Chapter 6

1021 Kata
Alvero terus menggenggam tangan Resya sementara ayahnya memeriksa Resya. "Gimana pah?" Tanya Alvero. "Resya ngga apa-apa, cuman dia sedikit kecapean," Alvero terdiam, dia tahu apa yang membuat Resya seperti ini. Setelah adegan dimana Resya pingsan, Vira menjadi panik begitu juga Alvero. Dengan segera Alvero membawa Resya ke mobilnya bersama dengan Vira lalu menjalankannya kearah rumah sakit milik ayahnya. Dan beruntungnya ayah Alvero sedang tidak ada pasien. "Papa tau Resya kuliah disitu juga?" Tanya Alvero dengan suara pelan tetapi pandangannya tetap pada Resya. Ayahnya menganggukan kepalanya, "Papa juga tau apa yang terjadi sama Resya 3 tahun ini?" Ayahnya menganggukan kepala lagi. "Setelah kamu meninggalkannya ke Canada, Resya tidak mau makan selama 6 bulan pertama. Hanya menangis dikamarnya, bahkan yang membuat papa terkejut ketika ayahnya bilang bahwa Resya hampir meloncat dari jendela kamarnya," Alvero membulatkan matanya tidak percaya kearah ayahnya. "Untung Revino berhasil mendobrak pintu kamarnya, Resya dirawat disini selama 2 minggu untuk asupannya setelah kejadian itu. Setelah 2 minggu, Resya kembali kerumahnya. Papa tidak pernah bertemu dengannya lagi, sekali-kali hanya bertemu ayahnya," Ayahnya diam mengamati anaknya yang terus memperhatikan Resya, "Perginya kamu membawa luka yang dalam pada Resya, Vero. Papa tidak tahu apa yang terjadi diantara kalian berdua, hanya kamu yang bisa menyembuhkan Resya," 'Karna gue yang buat Resya begini' Batin Alvero. Ayahnya menepuk pundak Alvero lalu berjalan keluar meninggalkan keduanya. Beberapa menit kemudian terdengar suara pintu dibuka. "Alvero Julian Reed," Geram lelaki yang memanggilnya. Alvero melihat kearah orang yang memanggilnya, itu Revino. Revino melihat adiknya yang terbujur lemah tidak sadarkan diri. "Keluar," Revino keluar dari ruangan itu, dia menahan segala amarahnya ketika melihat Alvero kembali. Vira masuk keruangan dan tatapannya sangat tajam kepada Alvero. Sekarang Vira tahu kenapa Resya seperti ini, dia baru ingat bahwa lelaki yang membuat Resya seperti ini ada didepannya. Tadi, ketika Resya sedang diperiksa. Vira undur diri lalu menghubungi kaka Resya yaitu Revino. Mengatakan bahwa Resya sedang berada dirumah sakit karna jatuh pingsan membuat Revino langsung panik. "Pergi lo," Ucap Vira memperingati. Alvero melihat kearah Resya lalu mencium punggung tangan Resya, Vira yang melihat itu menepis tangan Alvero. "Jangan cium-cium sahabat gue. Setelah ini lo berurusan sama gue," Ucap Vira memperingati. Alvero tahu bahwa semuanya akan sangat sulit, setelah apa yang dia lakukan. Dan Alvero juga tahu setelah keluar dari ruangan ini, wajahnya akan berubah. Dengan darah dibibir dan hidungnya, lebam biru mungkin sampai menghitam disekitar pipi dan rahangnya. Alvero keluar dari ruangan ayahnya berjalan keluar rumah sakit. Disitu sudah ada Revino yang duduk dikursi sambil menutup matanya. Alvero duduk disebelahnya, mereka terdiam tapi orang-orang yang melihat bisa tahu suasana diantara mereka. "3 tahun," Ucap Revino pelan dengan posisi yang masih sama. "3 tahun yang lalu lo ninggalin ade gue hanya karna selembar kertas, yang seharusnya ngga lo tau. Dan walaupun lo tau, harusnya reaksi lo ngga seperti itu." Revino membuka matanya menghadap kedepan, matanya memperlihatkan bahwa dia menahan segala amarah yang ingin dia salurkan kepada Alvero. "3 tahun itu juga gue berusaha mati-matian untuk menghilangkan kesakitan Resya. Pasti lo udah denger sebagian cerita dari papa lo tadi, tadinya gue pikir Resya ngga akan sampai kaya gini," Revino tertawa sinis. "Tapi gue salah, kesakitan Resya karna lo ninggalin dia hampir buat dia bunuh diri." Revino diam beberapa saat. Alvero terus mendengarkan tanpa ada niat membantah, Karna semua yang diucapkan oleh Revino memang benar. Alvero meninggalkan Resya tanpa penjelasan. "And now, tiba-tiba lo balik lagi," Ucap Revino. "Ngehancurin semua usaha gue," Lanjutnya. "Resya pernah bilang, dia ngga akan kenapa-napa kalau ketemu lagi sama lo. Tapi gue tau, Resya ngga akan kuat ngehadepinnya," Revino membuang nafas lelah. Revino beranjak dari duduknya lalu menghadap Alvero yang masih diam. "Tadinya gue emang mau ngehancurin muka lo, tapi gue udah janji sama papa lo buat bicarain ini baik-baik. Untuk sekarang, kalau gue ketemu lo lagi nantinya mungkin disitu gue ngga akan nahan diri lagi," "Gue tau, bukan itu sebenarnya yang buat lo ninggalin Resya. Ada alasan lain, dan lo lebih milih nyembunyiin, dengan menyakiti Resya." Itu ucapan terakhir Revino sebelum pergi meninggalkan Alvero termenung. ●○● Di dalam ruang praktek Mr. Steve, Resya sudah mulai sadarkan diri. "Sya," Panggil Vira pelan. "Gue dimana?" Kepalanya terasa pusing. "Lo dirumah sakit Sya. Pusing?" "Iya, sedikit," "Jangan dipaksain buat bangun Sya," "Udah ngga kenapa-napa ko," Resya duduk lalu ingatan tentang tadi muncul lagi membuat Resya gemetaran. "Resya, hei hei. Sya ada gue, tenang," Resya sedikit tenang walau badannya masih gemetar. Pintu terbuka menampilkan Revino, Revino yang melihat Resya langsung memeluknya erat. Resya membalas pelukan Revino. "A-abang," "Hush udah ada gue, lo tenang okay," Resya memeluk erat Revino dengan air mata yang jatuh di pipinya. Revino melepaskan pelukan mereka, "Sya lo udah janji sama gue buat kuat, lu ngga boleh lemah begini. Lo harus bisa lewatin semuanya. Ada gue, vira, mommy, daddy, temen-temen lo yang lain. Lo harus bisa lawan trauma lo, ngga mungkin setiap hari lo bakal kaya gini terus bukan. Lo bakal terus ketemu dia, dan disitu lo harus lawan rasa sakit lo. Jangan buat dia ngerasa dengan kehilangan dia, lo jadi lemah," Resya menangis mendengar ucapan abangnya, harusnya Resya kuat. Bukan malah menangis dan menjerit histeris seperti tadi pagi. Resya harus bisa melawannya, dia harus menunjukan bahwa kepergian lelaki itu bukan apa-apa sekarang bagi Resya. Tapi semuanya sudah terlambat, Alvero sudah melihat betapa lemahnya Resya didepannya. "Ta-tapi dia udah liat Resya yang lemah bang," Revino menggelengkan kepalanya, "Ngga, lo ade gue yang kuat. Jangan tunjukin itu lagi, tunjukin kalau lo bisa ngalahin rasa takut lo," Revino berusaha meyakinkan Resya. "Kalau lo terus kaya gitu, gue akan bawa lo ke Kalimantan. Lo mau jauh dari temen-temen lo?" Resya menggelengkan kepalanya. "Kalau gitu lo harus ikutin omongan gue," Resya menganggukan kepalanya. Revino memeluk Resya lagi, memberikan kecupan kecil dikepalanya. "Ayo sekarang kita pulang," Revino mengajak Resya untuk kembali kerumah. "Vir, ayo gue anter kekampus lagi," Vira menggeleng. "Ngga bang, Vira ke kampus sendiri. Abang sama Resya pulang duluan aja, Vira masih ada urusan," Revino tersenyum kecil lalu membantu Resya untuk turun. Tapi, Resya menahan tangannya. Revino mengangkat alisnya bingung. "Gendong," Rengek Resya. Revino dan Vira hanya terkekeh geli melihatnya. Revino menggendong Resya, Resya meletakan kepalanya didada bidang Revino. Mungkin bila yang tidak tahu mereka adalah saudara akan merasa mereka adalah pasangan yang romantis. Revino menggendong Resya sampai di mobil lalu menjalankan mobilnya kembali kerumah. Alvero melihatnya, terasa menyakitkan melihat Resya yang seperti itu. Tidak ada Resya yang tersenyum bahagia, tidak ada tawa Resya yang membuat hatinya menghangat, tidak ada kejahilan Resya yang membuatnya kesal sekaligus bahagia. Alvero hanya bisa tersenyum miris, "Maafin gue Lana," Ucap Alvero pelan. Ketika berbalik, didepannya sudah ada Vira yang menatapnya tajam dengan nafas yang menggebu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN