01 AWAL

952 Kata
Badai Pradipta Amzari. Menatap jengah ke arah wanita yang kini tengah berdiri di ambang pintu. Wanita yang sejak satu bulan yang lalu menghalanginya tiap dia datang ke tempat ini.   Rumahnya sederhana berwarna biru laut itu memang sudah satu bulan ini menjadi fokus Badai. Tepatnya rumah milik Wanda. Wanita yang tengah di incarnya kali ini.   Badai merasa dalam hidupnya selama 25 tahun ini  merasa masih belum puas menjadi petualang cinta. Tapi toh itu sah-sah saja. Dia memang pemberontak dalam silsilah keluarganya.   Sebagai anak bungsu dari Adrian Putra Amzari. Dia menjadi sosok yang tidak bisa di atur. Bahkan. Rambutnya yang dibiarkan panjang sampai saat ini masih di benci oleh papanya.   Dia yang memilih jurusan seni saat masuk bangku kuliah juga si benci oleh sang papa. Dia di harap bisa mengikuti jejak sang papa untuk meneruskan perusahaan keluarga turun temurun dari sang Kakek. Tapi menurut Badai itu salah.   Dia tidak bisa di atur ataupun di arahkan. Dia hidup dengan bebas. Pekerjaannya pun menantang maut. Yaitu menjadi tim rescue pemadam kebakaran.   Meski begitu kisah percintaannya sejak menginjak usia dewasa juga sangat fenomenal. Dia memiliki barisan para mantan yang tidak dapat di hitung dengan jari. Dia sedang menikmati hidup.   "Sudah aku bilang Wandanya tidak boleh bertemu denganmu. Kamu hanya akan memberi dampak buruk bagi Wanda."   Ucapan wanita di depannya itu membuat Badai Kini bersedekap dan menyandarkan tubuhnya di Selasar teras rumah itu.   Dia meniup permen karet di mulutnya. Masih menatap wanita yang tampak angkuh dan sombong itu.   "Aku tidak berurusan denganmu. Aku sudah membuat janji dengan Wanda. Pacarku."   Badai mengucapkan itu dengan penekanan di kata pacar. Yang makin membuat wanita dengan rambut panjang sebahu itu menatapnya makin galak.   "Kak, udah Wanda cuma mau pergi cari makan aja kok."   Suara lembut itu membuat Badai langsung menyeringai. Wanda. Wanita yang selama ini di dekatinya itu kini muncul di ambang pintu. Tampak cantik dan anggun. Sangat berbeda dengan wanita galak yang kini makin melotot menatapnya.   "Wanda. Kakak tidak akan menolongmu lagi kalau kamu masih terus bersamanya. Camkan itu. Dia cuma akan membuatmu sengsara."   Badai menatap telunjuk wanita itu yang langsung terarah ke wajahnya. Dan hal itu membuat harga diri Badai tertohok. Dia melangkah maju dan kini menurunkan telunjuk itu dengan tangannya. Yang membuat Kakak Wanda itu langsung melangkah mundur untuk menjauh darinya.   "Adikmu ini tidak butuh di jaga olehmu. Dia sudah dewasa."   Badai masih mencoba menunggu jawaban apalagi. Tapi Wanda tiba-tiba sudah menengahinya.   "Badai, kita pergi sekarang."   Wanda langsung mendorongnya untuk melangkah ke arah mobil yang di parkirnya di depan rumah. Sementara Wanda tampak membujuk kakaknya itu.   Persetan dengan ini semua, dia hanya perlu membawa Wanda pergi dan selesai semuanya.   ****   "Aku tidak suka dengan sikap kakakmu."   Badai akhirnya mengucapkan itu saat mobil sudah melaju. Dia melirik ke arah Wanda yang kali ini mengulurkan tangan untuk menyentuh lengannya.   "Maafkan kakakku ya. Dia hanya terlalu protektif terhadapku. Lagipula kamu kan memang playboy sejati."   Badai langsung menggelengkan kepalanya. Rambutnya yang di kuncir ikut bergoyang.   "Aku bukan playboy loh. Aku cuma pacar satu kok."   "Iya tapi sama aja, cuma bertahan beberapa bulan aja. Sama dong."   Ucapan Wanda membuat Badai tertawa. Dia suka wanita yang blak- blakan kayak Wanda ini.   "Ehm jadi maukah kamu menjadi pacarku yang kesekian kali manis?"   Badai melirik Wanda lagi yang kali ini tampak merona. Tapi wanita itu menggelengkan kepalanya.   "Enggak Badai. Selama kakakku belum memberi ijin kita hanya akan seperti ini."   Badai mengerang frustasi. Baru kali ini dia mendapat penolakan. Kalau dalam waktu satu Minggu ini dia belum juga bisa membuat Wanda menjadi pacarnya. Dia akan mencari cewek lain saja.   Sudah terlalu lama waktu yang di habiskan hanya untuk mengejar Wanda.   "Ck kakakmu suruh cari pacar sana. Jangan cuma gangguin adeknya aja. Dia iri tuh."   "Kak Embun begitu karena dia merasa perlu menjagaku Badai. Jadi mohon bersabarlah. Kalau kamu bisa membuktikan kamu cukup baik untukku. Pasti Kak Embun langsung memberi kita ijin pacaran."   Badai hanya mengangguk malas. Toh dia cuma penasaran dengan gadis cantik di sebelahnya ini.   *****   Badai melemparkan kunci mobil saat sampai di dalam kamarnya. Tapi pintu kamar tiba-tiba terbuka. Padahal dia baru saja akan masuk ke dalam kamar mandi.   Jatah offnya kali ini memang  sebenarnya akan di habiskan berkencan dengan Wanda. Tapi apa daya wanita itu hanya mau di ajak makan di luar dan setelahnya minta diantar pulang.   "Badai papa mau bicara."   Badai menghela nafasnya melihat sang papa sudah berdiri di ambang pintu. Dia akhirnya mengangguk saat papanya masuk ke dalam kamarnya.   Sang papa kini duduk di tepi kasur dimana Badai juga duduk di sana.   "Kamu beneran gak mau masuk ke manajemen?"   Badai langsung menghela nafasnya. Sudah terlalu bosan dengan topik ini. Dia sudah 25 tahun tapi kenapa terus di desak untuk belajar?   "Pah. Badai kan udah bilang kalau Badai tidak tertarik sama bidang itu. Toh anak papa ini udah jadi sarjana seni. Band Badai juga sebentar lagi nembus dapur rekaman. Lagipula Badai juga udah punya kerjaan mapan pah."   Selain menjadi tim pemadam kebakaran dia juga aktif dengan bandnya. Selama ini dia memang suka menyanyi Maka saat sang papa menyuruhnya masuk ke manajemen bisnis, dia malah membangkang dengan mendaftar di jurusan seni.   "Badai. Bisa dapat apa kamu dari menyanyi? Lagipula pekerjaanmu sebagai pemadam kebakaran membuat mamamu selalu khawatir. Tinggalkan itu semua Badai. Teruskan lah perusahaan papa dan Kakek."   Badai kini  melepas kuncir rambutnya dan mengacak-acak rambutnya yang panjang itu.   "Pah please. Badai bisa tersiksa kalau dipaksa kayak gini. Biarkanlah Badai bebas pah."   Sang papa terlihat menghela nafasnya. Sudah terlalu lelah memang berdebat dengannya.   "Ok kalau begitu papa sudah tidak bisa menolongmu lagi. Kamu di tunggu Kakek. Besok Kakek ingin bicara sama kamu."   Badai langsung membelalakkan matanya. Kakek Langit sangat tegas kepadanya sejak dulu.   "Loh emangnya ada apa sih pa?"   Papanya sudah beranjak dari duduknya.   "Lihat saja sendiri apa yang akan kakekmu lakukan sama masa depan kamu."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN