Prasangka
MARI BERCERAI, MAS!
(Pernikahan adalah hal yang sakral dan suci. Dengan menikah, artinya harus siap berumah tangga. Rumah tangga yang sehat diperlukan kesadaran diri dari kedua belah pihak. Pernikahan memerlukan keseimbangan)
***
Aku yang tengah hamil besar, tidak memungkinkan jika tetap berada di kota ini. Tentu sangat beresiko pada usia kehamilanku yang memasuki bulan kedelapan. Sementara tidak ada yang menjaga dan menemani.
Ini adalah kehamilan pertama, beberapa bulan terakhir suamiku sangat sibuk dengan pekerjaannya. Maklumlah, sebentar lagi istrinya ini akan menjalani proses persalinan. Tentu akan membutuhkan banyak biaya.
Setelah berdiskusi, akhirnya kami memutuskan agar aku dipulangkan ke kampung halaman. Disana ada ibu dan adik yang bisa menjaga dan menemaniku jika terjadi sesuatu.
Jarak dari kota ke desa hanya berselang 2 jam perjalanan. Tidak begitu jauh menurutku, pun suamiku bisa mengunjungi kapan saja dia ada waktu.
Hanya bermodalkan kepercayaan saja, kami berpisah untuk sementara waktu.
***
"Aku belum bisa pulang minggu ini, jaga kandunganmu baik-baik." Ucap suamiku ketika menelepon.
"Ya sudah Mas, jaga dirimu juga. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Balasnya.
Aku menutup telepon dengan harap cemas. Bagaimana tidak, minggu ini ia tidak akan pulang mengunjungiku. Padahal aku sangat merindukannya.
Entah mengapa aku begitu gelisah belakangan ini. Firasatku mengatakan terjadi sesuatu pada suamiku, atau ada yang ia sembunyikan dariku.
"Astaghfirullah haladzim ... Berpikir apa aku ini? Mana mungkin ia menyembunyikan sesuatu." Gerutukku pada diri sendiri.
Ah, aku sungguh tak sabar menunggu kehadiran buah cinta kami ini terlahir ke dunia. Dengan begitu, aku tidak akan kesepian lagi jika suami bekerja.
***
Semua berjalan baik-baik saja, hingga suatu malam aku terjaga dari tidur, aku mendapati suamiku tengah tertidur pulas disampingku.
Aku terkejut, ia mendadak pulang tanpa memberitahuku terlebih dahulu. Apakah ia begitu merindukanku?
"Mas, siapa yang membukakan pintu?" Tanyaku.
"Ibu," Jawabnya singkat disela kantuk yang terlihat jelas dari wajahnya.
"Bangunkan jam 6 pagi, Dik. Aku harus kembali ke kantor esok." Sambungnya lagi.
"Yah, kirain bakal dua hari disi..." Belum sempat ku lanjutkan ucapan, kudengar suara dengkuran.
"Menyebalkan, tapi aku mencintaimu, Mas."
Kulirik jam dinding, pukul dua dini hari. Aku berbaring disamping suamiku, sungguh ia tak kenal lelah. Baiklah, kuputuskan untuk menarik selimut dan ikut terlelap bersamanya.
Baru saja mataku ingin terpejam, ketika mendengar dering ponsel milik suamiku. Seperti biasa, kami menerapkan privasi. Dimana sejak awal menikah aku tidak diizinkan mengutak atik benda berharganya itu, begitu pun sebaliknya. Saling percaya, begitu katanya.
Kubiarkan saja ponsel berdering, tak tega juga membangunkan suami yang tertidur pulas. Ponsel terus berdering bahkan hingga tujuh kali, hati kecilku berbisik mungkin telepon dari kantor atau orang penting. Baiknya ku angkat saja.
Ternyata "Mr. Edy" teman sekantor suamiku, tapi untuk apa menelepon dini hari begini. Barangkali ada informasi penting dari kantor. Saat ingin menekan tombol hijau, deringnya berhenti. Ada puluhan pesan masuk di aplikasi chating w******p yang tak bisa kubuka karena terkunci.
Satu pesan masuk berbentuk SMS biasa. Sepertinya suamiku lupa memberi password untuk bagian pesan, hingga aku bisa leluasa membacanya.
Anehnya, SMS itu berisi :
"Beb, kamu kemana aja? Kok gak angkat telpon, chat aku juga gak dibalas. Kalau tugas luar kota udah selesai, temui aku, ya."
Sungguh, tak ingin berprasangka buruk pada suamiku. Aku sangat percaya padanya. Selama pacaran hingga menikah, ia tak pernah bertingkah aneh atau berbuat yang tidak-tidak.
Mungkin Mr. Edy hanya salah berkirim pesan, atau mungkin Mr. Edy memiliki selingkuhan yang sedang bertugas di luar kota. Aku harus berpikiran positif.
Mengingat Mr. Edy merupakan teman juga atasan suamiku dikantor, jabatannya memungkinkan ia melirik banyak wanita di luar sana. Meski begitu, Mr. Edy sudah memiliki istri juga dua orang anak.
Era sekarang ini perselingkuhan sangatlah banyak terjadi, tapi itu tidak boleh terjadi pada rumah tangga kami. Suamiku tidak mungkin berbuat begitu, ia sangat mencintaiku. Buktinya ia rela berjauhan demi kondisiku kini, ku akui itu tak mudah baginya. Ia akan sangat kerepotan saat aku tak ada.
"Yaa Allah, Yaa Rahman, Yaa Rahiim. Jangan engkau biarkan sesuatu yang buruk menimpa keluarga kami." Pintaku pada sang Khaliq disela curiga yang terus menerus kurasakan akhir-akhir ini.
***
(Prolog)
Seminggu yang lalu saat suamiku diperjalanan menuju kesini, mobil yang ia kendarai dilempar botol miras oleh orang tak dikenal. Setelah sampai, ia tak sengaja melindas anak kucing orange tepat dihalaman rumah. Menurut kepercayaan tetua di Desa, itu berarti pertanda buruk. Namun, aku tak percaya begitu saja.
Keyakinanku yang teramat besar, semua baik-baik saja, kami saling mencintai. Kami menjalani rumah tangga yang sehat, hal baik selalu bersama kami. Tanpa kusadari malapetaka menunggu tepat didepan mataku.
(Cerita ini, merupakan kisah nyata penulis.)