2. Gak Sakit

1693 Kata
Kania langsung duduk setelah matanya terbuka lebar. Diedarkan pandangannya ke segala arah. Tidak berbeda. Masih sama, dia masih ada di kamar mewah seperti saat pertama kali dia sadar. "nyonya" panggil Inah langsung. Kania langsung menatap Inah. "saya siapa?" ulang Kania. "Kaylia Aureli Kusuma" jawab Inah langsung. Jawaban yang sama. "kaca-kaca. Saya butuh kaca!" panik Kania kemudian. Mungkin saat tadi di kamar mandi, dia belum sepenuhnya sadar. Efek jatuh dari pohon belum hilang. Dengan cepat Sumi berlari menuju meja rias sang nyonya besar, meraih cermin kecil lalu menyerahkan kepada Kania "ini nyonya" Kania langsung merebutnya. Meletakkan tepat dihadapan wajahnya "tidak mungkin" lirihnya tidak percaya. Wajahnya, wajahnya berbeda. Bukan wajah miliknya.  "cubit saya" pinta Kania langsung. Berharap bahwa dia mimpi. Inah dan Sumi saling menatap, tidak berani mengikuti permintaan sang nyonya besar. "saya bilang cubit!" teriak Kania. Inah yang takut langsung mencubit sang nyonya, dia tidak ingin sang nyonya semakin marah atau bahkan mengamuk. "SAKITTTT" teriak Kania yang langsung menatap tajam Inah. "kamu nyubit pake dendam ya?!" tuduh Kania membuat Inah langsung menggeleng cepat. "maaf nyonya" Sial. Dia tidak bermimpi. Tidak juga berhalusinasi atau penglihatannya rusak. Ini nyata. Benar-benar nyata. Jiwanya ada di tubuh orang lain. Benar-benar orang lain. "nyonya, minum dulu" Sumi menyodorkan gelas berisi air, berharap agar sang nyonya bisa lebih tenang. Kania menerimanya, meneguk hingga habis. Menarik napas dalam lalu perlahan mengembuskannya. Tenang Kania, tenang. Mikir Kania, mikir. Ulang Kania dalam hati. Akan selalu ada jalan keluar untuk setiap masalah bukan? cukup dia tenang dan mikir.  Setelah lebih tenang, Kania menatap Sumi dan Inah. "kamu pergi" tunjuk Kania kepada Inah. Cukup Sumi yang akan dia tanyai tentang ini dan itu. Kania turun dari tempat tidur, melangkah bolak-balik dengan tangan terlipat di d**a, percis seperti setrikaan, sedangkan Sumi hanya diam memperhatikan. Ayo berpikir. "tahun berapa sekarang?" tanya Kania. Memastikan apakah dia menjadi seorang time traveler seperti tokoh-tokoh drama Korea yang sering dia tonton. "tahun 2021, nyonya" Jawab Sumi. Masih bolak-balik, Kania mengangguk. Jadi gue gak maju ke masa depan atau mundur ke masa lalu. Beruntung. Bayangkan jika dia datang ke masa lalu, atau masa dimana Indonesia sedang di jajah. Bisa mampus duluan dia di tembak Belanda. Tubuhnya langsung bergidik ngeri membayangkan. "lalu ini dimana? Di kota mana?" Kania kembali bertanya. Tidak mungkin Kania bertanya ini negara mana disaat Inah dan Sumi menggunakan bahasa Indonesia. "Jakarta" "WHAT?!" Teriak Kania membuat Sumi terkejut. Kania langsung menghapiri Sumi. Memegang pundak wanita itu "BI! ORANG JATUH ITU KE BAWAH, BUKAN MALAH PINDAH KOTA! KENAPA SAYA JADI ADA DISINI?!" Lanjut Kania masih berteriak. "maksud nyonya?" Sumi bingung dengan ucapan sang nyonya. "lupakan" Kania mengibaskan tangannya. Gila! Benar-benar gila. Kania tidak tahu jika orang jatuh dari pohon mangga jatuhnya bukan ke bawah, tapi ke luar kota. Jatuh di Bandung, nyampe di Jakarta. Gila! Benar-benar gila. Mana pas bangun ada di casing orang lain! Ampun. "nyonya. Apa nyonya lupa karena benturan di kepala tadi?" Sumi bertanya dengan ragu. "bisa jadi" jawab Kania begitu saja. Dia bahkan tidak merasakan sakit di kepalanya. Tapi akan lebih aneh jika dia menjawab kalau dia lupa karena dia bukan Kaylia. Sampai mulut berbusa, tidak akan di percaya. "apa kita perlu ke dokter?" Kania menggeleng "tidak perlu. Saya sehat" tolak Kania. Dia hanya perlu orang yang bisa mengembalikan dirinya ke tubuh aslinya. "disini ada dukun gak?" "hah?!" Sumi lansung terkejut. "lupakan!" Kania kembali mengibaskan tangannya. Teringat berita tentang dukun c***l. Bulu kuduknya bahkan langsung berdiri. Bodoh, maki Kania ke dirinya sendiri. Bisa-bisa bukannya pindah jiwa, tubuhnya malah di nananina sama si dukun. Ogah! Dia masih ting-ting ya kaya bukan permen tapi bukan biskuit. "atau kamu tahu tempat anak indomi?" "hah?!" "anak indigo maksud saya" siapa tahu anak dengan kemampuan hebat itu bisa bantu dia. Sumi hanya menggeleng. Nyonya besarnya benar-benar aneh. Dia tidak tahu jika efek jatuh karena kepeleset akan seperti ini. Aneh, linglung. Percis seperti tokoh sinetron yang selalu dia lihat, atau sang nyonya memang tengah ber-acting? tapi tidak mungkin. Inikan bukan sinetron. Langkah Kania berhenti saat matanya menatap foto pasangan yang sempat dilihatnya saat dia baru tersadar. Foto pemilik kamar sekaligus sang tuan rumah. "itu siapa?" telunjuk Kania terarah ke foto tersebut. "nyonya dan tuan" "tuan?" Sumi mengangguk "nyonya dengan tuan Radhit. Nyonya pasti tidak lupa dengan suami sendiri bukan?" "suami?" lirih Kania. Benar, itu foto pernikahan, otomatis laki-laki itu adalah suami si perempuan yang tubuhnya tengah Kania tempati saat ini dan itu artinya Kania kini adalah sosok yang sudah bersuami. "tidaaaaaakkkkkk!" Kania langsung menghempaskan tubuhnya kembali ke ranjang. Menenggelamkan wajahnya di bantal. Dia benar-benar tidak menyukai fakta itu.  "Gue masih ting-ting!!! gue belum nikah!!!!" teriak Kania yang teredam bantal. Sumi yang melihat sang nyonya semakin aneh langsung keluar. Menghubungi sang tuan. Meminta pertolongan. Takut-takut jika sang nyonya besar malah kesurupan. Pasalnya tubuhnya terlihat normal. Tidak ada luka bahkan lecet karena kepeleset. Hingga empat puluh menit berlalu, Sumi langsung menyambut sang tuan rumah yang datang. Radhit. Meskipun tuan besarnya itu tidak pernah bersikap baik kepada sang istri, tapi tetap saja dia suaminya, perlu tahu kondisi istrinya.  "kenapa Kaylia?" Tanya Radhit langsung dengan tampang dinginnya, benar-benar tidak ada raut khawatir seperti Sumi, dia terus melangkah menuju kamarnya dengan sang istri. "tadi jatuh di dekat tangga" jujur Sumi. "sudah dibawa ke dokter?" Sumi menggeleng lemah meskipun Radhit tidak melihatnya "belum, tuan" Langkah Radhit terhenti "lalu kenapa panggil saya dan bukan panggil dokter?" geram Radhi. Dia sedang meeting dan harus terpaksa pulang karena sang asisten rumah tangga bilang ada sesuatu yang penting terjadi kepada Kaylia istri yang tidak pernah dia anggap benar-benar seorang istri. "nyonya tidak mau" jawab Sumi dengan suara bergetar, takut.  Radhit menghela napas kasar. Langkahnya semakin lebar dan cepat menuju lantai dua dan Sumi terus membuntuti di belakang. Membuka pintu kamar, Radhit langsung mengerutkan kening. Istrinya, Kaylia tengah meraung seperti anak kecil. Tubuhnya telungkup dengan wajah yang tenggelam di bantal. Benar-benar pemandangan yang baru pertama kali dia lihat dari sosok seorang Kaylia yang biasanya selalu terlihat sangat angkuh dan menyebalkan. "Kaylia" panggil Radhit dingin. Dia tidak mau berlama-lama disini. Dia masih memiliki banyak pekerjaan yang lebih penting untuk dilakukan.  Tidak ada respon, sang istri masih menangis sambil sesekali berkata jika dia masih ting-ting.  "Kaylia!" Suara Radhit tinggi lebih ke arah membentak. Dia benar-benar tidak ingin membuang waktu lebih banyak lagi. Sumi menelan ludahnya. Takut jika sang semakin tuan marah, dia langsung melangkah menuju tempat tidur. Memberi tahu sang nyonya jika Tuan Radhit sudah datang. "nyonya. Tuan Radhit memanggil" bisik Sumi pelan. Raungan Kania berhenti. Wajahnya yang tenggelam terangkat lalu menatap Sumi. Matanya sudah bengkak karena tangis. "siapa Radhit?" tanya Kania langsung dengan napas tersenggal. Hidungnya sudah dipenuhi ingus. Radhit yang mendengarnya langsung mengerutkan kening. Memilih diam dan hanya melihat. Drama!  Sumi berbisik kepada Kania, memberi tahu jika Radith adalah suaminya. Mata Kania yang berat langsung dipaksa membulat. Dia langsung bangun dan menatap Radhit yang berdiri di ujung tempat tidurnya. Ditatapnya sosok Radhit dari atas hingga bawah. Kemudian beralih ke foto pernikahan yang tergantung. Berkali-kali. Sosok Radhit, foto. Sosok Radhit, foto dan benar. Sosok dihadapannya adalah suami si pemilik tubuh. Kania langsung menangis lagi, meraung. Dia pacaran saja belum pernah, masa sekarang bangun, dia malah menjadi seorang istri. Dia tidak mau!. Tidak ikhlas dan tidak ridho!.  "mama!!!!!! gak mau! Aku belum nikah mamaaaa!!!" teriak Kania lagi sambil menangis. Benar -benar seperti bocah dan tangisnya jauh lebih keras dari sebelumnya. Radhit yang melihat Kaylia seperti itu cukup heran. "panggil dokter Raka" titah Radhit kepada Sumi. "gue gak sakit!" bentak Kania masih dalam tangis, dia jelas mendengar perintah Radhit. Sumi memilih menuruti Radhit, pergi keluar kamar untuk menghubungi dokter Raka. Kania kembali menghempaskan tubuhnya, melanjutkan tangis, meratapi nasibnya yang berubah dalam sekejap. Tahu jika akan seperti ini, dia tidak akan menolong bocah-bocah itu. Sudah jatuh, tertukar pula. Sedih sekali nasibnya. Radhit hanya menghela napas lalu keluar kamar dan menutup pintu. Kania menarik beberapa lembar tissue yang ada di nakas, samping tempat tidurnya. Hidungnya begitu mampet hingga menganggu pernapasannya. "sengaja gue gak pacaran biar langsung nikah. Eh malah begini, bangun-bangun udah jadi istri aja. unboxing gue udah gak seru lagi" dumel Kania. "kenapa sih gak pindah ke tubuh artis Korea aja, Song Hye Kyo kek, Park Shin Hye kek. Kim Jiwon kek. Kesel" Kania kembali menarik lembaran tissue lagi. Membersihkan hidungnya. Pintu kamar kembali terbuka, sosok laki-laki dengan tubuh tinggi yang Kania tahu sebagai suami tubuh yang dia tempati kembali datang. "jangan mendekat!" teriak Kania yang dengan cepat mengubah posisinya menjadi duduk. Tangan kanannya terjulur meminta Radith diam dan tidak mendekat. Radhit hanya mengerutkan kening, tetap melangkah maju membuat Kania langsung menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Radhit berhenti di ujung tempat tidur, matanya masih memandang aneh Kania yang terbalut selimut. Sepertinya ada yang rusak di dalam kepala wanita itu. Muncul sosok lain dibelakang Radhit, membuat Kania langsung menatap tajam sosok itu. Sumi dengan seorang laki-laki asing. "lo periksa dia" suruh Radhit, dagunya bergerak menunjuk Kania yang ada diatas tempat tidur. "jangan mendekat!" teriak Kania lagi. "nyonya, sebentar. Cuma mau di periksa" bujuk Sumi sambil mendekati Kania. "iya. Bentar doang ya Kay" sahut si laki-laki asing itu yang juga mendekat. "gak! Gue sehat! Gue gak sakit!" tegas Kania. "ayo dong. Sebentar aja" bujuk laki-laki itu lagi. Kania menggeram. Menghempaskan selimut lalu turun dari ranjang. Dengan langkah lebar maju mendekat ke laki-laki asing berprofesi dokter tersebut. "gue bilang kalau gue sehat!" bentak Kania lalu melayangkan tendangan ke s**********n sang dokter. "anjrit!!!" teriak laki-laki itu kesakitan. Tangannya langsung menyentuh benda pusaka kebanggaannya.  "lihat! Orang sakit gak ada yang bisa nendang!" ketus Kania kepada Radhit yang hanya diam. Ikut terkejut. "sana keluar! Gue gak perlu dokter! Gue sehat!" Usir Kania lalu kembali naik ke atas tempat tidur. Menarik selimut lagi untuk menutupi tubuhnya. "k*****t lo Radh! Istri lo macan!" protes Raka lalu melangkah keluar dengan tertatih. Selangkangannya masih berdenyut. Tendangan istri sahabatnya itu benar-benar tidak main-main. Mungkin tendangan si Madun juga kalah. Berharap di jagoan dibawah sana baik-baik saja. Radhit menatap istrinya yang sudah kembali terbungkus selimut. Istrinya itu benar-benar berbeda. Apa yang terjadi dengan istrinya? atau rencana apa lagi yang tengah istrinya itu susun? "satu lagi. Lo tidur di kamar lain. Jangan disini!" tegas Kania setelah menurunkan selimut hingga dagunya saat Radhit akan melangkah keluar kamar. Tidak menjawab. Radhit memilih melanjutkan langkah dan benar-benar keluar dari kamar. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN