please, don't you the one

1278 Kata
Sudah hampir tiga puluh menit Naya dan Juna menunggu kedatangan Zidan yang sampai kini tak terlihat batang hidungnya, Naya bahkan sudah memesan dua gelas Cheese Milk dan gelas keduanyapun nyaris habis, siang itu Jogja memang sedang terik-teriknya. Juna sendiri bahkan sudah melahap habis makananya katanya keburu mati kelaparan jika menunggu Zidan karena pagi tadi ia tak sempat sarapan karena bangun kesiangan. “Zidan mana si?? tumben dia ga on time?” Naya mengeluarkan pertanyaan yang sudah dia ulang untuk kesekian kalinya, dan jawaban Junapun tetap sama ia sendiri tidak tau, sepulang sekolah tadi Juna memang sudah mengajak Zidan untuk pergi bersamanya dan Zidanpun mengiyakan ajakan itu hanya saja Zidan bilang akan ada urusan sebentar jadi Zidan akan segera menyusul Juna dan Naya setelah menyelesaikan urusanya. Naya benar-benar bosan ia tidak senang mengunggu itu berlaku untuk semua hal karena baginya menunggu adalah kegiatan paling melelahkan dan sekarang melihat Juna sedang bermain Hp didepanya Naya dibuat penasaran karena Juna tengah cengengesan sambil melihat ponsel miliknya itu. ”oi.... liatin apa sampai segitunya?” tanyanya menyelidik. “oh ini,” Juna menjawab singkat sambil meringis dan kembali asik dengan ponselnya. “JUNA!” panggil Naya mencoba mendapatkan perhatian dari Juna yang sedari tadi justru mengabaikan dan asik dengan ponselnya sendiri. “apa Naya??” tanya Juna sembari mengngangkat alis kirinya dan memandang ke arah Naya dengan tatapan yang tajam. “bosen ih, masa dari tadi Cuma nungguin Zidan dan kamunya palah asik sendiri sama ponselmu!” gerutunya. Juna tertawa, kemudian meletakkan handphonya. “yah ngambek,” ucapnya setengah mengejek. “lagian si kamu Jun masa Cuma cengengesan sendiri padahal ada aku, dikira Cuma pajangan apa didiemin terus dari tadi kan males!” Ucap Naya dingin. ”hahahha…” Juna tertawa melihat raut wajah Naya yang langsung berubah suram. “ bukan gitu, yaudah ini aku kasih liat yang dari tadi aku liatin,” lanjut Juna kemudian menyodorkan handphonya pada Naya, Naya sedikit bingung ketika melihat handphone Juna yang pada layarnya langsung beranda pada akun i********: milik Vianata parasmita, Nayapun sedikit menyernyitkan keningnya, tanpa bertanya Juna paham Jika Naya bingung melihat beranda ponselnya itu, Juna langsung menjelaskan pada Naya. “itu akun i********: Via,” tukasnya. “iyaa… tau kalau itu Juna marjunet!!! Terus? Yang bikin kamu cengengesan ketawa ga jelas dari tadi apa?” “itu satu angkatan kan sama kita? Cantik ya orangnya,” kata Juna. “ suka?” tanya Naya menyelidik. “yeah, who doesn’t like beautiful people?” “ iya-iya Via emang cantik, laki-laki tu gercep banget ya kalau ada orang cantik.” Jawab Naya "yah kok sewot jawabnya," " gaada, apaan siapa yang sewot orang biasa aja," Juna tersenyum jelas-jelas nada bicara Naya naik satu oktaf dari biasanya, “kamu juga cantik Nay,” ucap Juna entah kali ini ia bercanda atau memang serius, tapi Naya memang termasuk Wanita berparas cantik. Naya tak menjawab ucapan Juna ia justru melolot tajam ke arah Juna, dan Junapun dibuat tertawa karenanya. Juna masih membahas tentang Via wanita yang menurutnnya cantik dan Naya sejujurnya malas untuk mendengarnya untung siang itu ditemani alunan musik Weezer – My Best Friend jadi Naya bisa pura-pura mendengarkan celotehan Juna meski sebenarnya dalam hati ia tengah menyanyikan lagu yang sekarang ia dengarkan. Sampai-sampai tak terasa waktu berlalu cukup lama. “kalau aku ngajak Via pacaran dia mau enggak ya?” tanya Juna pada Naya dengan jelas Naya bisa mendengar pertanyaan itu dan seketika rasanya waktu berhenti, itu yang dirasakan Naya ketika mendengar pertanyaan dari Juna. Bagaimana bisa pertanyaan Juna baru saja membuat hati Naya sedikit sesak ia seolah kehilangan oksigenya, ada apa denganya? Kenapa bisa seperti ini rasanya? Naya masih terdiam ia sibuk bertanya pada dirinya sendiri. “Nay , hallo?”Juna mengibaskan tanganya didepan wajah Naya., dan dengan cepatnya Naya menepiskan tangan Juna didepannya. “ ish… apaan sih?” tanya Nanya sewot. “ belum kamu jawab pertanyaan aku tadi, gimana menurut kamu?” Naya masih mencoba menengkan dirinya yang merasakan sedikit gonjangan atau apalah ia sendiri bingung dengan apa yang kini tengah ia rasakan, tapi untung saja kini Zidan datang, Naya sangat besyukur Zidan datang di waktu yang tepat pikirnya. “duhh.. ini lama banget nungguinya, macet kali ya jalanan masih nunggu di aspal, atau transit ke Sulawesi dulu?” sindir Juna pada Zidan yang baru saja bergabung duduk diantara keduanya. “iya…iya maaf jadi nungguin lama,” “ si Juna kaya cewek mulutnya, tukang sindir!” balas Naya. Zidan tersenyum ke arah Naya. “udah makan?” tanyanya. “udah, udah habis makanan aku, hmmm tapi boleh lah nambah lagi.” Kali ini Juna yang menjawab padahal pertanyaan itu Zidan tujukan untuk Naya. “duhh… mulut tante Juna ihh..” canda Naya. Ia mengolo-olok Juna tapi tentu saja dengan nada bercandanya. “belum makan kan? Mau pesen apa?” Tanya zidan. “ Ohh.. Cuma si Naya yang ditanyain?” sahut Juna setengah menyindir. Zidan tersenyum geli, “ iya kamu sekalian Jun.” ucapnya mengalah. Zidan memang memiliki sifat yang lebih dewasa diantara keduanya, dia lebih sering mengalah dan jarang membalas segala sifat kekanak-kanakkan kedua sahabatnya itu. Mungkin karena Zidan memang terlahir sebagai anak pertama di keluarganya berbeda dengan Naya ia adalah anak tunggal dan Juna si bungsu. Zidan lebih sering mengalah dengan keduanya, ia juga lebih banyak diam dari pada harus ikut memperdebatkan hal-hal kecil dengan kedua sahabatnya. Berbeda jauh dengan Juna yang justru dengan sengaja menciptkan perdebatan dan kekacauan-kekacaunya. Tapi mungkin justru karena perbedaan itu mereka bisa berteman dengan baik karena saling melengkapi satu sama lain, dan Naya sebagai satu-satunya perempuan dalam pertemanan itu selalu merasa seperti menjadi si bontot. walau ada Juna yang selalu bertingkah kekanak-kanakan ia tetap saja selalu bisa membuat Naya merasa aman dan tenang bersamanya juga tentu si Zidan yang memperlakukan Naya dengan sangat baik, Seperti yang sudah Juna janjikan siang tadi selesai dengan makananya mereka melanjutkan pergi kesuatu tempat entah kemana Juna akan membawa pergi, katanya tempat rahasia tidak banyak yang tau jadi diberi taupun Naya dan Zidan tidak akan tau percuma, mereka hanya disuruh mengikuti kemana Juna pergi. Senja sudah mulai menyapa kota Jogja, semburat jingga dilangitpun perlahan mulai terlihat indah. Seharian ini Jogja tidak diguyur hujan meski masih dalam bulan penghujan mungkin rencana Juna sedang didukung oleh alam dan berjalan dengan lancarnya. Angin sore ini berhembus cukup kencang, menyapu halus rambut sebahu milik Naya yang ia biarkan tergerai. Udaranya terasa semakin dingin apalagi Motor Zidan yang Naya boncengi melaju dengan cepat mengekor di belakang motor milik Juna yang sudah melaju dengan cepat didepanya. Sampai setelah kurang lebih satu jam perjalanan, mereka memarkirkan sepeda motornya di area parkir yang telah tersedia dan sebenarnya sepanjang perjalanan tadi Naya sudah bisa menebak kemana Juna akan membawanya pergi, ini adalah area pantai yang letaknya tak terlalu jauh dari kota. bahkan sejak tadi ia sudah bisa merasakan sapuan angin laut. “kejutan…” ucap Juna antusias. Naya nyengir. “pantai?” tanyanya memastikan. Juna mengangguk. “iya, tapi akan sangat Cantik,” “ayok!” ajaknya. Merekapun berjalan Juna memimpin berjalan lebih dulu sedangkan Zidan berjalan dibelakang Naya ia, mereka melewati jembatan setapak dari bambu ditengah pepohonan magrov kata Juna ini adalah pantai tersembunyi dan tidak semua orang mengetahuinya, mereka akan berjalan cukup lama. Naya mengatur Nafasnya yang mulai ngos-ngosan. “Capek Ay?” tanya Zidan memastikan. “enggak, aman Dan semangat ayok!!” Seru Naya antusias, iya dia memang semangat ingin segera sampai ke pantai yang Juna Ceritakan sepanjang perjalanan ini pantai itu terdengar sangat menarik, tak sabar ingin mengambar langit senja sore ini. Akhirnyapun mereka sampai di pinggiran pantai setelah melewati hutan Bakau benar saja pantai ini sangat sepi dan bersih beberapa burung terbang dengan bebasnya disini dan gemuruh ombak itu terdengar sangat jelas seolah menyerunya untuk segera menyapanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN