PART 1 - TABRAK LARI

1573 Kata
Suara musik EDM berdentum keras di balik Diskotik metropolitan. Alunan musik yang dimainkan DJ membuat mereka menggila. Mereka mengangkat tangan, menggeleng-gelengkan kepala keenakan. "Wooo," seru mereka melayang-layang. Para wanita seksi menggoyangkan pinggulnya di depan laki-laki. Menari e****s. Beberapa di antara mereka menari sambil menggenggam botol alkohol. Di ujung sana terlihat seorang wanita berpakaian seksi mengerlingkan matanya nakal pada pria berjas. Mengusap-usap d**a pria itu di balik kemeja naik turun. "One night stand, baby?" ajak p****************g berjas hitam. "Yes, i am yours tonight … " jawab wanita itu. Kehidupan euphoria dunia malam yang tak lepas dari mencari kesenangan belaka. "Vodka," pesan salah satu pengunjung lalu duduk di kursi bar. Bartender tampan itu mengangguk lalu membuatkannya segelas vodka. Seorang pria berambut Spike hanya diam di kursi bar. Ia memperhatikan semua orang yang menggila di lantai dance. Ia sama sekali tak tertarik untuk mabuk ataupun menari e****s di sana. Tidak sama sekali. Pria itu menegak orange juice miliknya. Ekor matanya melirik seorang wanita seksi yang berjalan lenggak-lenggok ke arahnya. Ia menghela nafas kasar, ini wanita kesepuluh yang berani menggodanya. Ia tak tertarik, serius. "Hai ganteng, sendirian aja," ujar wanita seksi itu menggoda. Pria itu melirik sekilas, lalu membuang muka. "Mau aku temenin ga babe? Entar nyesel loh kalo nolak ..." ucap wanita itu semakin berani, ia mencolek-colek pipi pria itu, dan bergelayut manja di lengannya. "Go away." "Hah?" "Go away!" "Kam-kamu serius?" "Denger ga saya bilang apa?!" Wanita itu menelan ludahnya, suara angkuh itu membuatnya bergidik ngeri. "Pergi!" ucap pria itu dengan tatapan tajam. Oke lebih baik ia pergi sebelum pria itu menelannya hidup-hidup. Ia masih sayang nyawanya. "Dion. Vodka?" Pria berambut spike itu menoleh ke samping menatap temannya yang berambut kribo, "Gak." "Yaelah, satu gelas ga bikin mabuk," ucap pria berambut keriting mabuk. Ia tersenyum penuh arti, dan menepuk-nepuk bahu Dion. Pria berambut keriting menyodorkan gelas yang berisi cairan vodka. "Engga," tolak Dion. "Ayolah, satu kali aja." "Gue bilang engga. Ya engga Mario!" Mario tak menyerah, ia semakin mendekatkan gelas itu ke arah Dion, "Ayolah, ga akan mabuk hehehe, kita seneng-seneng malam ini," ucapnya sempoyongan. "Dengar ya Mario ... posisinya gini, gue yang nyetir mobil dari pergi sampe pulang. Dan lo dengan puasnya mabuk disini, kalo gue minum juga dan akhirnya mabuk." "Siapa yang nyetir hah?!" Lanjut Dion. "Hahaha, lo lah. Pake nanya," ucap Mario mulai tertawa tidak jelas. Dion mengambil nafas panjang, menahan kesal tidak ingin mengumpat. Mario tersenyum lebar, dan menyodorkan segelas vodka. Ia tak akan berhenti sebelum Dion menerimanya. Dion melirik arloji, sekarang pukul 12 malam. Ia harus cepat pergi dari sini. Dion mendecak kesal, jika tidak memenuhi permintaan si kunyuk ini, sampai pagi pun ia tidak akan keluar dari tempat ini. "Mario pulang, sekarang." Mario menggeleng kepalanya, dan menggerakan jari telunjuk nya kekanan dan kekiri 'tanda tidak mau'. "Si k*****t," Dion mengacak acak rambutnya frustasi. "Gue ga mau pulang kecuali-" Mario tersenyum penuh arti. "Apa?" "Minum dulu," ucap Mario tertawa terbahak-bahak. Tanpa berpikir panjang Dion menyambar gelas vodka dari tangan Mario lalu meneguknya sampai habis. "Rasanya aneh dan ... getir," ucap Dion menggelengkan kepalanya berusaha sadar saat efek alkohol itu mulai beraksi. Pandangannya mulai mengabur, tenggorokannya terasa terbakar, dan tubuhnya mulai memanas. Dion tak sadar bahwa alkohol yang diminumnya berkadar tinggi. Kepalanya terasa benar-benar berat. Mario tertawa puas. Lalu berjalan sempoyongan menuju pintu keluar. "Dion Dion Dion Dion yang terbaik," nyanyi Mario sambil berjoget. Dion menatap Mario kesal, Ia hanya mengekori Mario dari belakang memegangi kepalanya yang teramat pusing. Saat di mobil, Mario hanya tidur di jok belakang. "Dasar kebo. Lagi lagi gue jadi supir," Dion menghela nafas, mencoba menenangkan diri. "Oke, Dion semuanya baik-baik saja," Dion mulai memegang setirnya, lalu menarik nafas panjang dan membuangnya. Ia memutar kunci mobil sampai terdengar suara mesin menyala. Di jalan ramai, Dion menjalankan mobilnya pelan-pelan. Ia tidak ingin mengambil resiko menabrak sesuatu disaat kondisinya seperti ini. Dion menggelengkan kepala berulang kali mencoba menyadarkan dirinya yang mulai mabuk. Entah kenapa matanya terasa semakin berat, tapi Dion berusaha menahan meskipun kepalanya terasa berputar-putar, oh tuhan. Baru kali ini ia meminum alkohol, selama hidupnya ia ke club hanya untuk menghilangkan rasa jenuh. Tak pernah minum-minum. Dion melewati jalanan sepi. Tak ada seorang pun disana. Dion merasakan kepalanya tak bisa ditopang lagi, ia merasa bumi berputar-putar cepat, matanya yang mengantuk berat tanpa sadar sudah tertutup rapat. Kakinya menginjak pedal gas dengan kecepatan penuh, hingga lebih dari 120 km/jam. Dion tidak sadar mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Brak...! Seorang wanita terpental jauh, badannya terguling guling di atas aspal. Ckiiittttt. Sontak Dion menginjak rem nya, badannya terhuyung ke depan. Kepalanya terantuk setir kemudi dengan sangat keras. "Aww," pria itu memijat keningnya. Rasanya sakit sekali. Mario mulai terjaga saat badannya terhuyung ke depan. "Ada apa, ada apa?" hanya sedetik saja Mario tersadar, ia kembali lagi menutup matanya tak merasa terganggu. Dion menoleh ke belakang dan mendecak sebal, "Harusnya gue tinggalin aja lo di klub tadi." Pria itu menarik nafas panjang, lalu keluar dari mobil untuk melihat apa yang terjadi. Tapi pemandangan di depannya membuat jantungnya seakan berhenti. Dan dunia seakan runtuh. Seorang wanita tergeletak bersimbah darah jauh satu meter dari mobilnya. Dion mengacak-acak rambutnya frustasi. Ia baru saja menabrak seseorang. Pria itu mengedarkan pandangannya ke sekitar, jalanan lengang. Tak ada seorangpun. Dion berjalan mendekati wanita itu, tubuh wanita itu mengenaskan. Wajahnya tertutup darah sampai-sampai ia tak bisa melihat bagaimana rupa wanita itu. "Apa yang udah gue lakuin?" tanya Dion frutasi. Ia menjambak rambutnya sendiri. Dion menahan nafasnya sebentar, lalu menghembuskan perlahan. Berusaha tenang. "Mba bangun mba," ucap Dion berjongkok lalu menggerak-gerakkan tubuh wanita itu, namun tak ada respon. "Masalah apa lagi ini?" ucap Dion panik. Mario keluar dari mobil dengan perasaan kesal. Ia sudah sadar dari mabuknya, dan berjalan menghampiri Dion. "Dion lu gila ya berhenti di tengah ..." Mario menghentikan ucapannya, dan melanjutkan ucapannya lagi, " ... jalan." Mario terkejut melihat seorang wanita yang bersimbah darah, "Astaga Dion kita tabrak lari?!" Dion menatap wanita itu panik setengah mati. Ia benar-benar kalang kabut tak tahu harus berbuat apa. Mario mondar-mandir panik, "Oke Dion, denger ya ... kita ga bisa kayak gini, kita nabrak orang. Mendingan kita tinggalin aja jasadnya disini, gue gamau berurusan dengan polisi. Ga mau yon!" Dion terdiam. "Dion lu denger ga! Ayo balik. Lo mau kita membusuk di penjara hah?! Gimana kalo dia mati, dan keluarganya nuntut kita?" Dion diam tak bergeming. Ia mencoba mengecek detak jantung wanita itu berharap ada tanda-tanda kehidupan. Pria itu mendekatkan telinganya di atas d**a kiri wanita itu. Mencoba mendengar detakan demi detakan. Namun yang terdengar sangat kecil nyaris menghilang. Dion panik, lalu menekan pergelangan tangan wanita itu. Denyutan nadinya juga pelan. "Gue ga mau jadi narapidana Yon! Lu ngerti ga sih?!" ucap Mario kesal karena Dion sama sekali tak menghiraukannya. "Diem Mario! Dia masih hidup," ucap Dion mengangkat tubuh wanita itu. "Lo mau bawa dia kemana?" tanya Mario tak percaya. "Rumah sakit," jelas Dion sambil membuka pintu mobil belakang. Menidurkan wanita itu di jok mobil. Duk...! Dion menutup pintu belakang mobilnya keras, "Lo duduk depan. Jangan belakang! Gue bukan sopir lo," ucap Dion datar. la berlari kecil menuju pintu depan. Setelah sampai, ia membuka pintu mobil depan, dan mendaratkan b****g nya di jok mobil. Mario juga ikut masuk mobil bersamaan dengan Dion yang menutup pintu mobil. Dion menarik nafasnya dalam-dalam, dan memutar kunci mobilnya. Ia harus berhati-hati mengemudi, jangan sampai ia kecolongan lagi menabrak orang lain. ***** Sesampainya di rumah sakit Dion dan Mario diliputi perasaan tidak tenang. Pertama kalinya di kehidupan mereka menabrak orang. Mario mengacak-acak rambutnya frustasi, ia memikirkan bagaimana masa depannya nanti. "Oh god! Kalau terjadi sesuatu yang buruk gimana? Gue ga mau jadi narapidana,Yon. Gue ga tau kenapa bisa jadi kriminal gini. Gimana masa depan kita hah?! Lo ga mikir?" "Gue pusing Mario, jangan banyak tanya!" "Jangan banyak tanya gimana?! Harusnya lo hati-hati! Bukan lu doang yang terseret, gue juga." Dion menghela, mengacak-acak rambutnya. Belum selesai masalah yang ini, ditambah lagi dengan ocehan beruntun Mario. Dokter keluar dari ruangan IGD. Dion dan Mario berdiri dari duduknya. Raut wajah mereka begitu panik. "Gimana keadaannya dok?" tanya Mario memburu. Dokter menjauhkan badannya setelah mencium bau alkohol dari mulut Mario. "Ma-ma maaf dok," ucap Mario. "Siapa disini kerabatnya?" tanya dokter itu. Dion dan Mario saling bertukar pandang. "Em em sa sa saya.." ucap Dion terbata-bata. Mario menginjakkan kaki Dion keras, "Dia pacarnya dok." Ucapan Mario langsung mendapatkan balasan tatapan tajam dari Dion, Mario hanya menyengir tanpa dosa. "Kamu pacarnya?" tanya dokter tersebut sambil menunjuk Dion. "I-I- iya" ucap dion sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Saya berharap kamu tabah ya ... setelah mendengar ini, tolong kamu beritahukan keluarganya. Benturan pada kepalanya sangat keras, sampai-sampai ..." dokter menggantungkan ucapannya. "Sampai apa dok?" tanya Dion tak sabar. Jantungnya berdebar tak karuan. Bagaimana jika kenyataannya wanita itu meninggal? Apa yang harus ia lakukan. "Amnesia." "Apa? Amnesia?! " Dion dan Mario saling bertukar pandang tak percaya. "Iya, saya harap kamu sebagai pacarnya tetap tabah, kamu dapat mengembalikan kembali ingatannya perlahan-lahan." Dion yang mendengar itu tersenyum getir. Ia tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Semuanya sudah terjadi. "Makasih dok," ucap Dion lemas. Dokter itu mengangguk, "Kalau begitu saya permisi dulu," ucap dokter lalu beranjak pergi. Dion mengacak-acak rambutnya. Ia benar-benar pusing. Sudah menabrak anak orang, sekarang menghilangkan ingatannya. Sekarang harus bagaimana lagi? "Dion b**o, dosa apa yang lo buat!" Rutuk Dion frustasi. "Tenang sob gue bakalan bantu lo, tapi lo anterin gue balik ya. Dan jemput gue jam 8 besok," ucap Mario menepuk-nepuk pundak Dion. "Keadaan lagi genting gini. Lo masih sempet-sempetnya bahas gituan?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN