Ch. 2

1217 Kata
Beberapa jam sebelumnya "Ada apa Nenek datang kemari?" Aldri menatap bingung seorang Nenek yang biasanya membantu penduduk desa saat ada yang melahirkan. Seingatnya Alesha baru saja diperiksa beberapa hari yang lalu dan seharusnya baru akan diperiksa satu minggu kemudian, namun tiba-tiba saja Falaskus datang dengan membawa perlengkapan yang biasa wanita tua itu bawa saat akan memeriksa kandungan seseorang. Aldri yakin sekali bahwa adiknya belum akan melahirkan "Aku datang untuk memeriksa keadaan perut adikmu. Aku merasa bahwa janin yang ada di perut adikmu bukan anak Naga biasa, maka aku harus memastikannya secara langsung," jawab Falaskus dengan santai. Bahkan wanita tua itu sudah berjalan masuk ke dalam rumah begitu saja tanpa meminta izin pada Aldri selaku pemilik rumah. Aldri tertegun. Tiba-tiba saja dirinya menjadi gugup, akankah wanita tua ini mengetahui bahwa janin Naga yang dikandung oleh adiknya adalah keturunan dari Kaisar Naga yang Agung? Tapi rasanya tidak mungkin jika sampai orang seperti Falaskus sampai memiliki kekuatan yang semacam itu. "Tapi adikku baru saja kau periksa beberapa hari yang lalu, apa lagi yang harus diperiksa darinya?" tanya Aldri. Dia berusaha menahan agar nenek tua itu tidak menyentuh adiknya. Dia takut kenyataannya akan terbongkar. Falaskus hanya tersenyum sambil melangkah masuk, menerobos tubuh Aldri yang berdiri di tengah ruangan. "Aku tidak akan lama, aku juga akan memberikan penguat kandungan bagi adikmu," katanya tanpa memperdulikan Aldri. Walaupun merasa cemas, namun pada akhirnya Aldri mengangguk, tidak ada alasan baginya untuk menolak keberadaan Falaskus yang merupakan seorang sesepuh di desanya. Lagipula mungkin dengan penguat kandungan yang dikatakan oleh Falaskus, adiknya akan semakin sehat, begitu juga dengan kandungannya. "Kemari, Nek. Adikku sedang beristirahat di kamar," ujar Aldri. Falaskus berjalan terseok di belakang Aldri, ia langsung masuk ke dalam kamar Alesha meskipun terlihat Alesha sedang tertidur. "Dik, bangunlah. Nenek Falaskus ada disini untuk memeriksa kandungan mu," ujar Aldri sambil menggoyangkan tubuh adiknya pelan. Alesha yang merasa tidurnya terganggu, perlahan membuka matanya. "Nenek? Kenapa Nenek ada disini? Bukankah aku sudah diperiksa saat itu?" tanya Alesha bingung. Ia bangun dari posisi tidurnya dan beralih duduk dengan susah payah. "Aku hanya perlu memastikan bahwa kandungan mu baik-baik saja. Dan juga.." Falaskus merogoh sesuatu dari saku jubahnya dan mengeluarkan sebotol kecil ramuan berwarna perak. "Minumlah ini, ini berguna bagi kandungan mu," katanya melanjutkan. Sesaat menatap pada botol itu, Alesha menerima botol itu begitu saja dan langsung meminumnya hingga habis. "Rasanya pahit, Nek," keluhnya. Falaskus tersenyum kemudian berbalik badan. "Aku sudah melakukan tugasku, sekarang aku akan pergi," ujar Falaskus sambil berjalan keluar. Aldri menatap ke arah adiknya yang masih bersandar di kepala ranjang, kemudian dia berkata bahwa dirinya akan mengantar Falaskus hingga depan. Setelah sampai di depan rumah, Falaskus sempat hanya berdiam diri di depan halaman rumahnya. Nenek tua itu juga sempat memandangi rumah milik Aldri sebelum kemudian berujar dengan pelan. "Dulu aku juga yang membantu ibumu saat menetaskan mu dan juga adikmu. Sekarang aku harus minta maaf." Aldri mengerutkan keningnya bingung. Namun dirinya tidak sempat bertanya apapun pada Falaskus karena Nenek itu sudah berjalan menjauh. * Saat ini.. "Apa yang terjadi padamu?! Belum saatnya telur Naga mu keluar!" Aldri menatap panik adiknya yang mengerang sambil memeluk perutnya. Di lantai sudah banyak darah dan juga telur Naga yang seharusnya akan keluar di bulan sembilan dan akan menetas di bulan ke sepuluh, justru sudah keluar dari perut Alesha. "A-aku tidak tahu, perutku sakit sekali, Kak! Tolong aku!" teriak Alesha. Dirinya meronta, memeluk perutnya terus menerus. Meskipun dalam kesakitan, tangannya masih saja memeluk telur yang merupakan anaknya itu. Biasanya saat telur Naga sudah keluar, maka induknya akan berubah ke bentuk asli Naga dan mengerami telur nya hingga bisa menetas. Namun yang terjadi pada Alesha, meskipun anaknya sudah keluar, dirinya tetap saja tidak bisa kembali ke bentuk aslinya sebagai Naga putih. "A-apa yang harus Kakak lakukan? Haruskah Kakak mengundang Falaskus kemari?" tanyanya panik. Aldri gemetar memandang wajah adiknya yang sudah pucat pasi, keringat bercucuran dari wajah hingga seluruh tubuhnya. Alesha sudah tidak menjawab, adiknya hanya meronta kesakitan sambil terus memeluk telur miliknya. Karena dirinya tidak tahan melihat Alesha kesakitan, Aldri akhirnya bergegas hendak keluar rumah untuk mendatangi Falaskus dan membawanya kemari untuk membantu adiknya. Namun saat sampai di ambang pintu, tiga orang dengan cadar menghadangnya. Aldri menoleh ke belakang tubuhnya, dimana adiknya masih menangis kesakitan. Ia tahu ini adalah situasi buruk yang tadi baru saja dia dan adiknya bicarakan, meskipun begitu Aldri tidak berharap itu terjadi secepat ini dan dalam keadaan Alesha yang sedang kesakitan seperti ini. "Jika kalian ditugaskan untuk membunuh kami, aku tidak akan membiarkan kalian melakukannya," ucap Aldri tegas. Ia mengeluarkan pedang miliknya dan menghunuskan ke arah tiga orang yang berada di depannya itu. Bagaimana pun dia adalah seorang Ksatria yang turut ikut perang besar, dia yakin akan bisa melindungi adik dan keponakannya. "Jangan melakukan perlawanan yang sia-sia. Kau dan adikmu hanya perlu pergi dengan damai," ujar salah seorang di depannya. Aldri melirik dari ekor matanya dimana Alesha sudah menyadari situasi yang dihadapinya. Ia melihat adiknya itu terseok masuk ke dalam kamar. Sialnya baru akan mencapai pintu kamar, seseorang yang berada di depannya melempar pedang dan tepat mengenai perut Alesha hingga adiknya berteriak kesakitan. "ADIK!!!" teriak Aldri, air matanya jatuh melihat adiknya terkapar tak berdaya. Dengan kemarahan memuncak, dia mengayunkan pedang dan berhasil membuat satu dari tiga orang itu mati. Terjadi perkelahian sengit dua lawan satu. Dengan air mata yang mengalir bak anak sungai, Aldri mengayunkan pedang nya dengan membabi buta dan membuat satu orang lagi berhasil ia kalahkan. Namun karena staminanya yang terkuras dan emosinya yang kacau, satu orang terakhir berhasil melukai perutnya. Aldri terjatuh, dengan matanya yang nyaris terpejam itu ia melihat lelaki yang tadi berhasil menjatuhkan nya berjalan mendekat ke arah adiknya yang sudah tidak bergerak. Ia berteriak dengan sisa tenaga, meminta orang itu berhenti dan tidak menyakiti keponakannya. Aldri bisa melihat telur yang tadi dipeluk oleh adiknya sudah terlepas dari pelukan Alesha karena adiknya sudah tidak bernyawa. Tapi Aldri tidak sanggup jika harus melihat keponakannya yang bahkan belum menetas harus meninggal mengikuti Ibu dan Pamannya. "Bertahanlah, Nak. Kau adalah anak Kaisar Agung, tidak seharusnya kau mati," lirih Aldri. Meskipun darah keluar begitu banyak dari tubuhnya, matanya tetap menatap ke arah dimana pria itu sudah berjongkok dan berhasil menyentuh telur dari keponakannya. Jika matanya yang hampir mati itu tidak salah melihat, Aldri yakin ada retakan di sisi telur keponakannya itu. "Setelah aku menghancurkan telur ini, maka tugasku selesai dan aku akan menerima hadiah yang banyak dari Permaisuri," ujar Pria itu. Aldri semakin tersedu, harusnya ia tahu bahwa sudah pasti Permaisuri tidak akan hanya diam saat mengetahui ada wanita lain yang mengandung darah daging suaminya. Harusnya dia lebih cepat membawa Alesha pergi dari Kekaisaran ini, jika saja itu ia lakukan pasti saat ini dirinya dan Alesha sedang merencanakan hidup masa depan bagi keponakannya. "Hei! Apa kau tidak ingin mengucapkan selamat tinggal pada keponakanmu yang sebentar lagi mati ini?" tanya pria itu. Kemudian ia tertawa dengan sangat keras. "Aku lupa, bahkan sebentar lagi juga kalian akan berkumpul bersama setelah sama-sama mati," lanjutnya. Setelahnya, dia kembali mengeluarkan pedang dan siap menghunus ke arah telur besar itu. Aldri menangis dan memejamkan matanya, dirinya sudah tidak tahan. Kesadaran nya sudah hilang saat tiba-tiba saja sebuah cahaya menyilaukan berpendar dan membuat pria yang tadi melukainya dan hendak membunuh calon keponakannya itu terpental dan tak bergerak. Sayangnya Aldri tidak sempat melihat apa yang terjadi karena dia sudah lebih dulu bergabung bersama adiknya di jalan kematian. **
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN