2. Memilih Menyembunyikan

1334 Kata
Hadirnya sinar matahari mampu menembus jendela kaca kamar hotel, sehingga dapat membangunkan Vega yang masih tertidur lelap. Vega dibuat terkejut saat membuka matanya dan mendapati dirinya tanpa mengenakan sehelai benangpun di tubuhnya. Sekujur tubuhnya pun terasa sakit. Vega masih mengingat betul kejadian semalam, apa dan bagaimana Nolan memperlakukannya. Nolan benar-benar brutal dan memperlakukan Vega seperti layaknya wanita kupu-kupu malam. Namun Vega tak bisa mengingat bagaimana ia bisa sampai tertidur bersama pria yang telah mengambil kesuciannya itu. Vega dengan pelan beranjak dari kasur agar tak membangunkan Nolan. Lalu mengambil pakaiannya yang berserakan dan mengenakannya kembali. Setelah selesai, Vega pun pergi meninggalkan hotel dan meninggalkan Nolan yang masih tertidur. ***** Nolan terperanjat saat mendengar suara dering di ponselnya. Ada panggilan masuk. Nolan bangun namun mengabaikan panggilan itu. Ia memegang kepalanya yang terasa sangat pusing. Panggilan itu kembali masuk, dan kali ini Nolan mengangkatnya. “Ada apa?” “Pak Nolan dimana? Kenapa tidak ada di kantor?” Nolan pun melihat jam yang tertempel di dinding yang ternyata sudah menunjukkan pukul Sembilan pagi. “Iya. Gue belum berangkat.” “Pak Nolan baru bangun tidur?” tanya Cakra mendengar suara Nolan yang serak-serak basah. “Iya.” “Pak Nolan baik-baik saja kan?” “Iya gue nggak papa.” “Terus mau ke kantor nggak hari ini?” “Ya iyalah. Ya udah gue mau mandi dulu. Mungkin gue akan sangat telat.” “Baik pak. Aku tunggu.” Setelah mematikan telponnya, Nolan kembali memegang kepalanya karena rasa pusing yang tak kunjung hilang. “Kenapa gue bisa tidur disini?” gerutu Nolan sambil mengingat-ingat apa yang telah terjadi semalam. Namun semakin ia berusaha mengingatnya, kepalanya malah semakin terasa sakit. Nolan tak mampu mengingat semua yang telah terjadi semalam. Yang ia ingat dia mabuk dan tubuhnya terasa gerah seperti diberi obat perangsang. Lalu dibawa ke kamar oleh seorang wanita yang ia tak kenal. Ia menolak dan meminta tolong pada Vega. Selanjutnya ia tak mengingat apapun. “Vega? Ahh… Aku harus menemuinya.” Nolan pun langsung bergegas meninggalkan hotel. Pulang ke rumah untuk mandi dan sebagainya. Lalu menuju ke kantor. Para karyawan menyapa kedatangan Nolan. Nolan hanya membalas dengan senyum tipis sapaan karyawannya. Para karyawan wanita, mereka tak henti-hentinya mengagumi ciptaan Tuhan yang satu ini. Tampan, mapan, fisik sempurna, meskipun sikapnya begitu cuek dan kaku seperti kanebo kering, namun justru itu yang membuat Nolan terlihat berkarisma dan memiliki daya tarik tersendiri. Cakra yang juga melihat kedatangan Nolan, segera menghampirinya. Mereka berjalan menuju ke ruangan Nolan. “Tumben bos bangunnya telat? Memangnya semalam meetingnya sampai jam berapa?” tanya Cakra. “Jam sebelasan kayaknya.” “Wah malam juga ya ternyata. Terus Vega bos anterin pulang kan?” “Nggak.” “Kenapa nggak dianter bos? Dia kan cewek. Kasihan dia pulang malam-malam sendiri.” “Memang siapa dia harus gue anter?” “Heemmm… Dia kan karyawan pak Nolan.” “Terus? Karyawan gue banyak. Masa iya gue harus ngater semua karyawan gue pulang.” “Hadeh… Emang susah ngomong sama kanebo kering. Ya sudah, aku mau lihat keadaan Vega dulu.” “Sialan lo.” Selain umur mereka yang tak jauh berbeda, Cakra yang bekerja sebagai asisten pribadinya Nolan, jadi mereka sering menghabiskan waktu bersama. Sehingga membuat mereka hubungan mereka menjadi sangat dekat. “Tunggu!!!” Nolan menghentikan Langkah Cakra. “Ada apa?” “Tolong kamu suruh Vega kesini?” “Untuk apa? Pak Nolan juga ingin mengetahui keadaannya setelah membiarkan dia pulang sendiri?” “Ada yang ingin gue tanyakan sama dia.” “Soal? Biar aku tanyakan sekalian.” “Nggak usah. Gue mau tanya sendiri.” “Baiklah.” Cakra pun keluar dari ruangan Nolan, dan mencari keberadaan Vega. Nolan tak melihat Vega di meja kerjanya. “Apa kalian melihat Vega?” tanya Cakra pada salah satu karyawan. “Tadi kayaknya dia pergi ke kamar mandi.” “Oh ya. Terima kasih.” Cakra pun menunggu Vega sambil duduk di kursi Vega. “Kenapa lo duduk disini?” tanya Vega saat kembali dari kamar mandi. “Gue nungguin lo.” “Ada apa?” “Lo baik-baik saja kan? Gue denger meetingnya sampai malam. Dan lo juga pulang sendiri.” “Hah? Ahh… Euumm… I-iya gue baik-baik aja kok.” “Syukurlah. Lain kali kalau ada meeting sampai malam. Lo paksa pak Nolan buat nganterin. Jangan pulang sendiri. Bahaya.” “Mana mungkin gue maksa pak Nolan.” “Oh ya lo disuruh pak Nolan ke ruangannya. Katanya ada yang mau ditanyain sama lo?” “Hah? Ke ruangan pak Nolan? Buat apa? Mau tanya apa?” “Ya mana gue tahu. Dia juga nggak mau bilang. Tunggu deh, kok perasaan lo kelihatan gugup gitu sih dan kayak ketakutan gitu. Apakah ada masalah?” “Nggak kok. Nggak ada masalah apa-apa.” “Ya udah ayo ikut gue keruangannya pak Nolan.” “Bisa lo wakilin aja nggak sih? Kerjaan gue masih banyak nih.” “Nggak bisa. Katanya dia mau ngomong sendiri sama lo.” “Ya udah deh.” Akhirnya Vega pun mengikuti Cakra pergi ke ruangan Nolan. Saat ini memang Vega merasa sangat gugup dan takut karena mengingat kejadian semalam. Sebenarnya ia tak ingin bertemu Nolan. Tapi itu tidak mungkin, mengingat Nolan adalah bossnya. Ia tak mungkin bisa menghindar. Vega pun sepertinya tahu apa yang akan dibicarakan Nolan pada dirinya. Tok… Tok… Vega dan Cakra masuk keruangan Nolan. “Pak Nolan memanggil saya?” tanya Vega tak berani menatap wajah Nolan. “Iya.” “Ada apa ya pak?” “Duduklah! Oh ya Cakra. Lo bisa pergi dulu! Gue mau bicara berdua aja sama Vega.” “Baiklah.” Cakra keluar dan meninggalkan Nolan dan Vega berdua di dalam ruangan. Vega duduk, namun kakinya tak mau diam dan terus bergetar karena perasaan gugup. Keringat dinginnya pun juga mulai keluar. “Apa yang ingin pak Nolan bicarakan dengan saya?” “Soal tadi malam.” “Hah?” “Sebenarnya apa yang terjadi semalam. Kenapa saat bangun tadi aku bisa berada di kamar hotel? Yang aku ingat, aku minta tolong ke kamu saat aku dikejar sama seorang wanita asing. Tapi setelah itu aku tak dapat mengingatnya lagi. Mungkin karena aku mabuk berat semalam. Sebenarnya apa yang terjadi? Pasti kamu tahu kan?” Vega pun terdiam tak percaya, bagaimana bisa kejadian seperti itu Nolan tidak bisa mengingatnya. Bahkan dipikirannya saat ini masih teringat jelas setiap gerakan yang telah Nolan lakukan padanya. Bagaimana bisa ada orang yang telah merebut kesucian yang telah ia jaga selama ini, dan melupakannya begitu saja. “Vega! Kenapa kamu malah melamun?” “Ahh… Eemmm…” Vega tak tahu apa yang harus ia katakan. “Kita nggak melakukan apapun kan? Karena saat aku bangun, aku tak mengenakan pakaian sama sekali. Tapi kamu pun juga tak ada disana. Jadi aku yakin kita tak melakukan apapun.” “Jadi pak Nolan benar-benar tak mengingat apapun?” tanya Vega memastikan. “Iya. Aku sama sekali tak mengingatnya. Maka dari itu aku bertanya padamu. Karena kamu orang terakhir yang aku ingat saat bersamaku. Tapi kayaknya aku nggak mungkin melakukan hal itu padamu. Lagian kalau kita memang benar melakukan hal itu, itu pasti karena aku mabuk. Jadi aku harap kamu tidak baper atau apapun itu.” Deg… Pernyataan Nolan membuat Vega membeku. Bagaimana bisa Nolan mengatakan hal itu setelah apa yang telah ia lakukan semalam. “Iya pak. Pak Nolan benar. Tidak ada yang terjadi malam itu.” “Sudah kuduga. Aku tidak akan melakukan hal itu dengan wanita sepertimu.” “Wanita sepertiku? Apa maksud pak Nolan?” gumam Vega. “Apa ada hal yang ingin bapak tanyakan? Kalau tidak saya permisi dulu, karena masih banyak kerjaan.” “Tidak. Iya silahkan pergi.” Vega pun meninggalkan ruangan Nolan dengan rasa kesal, marah, kecewa, bingung, dan campur aduk. Vega memutuskan untuk menyembunyikan tentang kejadian malam itu pada Nolan, dan pada siapa pun itu. Toh meskipun ia mengatakan yang sebenarnya, Vega yakin Nolan tidak akan mempercayainya. Jadi biarlah malam itu menjadi malam yang mengerikan dan menjadi kenangan pahit untuk dirinya. TBC ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN