Chapter 4

1132 Kata
Chapter 4 Athaya bergegas masuk ke kamarnya dengan membanting pintu hingga bunyi bedebum keras membahana sampai ke dapur. Pria itu merasa jengkel saat ini, tetapi ia tidak tahu alasan yang tepat dimulainya emosinya tersebut. Biasanya ia orang yang bisa mengendalikan emosi. Namun, kembali bertemu dengan Mega, kendali diri itu menguap, seketika tak bersisa. Athaya seolah tidak ada kapoknya, rasa memiliki kepada Mega semakin menggebu, bahkan sejak perceraiannya dengan sang istri. Jika dipikirkan kembali, ia seperti pria t***l yang masih mengharapkan belas kasih dari wanita yang sudah terang-terangan menolaknya dahulu. Akan tetapi, itu juga menjadi tantangan tersendiri untuk Athaya berusaha kembali mengambil hati Mega. Rasa jengkel semakin menjadi saat melihat Enzi dan Cavero berjalan beriringan dan mendapatkan senyum lebar seringan bulu angsa dari Mega yang hampir tidak pernah ia dapatkan. Bahkan, wanita itu yang semakin terlihat menawan di usianya kini masih tidak mau memandang wajahnya jika tidak sengaja. Athaya sungguh bingung dengan Mega, jika alasannya adalah perbedaan status sosial tentu saja ia pasti akan menjaga jarak dengan Enzi dan Cavero karena mereka sama-sama berasal dari keluarga berada. “Kenapa kamu tinggalkan Mega?” tanya Karmila begitu pintu kamar Athaya tertutup rapat di belakangnya. “Bukannya Mama yang menyuruh dia untuk membantu?” tanya Athaya balik. “Iya, tapi maksud Mama biar kalian ada waktu untuk mengobrol.” “Mama mau jadi Mak Comblang?” tanya Athaya gamblang. Karmila mengedikkan bahunya. “Loh, apa salahnya. Kamu pikir Mama nggak tahu penyebab perceraian kamu?” “Yang pasti, bukan salah Mega,” jawab Athaya cepat seolah takut jika Mamanya akan salah paham dan menyalahkan wanita yang ia cintai itu. “Mama tidak pernah bilang itu salah Mega,” ujar Karmila santai, kemudian duduk di tepi ranjang berhadapan dengan Athaya yang duduk di kursi kerjanya. Athaya lantas berdeham dan menelan salivanya kasar menunjukkan kelegaannya. Namun, kelegaan itu tidak berlangsung lama begitu mendengar perkataan yang terlontar dari sang mama membuat Athaya menatap lekat-lekat wanita yang telah melahirkannya tersebut. “Efek yang dia timbulkan kepada kamu, menjadi andil dalam perpisahanmu dengan Dama.” “Maksud Mama bagaimana?” Seketika Athaya bagaikan keledai bodoh, pikirannya kosong tak bisa berpikir. “Mama tahu kamu mencintai Mega. Tapi, yang Mama tidak habis pikir kenapa kamu malah menikah dengan Dama.” Athaya mendengkus lega, amat sangat lega. Untung saja mamanya tidak tahu menahu tentang penolakan Mega terhadapnya dulu. Jika sampai wanita itu tahu, bisa jadi mamanya akan membenci Mega dan jelas akan membuat Athaya susah mendekati wanita itu lagi. Kali ini Athaya kembali mengambil jalan teraman. “Sudahlah, Ma. Jangan diungkit lagi. Semuanya sudah berakhir. Dama selingkuh itu yang Atha tahu. Cukup sampai di sana.” Athaya kemudian berjalan ke pintu saat mendengar gelegak tawa dari beberapa suara pria yang saling bersautan. “Mama juga tahu hal itu. Tapi, Dama sempat mengatakan kepada Mama jika selama pernikahan kalian, kamu tidak sekalipun menyentuhnya. Walaupun tindakan selingkuhnya tidak dibenarkan. Kamu sehat dan normal 'kan, Nak?” ujar Karmila tulus seraya bangkit dan mendekat ke arah Athaya yang sudah bersiap membuka gagang pintu. Athaya melotot dan kemudian tergelak setelah dapat mencerna dengan baik kalimat terakhir yang dilontarkan sang mama. “Sangat normal, Ma. Perlu Mama tahu, Athaya bukan playboy yang dengan mudah menyentuh sembarang wanita. Atha hanya bisa bereaksi dengan orang yang Atha cinta.” Reaksi mamanya kemudian diluar dugaan Athaya. Karmila menepuk bahu kiri Athaya seraya mendesah menampakkan mimik prihatin. “Semoga berhasil ya, karena setahu Mama si Mega akan dilamar oleh seorang berkebangsaan Rusia yang merupakan kenalannya di Hong Kong.” “Mama jangan bercanda?! Setahu Atha pria itu sudah kembali ke negaranya.” “Iya, katanya pria itu mau datang ke sini membawa serta keluarganya untuk melamar Mega.” “SIAL!” umpat Athaya yang kemudian menyentak pintu hingga terbuka dan dengan langkah lebar berjalan menuju dapur bahkan menghiraukan orang-orang yang berkerumun dan menanyakan kabarnya. “Jangan mengumpat di depan Mama, Atha!” tegur Karmila pada punggung anak bungsunya yang telah berlalu tersebut. Langkah Athaya terhenti begitu pandangannya menyusuri dapur, tetapi tidak mendapati keberadaan Mega di sana. Saat ia berbalik tatapannya kembali bertemu dengan Karmila. “Mama sudah menyuruhnya pulang. Habis kamu cuekin sih,” ujarnya yang kemudian meninggalkan Athaya yang berdiri dengan perasaan yang campur aduk. Ingin rasanya, Athaya pergi dan menemui wanita itu. Menanyakan perihal kabar yang baru saja ia dengar dari mamanya. Namun, rasanya tidak etis, jika ia pergi saat ini karena kedua orang tuanya membuat pesta syukuran ini untuk kedatangannya kembali. Athaya membalikkan badan dan kemudian menempatkan diri tepat di belakang mamanya yang sedang mengaduk sup di atas kompor. “Ma,” ujarnya lirih agar hanya bisa didengar oleh mereka berdua karena saat ini setidaknya ada tiga orang pembantu sedang sibuk di dapur mengelap piring dan mangkok. “Ya, Sayang,” jawab Karmila tanpa mengalihkan tatapannya pada isi panci olahannya. “Dari mana Mama tahu kabar dia dengan pria bule itu?” “Oh, itu dari Rukmi lah. Teman curhat dia 'kan cuma Mama dan Bu Zaenab. Kenapa kamu takut kalah saing?” Alis Athaya naik sebelah mendengar perkataan mamanya. “Mana ada, Atha lebih ganteng. Keturunan Tonda mana ada yang jelek.” “Tapi kamu duda, sedangkan si Rusia itu masih perjaka. Siapa tahu, Mega nggak mau sama duda.” “Mama yakin dia masih perjaka? Jomlo kali, Ma. Atha yakin sih, dia tidak ada hubungan dengan bule itu.” “Kalau nggak ada hubungan, nggak mungkin dong Rukmi cerita begitu.” Sebetulnya perkataan mamanya ada benarnya juga dan itu jelas sedikit mengusik hati Athaya. Mega berjalan menyusuri jalan setapak dengan membawa serta rasa gundah karena perlakuan Karmila, mama Athaya yang menyuruhnya pulang padahal pekerjaannya belum selesai tak lama setelah Athaya meninggalkan dirinya dengan perkataan absurb. Sejujurnya Mega merasa ada maksud lain Athaya kembali dan itu pasti tidak ada hubungannya dengan perceraian. Sejak Athaya menikah, pria itu sering kembali walau sendirian alias tidak membawa sang istri untuk turut serta. Mega juga merasa pesta penyambutan ini terlalu berlebihan, tapi ya dasarnya orang berada, mungkin itu salah satu cara untuk menghamburkan hasil jerih payah mereka mengumpulkan pundi-pundi kekayaan. Mega mengerutkan dahi, saat mendapati ibunya berdiri di depan warung seraya tersenyum hangat kepadanya. “Ada apa, Bu?” “Tadi Kostav telepon, Ibu grogi loh angkat teleponnya tadi. Selain fasih bahasa kita, dia juga tutur katanya lembut, ya?” “Dia lama kerja di Jakarta, tentu saja bisa.” “Memangnya berapa umur Kostav?” tanya Rukmi penasaran. “Sekitar 45 tahun. Kenapa memangnya?” “Pas lah. Orang bule kan kalau umur segitu pas mateng-matengnya. Sama kamu cocok.” “Eh ...? Apa maksudnya cocok?” “Udahlah kamu sama dia aja,” kata Rukmi seraya menepuk punggung tangan Mega. Mega melolot tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh ibunya. Jantungnya berdegup kencang, seperti ada yang terlewatkan olehnya. Ia sedikit menyesal tidak waspada, apalagi menyangka hal ini bisa terjadi. Ibunya bisa mengenali salah satu orang yang sangat ia hindari. Sungguh rasanya masih seperti mimpi, saat sang ibu menyebutkan nama itu. Bagaimana bisa ibunya bisa mengenal Kostav, sementara sejak pergi dari tanah air sampai detik ini tak sekalipun nama laki-laki asing itu terucap dari bibirnya. Bahkan saat melihat anak kecil yang menatapnya penuh damba di kantin yang dikelola sang ibu, ia menghindar. Mega masih berusaha mati-matian menyangkal jika jiwa keibuan, haus akan dekapan lengan kecil dan memanggilnya, Ibu. Ada rasa kasihan dan terluka di hati Mega yang belum bisa ia atasi saat bertatap muka dengan bocah kecil itu. Rasa rindu berselimut luka yang ia pikir sudah terobati dengan baik, tetapi nyatanya luka itu masih menganga dan berlumur darah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN