Siluet-siluet hitam bersenjata lengkap muncul di balik asap. “Tim Bravo masuk! Lindungi target!” Itu suara yang tak asing bagi Pandu—dalam badai kekacauan, suara dingin Ferril, saudara kembar Farrel, terdengar seperti sabda penyelamat. Para pengkhianat sempat hendak melawan, tapi dalam hitungan detik, Tim Intel menghancurkan formasi mereka. Dentum peluru hening—ditembakkan dengan senapan senyap—bergaung seperti gema maut. Tubuh-tubuh roboh, senjata-senjata terlempar, dan hanya dalam beberapa menit, semua selesai. Ferril berjalan masuk, wajahnya gelap. “Kami terlambat beberapa menit. Maafkan gue, Bang Pandu.” Pandu menggeleng sambil mengatur napas. “Kalau kalian lebih lambat lima menit, mungkin sudah tinggal nama.” Fasha menatap Ferril lekat-lekat. “lo tahu siapa dalangnya, ‘kan?” F

