zara.
"Bubar lo semua. Nggak ada yang harus ditonton!" Suruh Gaffa pada teman-teman kelasnya.
Setelah semuanya bubar, Gaffa duduk tepat disamping Zara. Gaffa terlihat mengoceh sendiri mengomeli Zara.
"Bego lo, nggak sarapan nih pasti." Gumam Gaffa.
Gaffa menatap Zara dengan seksama.
"Maaf ya udah ninggalin, lo jadi dihukum deh," Ucap Gaffa dengan pelan.
Zara telah sadar, Gaffa yang masih setia disana pun langsung menyuruh Zara untuk makan. Tetapi Zara tidak mau karena bekal yang ia bawa pasti tidak dimakan.
"Nggak mau ah, gue mau makan bekel gue aja. Tapi tas gue disatpam."
"Lo sakit kayak gini karena belom makan nasi, dan sekarang lo mau makan spaghetti?"
"Plis Gaf, gue mau makan bekel gue aja, gue juga udah siapin buat lo kok. Makan bareng-bareng ya..?"
"Gua aja yang makan bekel lo, lo biar gue beliin nasi dikantin." Gaffa langsung bergegas pergi menuju kantin dan kemudian pergi mengambil tas Zara.
Zara hanya menghela napas pelan, lagi-lagi ia harus menuruti kata Gaffa. Zara hanya bisa mengiyakan saja perintah Gaffa. Kalau tidak Gaffa akan marah.
"Nih makan."
Zara langsung memakannya dengan lahap. Jujur saja ia lapar, dan Gaffa memakan bekel yang Zara bawa.
Zara rasanya ingin mencicipi spaghetti itu, tampaknya sangat lezat.
"Gue boleh bagi nggak?" Tanya Zara.
"Nggak. Udah lo makan aja itu."
Zara memajukan bibirnya kesal. Zara tetap menghabiskan makanan yang dibelikan Gaffa. Gaffa sedikit perhatian tapi kalau sudah cuek, Zara sudah malas dengan sikapnya.
"Abis ini kita pulang."
"Kok pulang? Kan belom jam pulang."
"Lo gue izinin pulang duluan,"
"Terus lo? Ikut pulang juga?"
Gaffa menganggukkan kepalanya, "Udah selesai?" Zara juga menganggukkan kepalanya.
Saat mereka keluar dari UKS, Zara tibatiba ditarik oleh Aldi menjauh dari Gaffa. Gaffa pun terkejut.
"Lo nggak papa, Zar?"
Zara tidak langsung menjawab, dan dengan sigap Gaffa langsung mendorong Aldi. "Jauh-jauh lo!"
"Gue berhak nanya keadaan Zara, dia temen gue."
Saat Gaffa berjalan mendekati Aldi, Zara besiap menghalangi aksi Gaffa. "Ayo pulang. Maaf ya Aldi."
Gaffa dan Zara pun pergi meninggalkan sekolah.
Dimotor.
Zara mendekat kearah telinga Gaffa, "Gue ikut audisi model ya?"
Gaffa yang mendengar pertanyaan itu langsung menjawab "Ngapain ikut audisi model?"
"Pengen aja, gue suka aja sama model-model yang tampil diTV atau diacara-acara gitu, termasuk juga majalah."
"Nggak gue izinin."
Zara terkejut bukan main, kenapa Gaffa malah tidak memperbolehkannya?
"Loh? Kenapa? Itu cita-cita gue, Gaf."
Gaffa meminggirkan motornya, "Gue nggak mau lo pake pakaian terbuka. Cari aja yang lain cita-citanya.
Gaffa pun melanjutkan perjalanannya. Zara hanya bisa diam dengan wajah yang ditekuk.
Possesif itu pasti ada alasannya, tapi juga jangan berlebihan
====
Selamat membaca
Double up hehe