"Jadi selama ini lu itu cowo masa lalu Resya ?" Tanya Vira.
Mereka berdua sekarang sedang berada dikantin rumah sakit, Vira terus menatap tajam kearah Alvero yang diam saja dengan muka datarnya.
Alvero menganggukan kepalanya,
"Wah wah gue ngga nyangka. Pantes pas tau nama lu gue ngerasa pernah denger, dan ternyata bener." Vira tertawa sinis.
"Kenapa lu harus balik lagi hah ? Ngga puas ninggalin Resya 3 tahun dengan keadaan kaya yang lu liat tadi ? Mau nambahin lagi ?" Suara Vira mulai meninggi dan itu tidak luput dari orang-orang sekitarnya yang melihat kearah mereka.
"Gue kesini bukan buat nyakitin Resya. Bahkan buat ketemu, gua ngga pernah nyangka bakal satu kuliah sama Resya." Alvero menarik nafas dalam.
"Dan ngga pernah nyangka kalau Resya bakal kaya gitu," Lanjutnya pelan.
Vira berdiri dari duduknya,
"Gue bakal terus awasin lu Ver, sekali aja lu deketin Resya. Lu berhadapan sama gue!" Setelah berbicara seperti itu Vira pergi dari sana dan kembali ke kampusnya.
Alvero kembali ke kampusnya, banyak mahasiswa yang menatapnya setelah melihat kejadian dimana Resya terlihat gemetaran ketika melihat Alvero dan teriakannya yang menggema di sepanjang koridor tadi ketika digendong oleh Alvero.
"Alvero." Panggil pak Dimas.
"Iya pak."
"Ikut saya." Alvero mengikuti pak Dimas keruangannya.
"Jadi, ada apa dengan Resya ?"
Alvero terdiam.
"Apa saya harus tanya kepada ayahmu ?" Lanjut pak Dimas.
Alvero menggeleng.
"Saya punya masa lalu dengan Resya pak, dan masa lalu itu menyakiti Resya."
Pak Dimas terdiam meneliti raut wajah Alvero yang kelihatan lelah.
"Kalian harus menyelesaikan masalahnya, saya tidak mau melihat Resya seperti tadi lagi. Menjadi tontonan banyak mahasiswa."
Pak Dimas tidak bertanya banyak karna itu adalah hal pribadi dan mereka berdua yang harus menyelesaikannya.
Alvero hanya menganggukan kepalanya lalu mengundurkan diri dari hadapan pak Dimas.
Revino dan Resya sudah sampai dirumah mereka, selama perjalanan Resya hanya tertidur. Revino yang tidak tega membangunkan Resya akhirnya menggendongnya masuk kedalam rumah. Orang tua mereka sedang pergi dan Revino belum memberitahu perihal yang terjadi pada Resya. Revino membawa Resya kekamarnya lalu ditidurkan di tempat tidurnya.
Revino mengusap pipi Resya,
"Jangan sakit kaya gini Sya, jangan bikin abang khawatir kalau nanti abang balik ke Kalimantan."
Revino sebenarnya tidak ingin meninggalkan adiknya setelah Alvero kembali dan mereka berada dalam 1 kampus yang sama. Tapi pekerjaan Alvero tidak bisa dia tinggalkan begitu saja.
Setelah mengamati Resya cukup lama, Revino keluar dari kamar Resya. Dan selama itu Resya tidak tertidur, dia sudah bangun ketika Revino menggendongnya.
"Resya janji Resya bakal kuat bang. Jadi abang ngga akan khawatirin Resya." Jawab Resya lebih kepada dirinya sendiri.
Pagi harinya, Resya sudah bersiap akan berangkat ke kampusnya. Resya sudah berjanji pada dirinya bahwa dia tidak akan takut. Dia akan menghadapi semuanya, walaupun sulit untuk melihat wajah lelaki yang dia cintai. Resya harus jujur, bahwa cintanya masih ada untuk lelaki itu. Walaupun tidak seperti dulu, karna rasa itu sekarang tergantikan oleh takut. Takut hal yang sama terulang lagi.
Resya keluar dari kamarnya, lalu turun berjalan kearah meja makan. Disana sudah ada mommy, daddy, dan Revino.
"Pagi sayang,"
Resya tersenyum, "Pagi Dad,"
semuanya bersikap seperti biasa, hanya ibunya yang terlihat sedikit khawatir dengan Resya. Pasti abangnya sudah memberitahu semuanya. Resya yang mengetahui ibunya gelisah, memegang tangan ibunya.
"Mom, Resya udah ngga kenapa-napa. Resya cuman kaget, ngga nyangka bakal ketemu secepat ini. Resya baik-baik aja sekarang. Kan ada bang Revino yang jagaian Resya, ya ngga bang?"
Revino menganggukan kepalanya sambil tersenyum, dia tidak mau Resya melihat kekhawatirannya.
"Kamu ngga mau break dulu ? Kamu bisa istirahat di rumah dulu Sya," Ucap mommy.
"Ngga mom, Resya harus kuliah. Resya pengen cepet-cepet lulus,"
'Dan ngga ketemu Alvero lagi.' batin Resya
"Tapi kalau ada sesuatu kamu langsung hubungin Revino ya, biar Revino langsung kesana. Atau Revino nungguin kamu aja sampe selesai kuliah hari ini,"
Resya tertawa melihat kekhawatiran ibunya yang berlebihan, "Udah mom, ngga apa-apa. Suer deh, Resya bukan anak TK yang harus ditungguin."
Ibunya hanya pasrah menganggukan kepalanya, "Yaudah, Resya berangkat dulu ya."
"Abang anterin,"
Resya membuka mulutnya ingin menjawab tapi Revino langsung menutup muka Resya dengan tangannya.
"Ngga ada bantahan,"
Resya menepis tangan Revino sambil cemberut, "Jangan tutupin muka gue kingkong. Bau terasi tangan lu,"
Revino tertawa kecil, adiknya sudah kembali seperti biasa.
Di lain tempat, Alvero juga sedang bersiap untuk berangkat kuliah. Setelah sarapan, Alvero langsung melajukan mobilnya kearah kampus. Alvero yakin hari ini Resya pasti tidak akan masuk, Resya tidak akan mau menemui Alvero lagi. Mungkin bisa jadi Resya akan pindah, Revino pasti akan mengawasi adiknya.
Sampai didepan kampus, Alvero yang hendak menarik gagang pintunya terhenti ketika melihat Resya yang turun dari mobil.
Resya melambaikan tangannya kearah mobil itu lalu berjalan masuk kedalam kampus. Setelah lama terdiam memperhatika Resya, Alvero menarik nafas panjang lalu menhembuskannya perlahan. Alvero turun dari mobil, dia sudah mendapatkan jadwal kelasnya.
Alvero memasuki kelas pertamanya dan terkejut ketika melihat Resya yang sudah duduk dengan earphone di kedua telinganya menghadap ke jendela. Alvero merasakan detak jantungnya yang sangat cepat, bahkan hanya melihat Resya seperti itu. Alvero berjalan ke bangku belakang Resya, duduk dan memperhatikan Resya.
Belum terlalu banyak yang datang, jadi Alvero masih bisa melihat Resya walaupun hanya dari belakang. Setidaknya mengobati rasa rindunya dan menjaga jarak agar Resya tidak takut kepadanya. Bunyi bel kelas pertama sudah terdengar, banyak anak yang masuk kedalam kelas. Seorang lelaki mendatangi Resya dan mengagetkannya,
"Woy," Resya yang terkejut melompat dari kursinya. Alvero yang sedari tadi memperhatikan Resya juga terkejut dan sedikit terlonjak.
"Anjir lo ya Lele, Jantungan gue nanti. Mana belum nikah!" Ucap Resya kesal.
Ale tertawa terbahak-bahak, "Makanya tuh telinga jangan disumpel, ngga dengerkan lo udah masuk jam pertama."
"Bodo le bodo," Alvero yang melihat Resya dekat dengan lelaki yang dipanggil "Le" itu hanya bisa menahan kesalnya.
'Jangan bertindak bodoh Ver.' batin Alvero.
Dosen yang mengajar masuk kedalam lalu memulai materinya, Alvero terus memandang Resya yang sedang bercanda dengan Ale. Dia tidak bisa konsentrasi dengan dosen yang sedang menerangkan, karna suara yang dibuat oleh Resya dan Ale menganggu indra pendengarannya. Biasanya, walaupun banyak anak yang berisik Alvero tetap bisa fokus kepada dosen yang sedang menerangkan. Tapi, ketika Resya yang sedang bercanda dengan lelaki didepannya membuat telinganya panas.
Rasanya dia ingin cepat-cepat keluar dari kelas ini, "Resya Alana Abigail,"
Suara dosen yang memanggil nama Resya membuat Resya dan Ale yang sedang bercanda seketika mematung.
"I-iya pak,"
"Kalau kamu hanya ingin bercanda, lebih baik keluar dari kelas saya."
"Ng-ngga pak, maaf." Ucap Resya pelan.
"Alvero Julian Reed,"
DEG
Resya yang mendengar nama itu dipanggil seketika mematung.
"Saya pak,"
'Suaranya dibelakang gue, berarti dari tadi..' Batin Resya.
"Kamu mahasiswa baru?" Alvero menganggukan kepalanya.
"Resya sebagai hukuman, kamu harus mengajak Alvero berkeliling kampus. Tidak boleh membantah," Resya bahkan baru membuka mulut setengahnya tetapi langsung dia tutup lagi dan dia merasa tubuhnya sedikit bergetar.
Ale hanya menahan senyumya, tanpa mengetahui bahwa Resya sedari tadi menahan mati-matian untuk tidak berlari keluar dari ruangan ini.