
Saat ini mereka sedang menyusun ulang buku-buku di gudang perpustakaan. Bastian akan mengambil kotak-kotak yang tersusun asal di rak-rak gudang, dan Maretha bertugas untuk memilah mana yang akan dikeluarkan dari gudang dan mana yang harus di susun ulang dengan rapi di gudang tersebut. Pekerjaan mereka cukup melelahkan dari pada kerjaan mereka yang biasa, dan tentu saja penuh dengan debu.
Untung saja pengaruh alkohol dari kepala dan perut Bastian benar-benar sudah hilang, berkat sup krim panas instan yang ia masak untuk sarapan, serta nasi ayam BBQ yang ia beli di coles. Tapi tentu saja, beberapa memori tadi malam masih merupakan teka-teki misterius yang belum muncul di kepalanya. Ia belum bisa mengingat apapun setelah hisapan lemon terakhir. Kenapa ia bisa terbaring santai sambil memeluk pinggang Adelia dan menyusupkan salah satu kakinya di paha Adelia. Edan!
"Bastian, ini kotak terakhir ya. Fiuuhhh syukurlah. Uda ga sabar nih mau keluar. Disini pengap dan penuh debu. Pasti muka aku udah comeng-comeng nih", keluh Maretha. Bastian menatap pacarnya dan ia tidak bisa berhenti tertawa. Benar saja, wajah dan tangan gadis itu di nodai beberapa debu-debu yang tadinya menempel di plastik-plastik buku yang ia catat. Mungkin secara tidak sengaja, ketika ia mencoba melap keringat dengan punggung tangannya, debu-debu purbakala itu menempel di wajahnya.
Bastian yang sudah selesai menata kardus-kardus buku itu mendekati Maretha. Ia mengambil sapu tangan yang selalu ia kantongi di celana jeansnya. Dengan lembut, ia berjongkok di depan Maretha yang duduk bersila bersama tumpukan kertas-kertas tempat ia mencatat buku-buku itu. Bastian menyeka wajah gadis itu, agar setidaknya debu-debu yang benar-benar tebal itu hilang dari wajahnya. Tapi tiba-tiba... buzzzzzzz… kepala Bastian pusing, seakan-akan ia mendapat reruntuhan keping-keping puzzle dari kejadian tadi malam. Ia merasakan sebuah dejavu...
Bastian, Adelia, kursi belajar, kamar Adelia, kapas. Sedetik kemudian memori tangannya sedang membersihkan coretan spidol berbentuk pup dari dahi seorang perempuan. Satu coretan pup, satu coretan hati, satu coretan bintang, dan sebuah bulatan di hidung perempuan imut. Seketika ingatannya gelap kembali, ia menutup matanya dengan lembut dan berusaha bernafas di gudang yang pengap. Beberapa detik sebelum ia membuka matanya, memori seorang perempuan tersenyum imut sambil memegang dudukan kursi belajar. Kursi belajar di Kamar Adelia! Oh iya! Dia ingat sekarang! Ia ada di kamar Adelia untuk menumpang toilet, dan kemudian ia membersihkan wajah gadis itu.
Bastian membuka matanya, dan langsung melotot menatap Maretha. Gadis itu terkaget melihat reaksi Bastian yang tiba-tiba menarik tangannya yang sedang menyeka wajahnya. Bastian kemudian berdiri dan berjalan pelan keluar dari gudang. Ia kuatir Maretha mampu membaca pikirannya yang sedang memproses kejahatan. Ia menghirup udara segar di sekitar rak-rak buku perpustakaan. Ia celingak celinguk mencari tempat duduk. Nihil, masih

