02

865 Kata
Paradiso. Tempat yang tak akan pernah sepi. Orang mengatakan jika kau belum pernah ke Paradiso, kau belum menjadi orang yang bebas. Tempat itu selalu dijaga ketat oleh pengawal-pengawal bertubuh besar. Tidaklah mudah mengatur orang yang sudah menggila akan keberadaan surga dunia. Maka dari itu, tugas mereka adalah menyingkirkan orang yang membuat keributan. Jual beli b***k sering kali terjadi di dalam Club. Namun hukum negara seakan tak mampu menyentuh tempat itu. Entah apa yang membuatnya bisa kebal akan hukum. Yang pasti, uang berperan besar dalam hal ini. Sex Club tersebut baru berdiri 3 tahun. Namun respon yang masyarakat berikan sangatlah positif. Walaupun beberapa diantara mereka menentang adanya s*x bebas, tapi itu bukanlah masalah besar. Banyak kabar beredar bahwa pemilik Club tersebut adalah anak ke dua dari keluarga Borsseli, salah satu keluarga terkaya di Amerika. Ia membangun s*x Club karena kecanduannya akan seks. Ia tak bisa hidup tanpa melakukan seks. Siapapun dia, Luna telah mengutuknya karena mendirikan tempat laknat itu. Dengan sebuah nampan berisikan minuman keras, Luna berjalan mendekati meja tempat dimana pemesan berada. Tubuhnya hanya ditutupi apron hitam yang menutupi bagian depan. Setiap langkahnya terasa mengganjal karena fox tail yang ada di lubang belakangnya. Ya, jika Luna sedang tak memiliki jadwal maka pekerjaannya adalah menjadi seorang pelayan. Wanita itu menaruh minuman itu di atas meja dimana dua orang sedang b******u di atas sofa. Setelah itu, ia segera undur diri karena tak ingin terlibat lebih jauh. Saat ia berjalan menuju meja bar untuk mengambil pesanan lain, tanpa sengaja seorang pria menabraknya. Pria itu terlihat sempoyongan karena mabuk. “Ohh maniss..” ia tersenyum pada Luna dan memegang pundak wanita itu. Luna menatap pria itu tajam dan menepis tangan kotornya. Wanita itu segera berlari menjauh karena tak ingin dilecehkan lebih lanjut. Cukup jadwal malamnya yang membuatnya merasa hina. Ia tak ingin berakhir di setubuhi di lantai seperti pelayan lain. “Luna!” Panggilan itu seketika membuat Luna terhenti. Tubuhnya menegang saat melihat seorang wanita berbaju hitam ketat berjalan menghampirinya. Dia Sherly, salah satu pegawai yang bertugas menertibkan para b***k. Luna menunduk karena takut dengan Sherly. Ia tau apa kesalahannya. “Maafkan aku.” Ucapnya segera meminta maaf. Dengan ujung tongkat rotannya, ia menyentuh dagu Luna, mengisyaratkan untuk wanita itu tak menunduk. Dan Luna langsung memahaminya. Ia segera meluruskan pandangannya. “Ini ke tiga kalinya aku memergokimu.” Suara wanita berbaju hitam itu terdengar tegas. Sherly menunjuk ke lantai, dan Luna dengan terpaksa duduk di lantai. Wanita itu mengambil vibrator dildo dari pelayan pria yang lewat dan melemparnya ke hadapan Luna. Luna menatap benda di hadapannya itu lama. Beberapa orang terlihat tertarik untuk melihat apa yang akan terjadi. Perlahan tangan Luna terulur, meraih vibrator tersebut. Wanita itu mengubah posisi duduknya dan membuka pahanya. Ia membaluri dildo itu dengan pelumas. Tangannya sedikit bergetar saat menggiring benda itu masuk ke dalam kewanitaannya. Luna menggigit bibirnya. Ia melakukannya perlahan, hingga dildo itu benar-benar masuk. Rasanya begitu penuh karena lubang belakangnya masih terdapat fox tail. Dalam hati, Luna tak ingin melakukannya tapi jika ia menolaknya, Sherly bisa memberikan hukuman yang lebih mengerikan. Sherly berjongkok di hadapan Luna dan menekan tombol yang ada di sana. Luna mengepalkan tangannya saat dildo itu mulai bergerak secara acak, mengocok miliknya di depan umum. Dari tempatnya, Luna bisa melihat seorang pria yang mengelus kejantanannya sembari memandangi Luna. Hal seperti itu memanglah biasa. Melakukan seks di depan umum, three some, bahkan party seks bukanlah hal tabu. “Nghhh..” Luna semakin menggigit bibirnya. Alat itu semakin mengocoknya tak beraturan. “Aghhhh...” Luna meringis ketika Sherly menekan dildo itu semakin masuk dan merubah modenya menjadi cepat. Desahan demi desahan lolos dari bibir Luna. Tubuhnya terbaring di lantai dan menggeliat. Beberapa pria menghampirinya dan mengocok kejantanan mereka dengan tangannya. “Ughhh.. ahhhhh..” Luna mendapatkan pelepasannya tapi Sherly masih menahan vibrator itu agar tetap berada di dalam tubuh Luna. “Apa tugasmu?” Tanya Sherly, mengingatkan Luna akan statusnya. “Ahhh... Melayanihh..” jawab Luna dengan susah. “Dan?” “Tidak menolak.” Sherly menampar paha Luna sekali dan mencabut vibratornya. “Ku harap ini terakhir kalinya aku melihatmu menolak orang.” Sherly berdiri dengan angkuhnya. “Jika aku melihatnya lagi, kau tau hukumannya.” Tubuh Luna tiba-tiba basah terkena cairan pria yang berdiri di sebelahnya. Pria itu menarik napasnya karena baru saja mendapat pelepasan hanya dengan melihat Luna. “Kembali ke tempatmu.” Perintah Sherly. Luna meraih nampan yang tadi ia jatuhkan lalu segera meninggalkan tempat itu. Ia pergi menuju tempat yang lebih sepi dimana tak ada desahan yang bisa ia dengar. Kaki Luna terasa lemas dan tubuhnya merosot duduk di lantai lorong. Matanya memerah. Ia kira air matanya telah lama habis, tapi nyatanya setiap kali dirinya memikirkan nasib, air mata itu tetap jatuh. Ia sudah sering mendapat peringatan dari tim kedisiplinan b***k karena masih menyimpan harga dirinya. Luna memeluk lututnya dan menenggelamkan wajahnya di antaranya. Wanita itu semakin terisak. Ia menggigit bibirnya, menahan suara isakan agar tak lolos. Entah berapa lama Luna menangis, ia berhenti ketika sudah lelah. Matanya sembab dan ia memutuskan untuk mencuci wajahnya sebelum kembali bekerja. Sedangkan tak jauh dari saja, terlihat seorang pria yang memperhatikannya sejak 5 menit lalu. Pria itu awalnya hanya ingin mengangkat telfon tapi ia malah menemukan Luna yang menangis.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN