"Walau kita gak punya perasaan sama sekali?" Sebelah alis Bella terangkat.
Daniel mengangguk sementara tangannya terus membuka kancing kemeja Bella. "Cinta itu tumbuh belakangan, Bell. Lagipula kamu ...." Ia mengeluarkan lalu melemparnya ke lantai bersamaan deru napasnya yang melaju cepat. "Calon istriku,"
Daniel menghentikan ucapan dan melanjutkan dengan kuluman lembut dan hangat di bibir Bella.
Untungnya ciuman Daniel tidak bertepuk sebelah tangan. Bella membalas semua kulumannya seiring dengan jari jemarinya yang cekatan menarik ke atas kaos Daniel dan mengeluarkannya cepat.
Wajah Bella merah padam, deru napasnya cepat dan hasratnya memuncak, menghapus semua keraguan Daniel yang tidak lama lagi menyandang status sebagai suami. Tanpa ragu, ia memberi ruang di lehernya untuk Daniel ciumi dan perlahan ciuman itu meninggalkan jejak-jejak kecil di sana.
Bella melihat kedua mata Daniel yang berkabut penuh hasrat. "Kamu mau kita melakukannya di sini, Dan?" Ia berbisik lalu menggigit bibir bawahnya lagi.
Daniel menggeleng setelah melihat cepat sekelilingnya hanya dapur tanpa pembatas dengan ruang tengah, ruang yang berisi three seater sofa, televisi dan meja makan persegi yang cukup memuat empat kursi. "Tidak. Aku butuh tempat yang nyaman untuk mencumbumu malam ini." Ia menolak dengan nada memohon seperti anak kecil meminta sebuah mainan yang sudah lama ia incar.
Senyum Bella melebar dan mengiyakan permohonan Daniel lalu menarik tangannya cepat ke dalam kamar. "Ikuti aku. Aku pastikan kamu pasti merasa nyaman di dalam." Melirik Daniel lagi. "Tentu saja bersamaku."
Tiba di dalam, Daniel menyerbu Bella dengan ciuman bertubi-tubi. Memiringkan kepala ke kanan, kiri, saling menarik bibir atas atau sekedar menggigit sayang bibir bawah. Wanita itu terlihat menggairahkan walau tubuhnya masih dibalut bra berwarna salem sedikit renda dan celana jeans biru muda. Lekuk indah tubuh Bella, seindah erangannya ketika bibir Daniel mencium leher dan berakhir di d**a.
Bella menjatuhkan diri di ranjang, mengulurkan sebelah tangan meminta Daniel meraih tubuhnya lagi. Tanpa menunda dan berpikir panjang, Daniel melucuti celana jeansnya sendiri lalu merangkak walau hanya mengenakan boxer yang terasa sempit dan sesak. Ia kembali meraih wajah Bella lalu mengulum bibirnya, menautkan lidah, membuat beberapa kiss mark di ceruk leher atau mencoba hal yang lain.
Melucuti celana jeans Bella adalah hal lain selain kissing atau membuat beberapa kiss mark.
Bella tak memberontak ketika kedua tangan Daniel mengeluarkan celana itu dari kedua kakinya, justru ia menggoyangkan pinggul untuk mempermudah gerak Daniel.
Bak Mr. Grey tokoh utama Fifty shade of grey, Daniel menempelkan bibirnya bermula dari betis berjalan pelan ke arah paha Bella yang sedikit menekuk dengan d**a membusung dan kepala mendongak menikmati inchi demi inchi ciumannya yang lembut. Kedua tangan Bella meremas seprai katun warna biru muda. Semakin bibir Daniel menyusuri tubuhnya ke atas, ia mengerang seperti berbisik.
Daniel terus merangkak sambil menciumi tubuh Bella dan tidak bisa menahan hasrat liarnya lagi. Seinci demi inchi ciumannya sama hal dengan laju napasnya yang terus memburu dan memaksanya untuk menyatukan tubuh dengan wanita yang sudah terbaring pasrah itu.
Kedua tangan Daniel berada di punggung Bella lalu membuka kait bra dan mengeluarkan dari p******a yang seketika membuat ia menelan ludah.
Puncak payudaranya berwarna coklat muda yang sudah menegang itu serasa menghimbaunya untuk mengulum, memilin pelan atau menggigit sayang.
Daniel bersiap, mendekati mulutnya tapi berhenti setelah mendengar nada dering ponselnya berbunyi. Ia tahu siapa yang sedang menghubunginya sekarang. Nada dering khusus untuk seseorang dan harus segera mengangkat sebelum penelpon itu marah atau mengancamnya lagi.
Bella merenggangkan remasan tangannya di sprei setelah mendengar nada ponsel Daniel berbunyi. Ia membuka mata dan menatap Daniel yang berada di atas tubuhnya terdiam. "Angkatlah, Dan." katanya, merasa terganggu dengan nada dering spongebob itu terus berbunyi nyaring.
Daniel menurut lalu mengambil celananya di lantai lalu merogoh saku celananya dan meraih ponsel. "Hallo, Pa?"
"Daniel, kemari cepat. Singkirkan wanita ini dari Papa." pinta pria paruh baya yang tidak lain adalah Albert Wijaya. Di betisnya seorang wanita cantik mencengkram dengan kedua tangan sambil memohon dan menangis terisak-isak.
Dahi Daniel mengernyit. "Wanita? Jangan bilang jika dia ...." Ia melirik Bella yang bangkit menutup tubuhnya dengan selimut. Felly? itu pasti dia!
"Siapa?" bisik Bella memperhatikan Daniel yang terlihat serius.
"Papaku," sahut Daniel cepat, lalu mengangguk mendengar sahutan dari Albert lagi. "Baik, Pa. Aku ke sana sekarang," balasnya lalu menutup panggilan Albert dan mengenakan celana.
"Ada apa, Dan? Apa ada masalah?" Bella penasaran melihat Daniel bergegas mengenakan celana.
Daniel meliriknya sebentar. "Aku harus ke rumah papa. Ada urusan mendadak, Bell," katanya lalu keluar kamar mengambil kaosnya yang tercecer di lantai. Setelah mengenakan semua pakaiannya, Daniel ke dalam kamar lagi mendekati Bella yang masih duduk di ranjang dan terdiam. "Aku pergi dulu. Nanti aku kabarin kamu lagi," pamitnya tergesa-gesa.
Baru dua langkah meninggalkan Bella, Daniel berbalik lalu menciumnya lagi. "Aku gak sabar kita lanjutin yang tadi," bisiknya lalu terkekeh.
Wajah Bella merona. Ketika adegan mereka sedang menanggung calon ayah mertuanya mengganggu dengan nada dering Spongebob yang nyaring. "Ya sudah, pergi sana. Tapi aku gak jamin kita lanjutin ini lagi," Ia merajuk dan membuang wajah karena kesal.
Daniel tertawa melihat raut wajah Bella yang semakin menggemaskan, tapi sayangnya ia harus meninggalkan Bella untuk menemui seseorang yang ia benci. "Bye, Bell," pamitnya lagi sambil tertawa dan beranjak meninggalkan apartemen Bella untuk menuju suatu tempat.
Bella menjatuhkan tubuh di ranjang sambil mengingat perbincangan Daniel bersama pria yang tidak lain adalah Albert Wijaya. Tapi ada sesuatu yang membuatnya tertarik setelah mendengar kalimat 'wanita' dalam panggilan tadi. Raut wajah Daniel yang serius dan terlihat marah mengucapkan 'wanita' itu membuat Bella penasaran. "Dia menyembunyikan sesuatu dariku," Bella bergumam dan sadar harus mengenal lebih jauh lagi tentang Daniel, tapi tiba-tiba dia tertawa. "Untuk apa aku peduli? Aku akan menikahi dia bukan karena cinta tapi untuk menuruti perintah Robert Orzo. Tidak ada cinta Bella! Cukup 5 tahun kau mengenal cinta! Tidak untuk kali ini!" Ucapnya lagi sambil menertawakan dirinya sendiri yang sudah terluka karena cinta. Karena Bastian Wood.
❤❤❤
Jam sepuluh pagi tepat pada hari senin yang menjengkelkan, Bella sudah berada di sebuah Mall besar di Jakarta Pusat. Kedatangan hari ini seperti biasanya bersama dua karyawan lapangan Toni dan Joko. Kegiatan rutin yang biasa ia lakukan sebagai supplier setiap sebulan atau dua minggu sekali pada setiap Mall Jabodetabek.
Bella mengantarkan barang sebanyak satu karung besar berisi pakaian yang akan ia berikan ke sebuah counter baju ternama. Ia berjalan bersama Toni yang mendorong troli berisi karung besar.
Sesampai counter ia memberi beberapa lembar kertas pada seorang SPG. "Kamu cek lagi barangnya. Kalau ada yang rijek dipisahin dan kamu buat keterangan di ...." Bella terdiam melihat dua pria berjalan dengan gagah dan berwibawa memakai setelan kemeja dasi bersama seorang pria berseragam berada di belakangnya, tidak jauh dari tempatnya berdiri, sekitar lima belas meter l.
Pria muda tampan itu berjalan beriringan dengan pria paruh baya yang terlihat ramah. Sesekali pria itu membalas senyum pada beberapa SPG saat melintas counter mereka. Tidak lama gadis-gadis itu tersenyum lebar dengan wajah merona melihat pria itu membalas. Tentu saja, wanita mana tak senang hatinya melihat pria tampan seperti artis Hollywood berjalan di sebuah departemen store ternama di Indonesia. Ia pun juga, tapi berpura-pura untuk tidak mengenalnya.
Bella tertegun ketika pandangannya beradu dengan pria tampan tadi. Ia jadi salah tingkah pria itu berlari kecil ke arahnya sementara pria paruh baya itu singgah pada counter baju merk lain.
"Tadi saya ngomong sampai mana?" tanya Bella pada SPG, melanjutkan ucapannya yang sempat terputus.
"Barang rijek, Mbak," balas si SPG yang masih mengenakan setelan baju hitam putih menyimak cermat ucapan Bella sejak tadi.
"Bella," panggil pria itu yang seketika menarik tangannya.
Bella meronta sambil memohon dengan ucapan pelan agar tak menjadi pusat perhatian. Tapi sayangnya semua pandangan SPG tiap counter dan beberapa customer melirik ke arahnya yang sedang digandeng pria tampan yang membawanya mendekati pria paruh baya tadi. "Lepaskan aku, Daniel," Ia memohon dengan pandangan menyusuri seluruh orang yang pandangannya tertuju kearahnya.
Daniel menggeleng. "No, Bell." Ia menolak dan langkahnya terhenti di dekat pria paruh baya itu.
"Pa," Daniel memanggil.
Pria paruh baya yang tidak lain adalah Albert Wijaya, berdehem melihat Daniel menggenggam erat tangan Bella. "Kenapa, Daniel?" tanyanya yang penasaran melihat wanita cantik bersama Daniel. Wanita yang berbeda yang pernah Daniel genggam.
"Dia Bella Orzo. Wanita yang pernah aku ceritakan ke Papa," Daniel mengenalkan Bella. "Dan, dia sekarang ...." Ia melirik Bella lalu tersenyum lebar. "Sedang mengandung anakku."