"Nay ini paket katanya punya kamu, pesan apa lagi?" mamahnya berteriak sembari mengangkat kotak paket berukuran besar masuk kedalam rumah. setelah orang pengirim paket itu pergi dari halaman rumahnya.
Naya keluar kamarnya dengan wajah kebingungan. "paket? punya aku?" tanyanya memastikan.
“itu mamah taruh meja depan.” Tunjuk mamahnya. Naya sendiri masih kebingungan karena memang seingatnya ia tidak memesan barang apapun bagaimana bias ada pakaet untuk dirinya.
Meski kebinguan Naya tetap mengambil dan membawa paket itu kedalam kamarnya barang kali mungkin ia memenangkan undian atau give away semacamnya. Tidak langsung dibukanya ia masih mengingat-ingat apakah dirinya ternyata memang memesan sebuah barang atau tidak, tapi Naya ingat betul jika ia memang sudah tidak ada barang yang sedang dipesan, namun karena rasa penasaran Nayapun membuka kotak paket itu ia membukanya pelan dan sangat rapi, takut jika saja nanti ternyata pakaet itu bukan ditujukan untuk dirinya walaupun tertulis jelas ada nama dan alamatnya di atas paket itu sayangnya tak ada nama dari pengirimnya.
Dibukanya kotak paket berukuran besar itu didalamnya terdapat kotak lagi berwarna senada dan Naya kembali membuka kotak itu untuk ketiga kalinya dan didalamnya Naya bisa melihat isi dari kotak paket itu dua kotak s**u coklat, cake dan amplop warna coklat tua dengan motif polkadot. Naya masih terheran-heran dibuatnya sempat terlintas dalam benaknya mungkin ini ulah si Juna siapa lagi jika bukan dia sahabat anehnya itu, segera Nayapun mengambil amplom itu dan merobeknya ia tak sabar membaca surat didalamnya. Dan benar ada nama Juna di ujung kanan bawah bagian surat itu. dugaan Naya tidak salah ia benar-benar tak habis fikir dengan tingkah Juna.Naya tersenyum meski ia masih jengkel mengingat apa yang telah Juna perbuat kepadanya.
Untuk Rainaya sekar arum yang baik hatinya,
Nay maaf ya untuk sore kemarin, maaf untuk kekacauan yang aku ciptakan. Kamu boleh marah untuk itu, tapi aku minta kamu menerima permintaan maafku kali ini. Mungkin kamu sudah bosan mendengar kata maaf dari mulutku, makanya untuk kali ini aku sengaja menuliskan surat permintaan maaf untuk kamu, aku tau kamu memiliki hati yang baik, aku bisa menebak sejak pertama kali bertemu dengan kamu di depan halaman rumah itu aku tau kamu adalah gadis yang baik, makanya sejak saat itu aku tulus ingin menjadi teman dari seorang gadis baik hati. Beruntung sekali bisa menjadi teman baikmu, Lihat diluar bukankah langit hari ini sangat cerah aku harap hujan tidak turun biar kamu bias melihat matahari terbenam dan semburat ungunya yang cantik, seperti kamu Nay.
Dibawah cake itu ada piringan yang kamu lukis kemarin sore aku sudah berusaha menyatukanya tapi nihil hasilnya tak bisa sesempurna itu, aku benar-benar menyesali hal itu. Meski begitu aku harap kamu justru akan melukis lukisan yang bahkan lebih indah dari lukisan indahmu kemarin, maaf aku membuatmu sedih kemarin kamu boleh kecewa akan hal itu. Kalau saja Naya bisa memaafkan kesalahanku mungkin lusa sepulang sekolah aku akan membawanya pergi kesuatu tempat yang sangat indah ia bisa melukis tempat itu aku janji aku tidak akan mengacaukanmu, tolong Nay terima permintaan maafku yang tulus. Jangan lupa minum s**u.
Juna yang menunggu maaf dari Naya
Naya dibuat geli sendiri dengan surat buatan Juna menurutnya isinya sangat buruk, Naya sudah memaafkan perbuatan Juna sebenarnya hanya saja ia ingin Juna lebih mengoreksi kesalahnya. Entah ini sudah keseberapa kianya Juna mengirimkan permintaan maaf kepada Naya sejak pertama kali mereka bertemu, bahkan pertuan pertama Naya dan Junapun dimulai dengan Juna yang membuat Naya menangis, Juna kecil yang menyebalkan tapi baik hati karena ia menolong Naya waktu itu.
Dan Nayapun segera mengangkat kotak berisi cake itu benar saja di bawahnya ada piringan lukisan miliknya ia kembali menjadi bulatan meski tak terlalu utuh, ada beberapa keping kecil yang hilang gambarnya tak sesempurna kemarin tapi Naya tau Juna sudah berusaha untuk menyatukanya.
Ini hari terakhir masa orientasi di SMAnya seluruh murid dikumpulkan dilapangan sekolah mereka diminta untuk berbaris menurut urutan kelompok yang sudah dibentuk sejak awal masa orientasinya. Karena tubuh Naya yang lumayan tinggi iapun berbaris dibagian belakang barisan setelah barisan tertata dengan rapi ketua panitiapun naik ke atas podium ia menyampaikan banyak hal bahkan ucapan terimakasih kepada semua murid baru untuk keberhasilan acara orientasi tahun ini yang berjalan dengan lancar. Naya yang saat itu tengah fokus mendengarkan tiba-tiba dibuat kaget oleh sebuah suara yang berbisik pelan ditelinganya. “Nay maafin yaaa?” bisiknya setengah merengek. Naya tak menghiraukanya ia tau itu kelakuan konyol si Juna bagaimana bisa si Juna berani-beraninya berdiri di belakangnya padahal sudah jelas sekali barusan perempuan dan laki-laki dipisah saat ini.
“Nay… ya maafin ya,” ucapnya lirih Juna belum juga menyerah.
“Nanti pulang sekolah kita ke tempat yang udah aku janjiin ya?” ucapnya sekali lagi, tapi Naya masih tetap diam tak menghiraukan Juna ia masih berdiri fokus mendengarkan.
“yaudah kalo kamu diem berarti iya, soalnya diamnya perempuan itu artinya iya.” Ujar Juna menegaskan.
Naya masih tak menggubrisnya dan Juna masih terus saja berbicara seorang diri. Bahkan membuat beberapa orang disekitarnya jadi sedikit terganggu dengan kelakuan Juna. Ada yang sampai menengok ke arah Juna lebih dari tiga sorot mata memandang sinis ke aranya bahkan sampai menyuruh Juna untuk kembali ke tempatnya atau setidaknya diam jika tetap ingin berdiri disitu, tapi Juna tentu tidak menghiraukanya ia masih terus mengemis maaf kepada Naya.
“tolong untuk siswa yang mengenakan kaos putih dibarisan terbelakang para siswi maju kedepan untuk menyampaikan pesan dan kesan selama masa orientasi untuk mewakili seluruh angkatan.” Suara dari mikrofon itu ditujukan untuk Juna yang tertangkap basah berbaris dibarisan yang salah, dan sejurus kemudian seluruh lapangan mengalihkan pandanganya ke arah Juna.
Juna celingukan ia mengaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal, ia masih berdiri di tempatnya sampai sebuah suara dari mikrofon itu kembali menyuruhnya maju kepodium. Dan dengan langkah berat Juna pun berjalan ke arah podium,
“silahkan.” Ucap salah seorang panitia orientasi sembari memberikan mikrofonkepada Juna, ia pun menerima mikrofon itu meski Juna masih terdiam untuk sesaat. Sedangkan Naya tertawa geli di barisanya Melihat Juna yang terlihat kebingungan di depan sana.
“hallo, nama saya Juna, emm… selamat siang! Panas ya cuaca Hari ini emm… ngebayangin segelas es teh manis bener-bener seger.” Ucapnya terbata-bata, dan sangat tidak jelas apa yang dia bicarakan itu.
“Duh tiba-tiba ditunjuk buat ngomong kesan dan pesan sedikit mengaggetkan, syok belum ada persiapan, coba kalo semalem udah dikabarin mungkin saya akan lebih prepare dan akan menyampaikan banyak hal.” Lanjutnya.
“tapi sayangnya ini dadakan kayak tahu bulat, jadi dengan besar hati saya memohon maaf jika saja mungkin akan ada kesalahan dalam kata- kata saya, semoga semua yang ada di sini bisa menerima permintaan maaf dari saya.” Ucapnya berbelit dan berlanjut tentu Juna akhirnya dengan mudah menyampaikan sepatah dua kata meski tanpa sebuah persiapan.
Selesai Junapun mengahirinya setelah kurang lebih lima menit kemudian seisi lapangan memberikan tepuk tangan untuk Juna dan para panitia mempersilahkan Juna untuk kembali ketempatnya atau lebih tepatnya ke kelompok aslinya tentu barisan laki-laki bukan dibelakang Naya.
Setelahnya acara orientasi ditutup para siswa diperbolehkan pulang hari terakhir ini mereka pulang lebih awal karena memang tidak banyak ada banyak kegiatan untuk hari ini dan tanpa berlama-lama Naya segera mengambil tas daypacknya dan bergegas untuk pulang. Tapi tiba-tiba langkahnya tertahan Juna sudah berdiri menunggu Naya di depan lorong.
“Nay udah kali ngambeknya, maaf ya, aku ngaku salah.” Ucapnya belum menyerah.
“habis dimaafin pasti ngulang lagi, males.” Jawab Naya jutek kemudian berjalan meninggalkan Juna tapi dengan cepat Juna menyamakan langkahnya dengan Naya.
“iya…iya ga diulang,”
Naya masih tak menghiraukan Juna ia tetap meneruskan langkahnya. Naya tidak pernah percaya jika Juna berkata tidak akan mengulangi perbuatanya, karena kalimat itu sudah sangat sering Naya dengar dari mulut Juna.
“aku traktir makan siang, tiket bus sama jalan-jalan sore aku temenin kamu nglukis tanpa gangguan.” Ujar Juna memberikan penawaran, Naya yang mendengarpun langsung tersenyum.
“Oke!! Ayuk makan siang habis itu kamu temenin aku nglukis,”
“ asikk!! Berarti kamu maafin aku kan Nay?”
Naya tidak menjawab pertanyaan itu, “ ajakin Zidan jangan lupa,” pintanya.
“beres kalau itu.” Jawab Juna mantap.