Sebuah Keajaiban
Dalam keremangan malam di lereng gunung Gede terdengar suara gemuruh dari langit serta sesekali terlihat petir menyambar.
Suara-suara petir disertai angin kencang bertiup menebak daun-daun pepohonan. Bumi bergetar seakan-akan akan segera terjadi gempa bumi.
Penduduk disekitar lereng gunung Gede menjadi panik. Tak jarang mereka berhamburan keluar rumah untuk menyelamatkan diri.
Sebuah cahaya dari langit berwarna kuning laksana sebuah meteor menerobos kepekatan malam. Kemudian cahaya tersebut berputar-putar di atas langit sebelum meluncur laksana busur panah ke salah satu pedukuhan di daerah lereng gunung Gede.
Tampak terlihat sesosok pria ditengah-tengah rumah cukup berumur. Sedang berjalan mondar-mandir kesana kemari,duduk tidak tenang berdiam diri tidak bisa.
Laki-laki itu bernama Bratasena. Ia sedang menunggu suara tangisan bayi. Bukan tanpa alasan, karena saat ini, istrinya tengah berjuang melahirkan anak pertamanya.
Bratasena seorang mantan senopati dari Kerajaan Kalinggapura yang berkuasa jaman itu.
Dia mengundurkan diri setelah terjadinya perpindahan kekuasaan dari tangan Raja Kalinggapura sebelumnya ke putra mahkota.
Kemudian ia mengasingkan diri ke sebuah pedukuhan kecil daerah lereng gunung Gede.
"Sabar Kakang," ucap seorang laki-laki yang masih muda yang tengah duduk disebuah kursi rotan.
Pemuda itu bernama Jaka Sona adik ipar Bratasena atau adik kandung Diyah Ayu Pitaloka istrinya.
Namun Bratasena tidak menghiraukan seruan adik iparnya itu. Ia terus mondar-mandir, karena perasaan tidak tenang dan gelisah terus menyelimuti pikirannya.
Tiba-tiba suara pintu kamar berderit, ketika sosok wanita tua seorang dukun beranak keluar dari kamar dengan wajah lesu.
Setengah loncat Bratasena lekas menghampiri wanita tua itu.
"Nyai bagaimana?" tanya Bratasena tampak khawatir setelah melihat raut wajah sang dukun beranak.
Wanita tua itu tampak kebingungan harus bagaimana mengatakannya.
Perlahan-lahan keluar dari mulut dengan suara parau "Maapkan saya tuan, saya sudah melakukan semampu saya" lirih dukun beranak itu penuh penyesalan.
Bratasena yang dapat menilai jawaban sang dukun beranak, setengah tidak sadar dia mendobrak pintu.
Tampak terlihat istrinya sedang menangis memeluk sang bayi mungil yang tak bernyawa.
Sontak Bratasena tubuhnya bergetar hebat, seluruh badannya terasa berat serasa langit dan bumi menghimpit tubuhnya. Ia rubuh didepan istri yang terbaring, kini dirinya didalam keputusasaan yang amat sangat sulit.
Dia menundukkan kepalanya sambil batinnya menjerit-jerit.
Namun tiba-tiba ada aura hangat menyelimuti rumah itu.
Tak lama kemudian tampak terlihat cahaya kuning berputar-putar di atas langit-langit kamar, kemudian memancar merasuki tubuh sang bayi, seketika tubuhnya bersinar terang menyilaukan, membuat semua orang yang ada didalam kamar menutupi mata dengan jari-jari tangan.
Setelah beberapa menit kemudian sinar cahaya itu, berangsur-angsur menghilang bersamaan terdengar suara tangisan bayi.
Bratasena segera bangkit terlihat air matanya keluar, ketika tampak terlihat sebuah keajaiban didepan matanya. Anaknya telah kembali hidup.
Dia langsung memeluk bayinya bersama istrinya.
"Terimakasih sang hyang Widhi," ucap Diyah Ayu Pitaloka.
Jaka Sona yang masih tidak percaya atas apa yang terjadi. Ia sempat memukul-mukul wajahnya. Supaya terbangun dari mimpi tapi tak kunjung bangun kejadian itu adalah nyata.
*****
Sebenarnya cerita ini tidak ada kaitannya dengan sejarah masa lalu. Cerita ini merupakan imajinasi saya sendiri. Terlepas dari itu mungkin ada nama-nama pendekar atau tokoh yang mungkin kalian kenal didalamnya.