bc

Cowok Oranye Misterius

book_age12+
2
IKUTI
1K
BACA
BE
HE
neighbor
sweet
bxg
lighthearted
witty
campus
highschool
small town
addiction
like
intro-logo
Uraian

Fae hanya menginginkan kehidupan yang tenang. Namun, segalanya berubah ketika seorang pemuda berambut oranye tiba-tiba pindah ke sebelah rumahnya.

Pertemuan pertama mereka jauh dari kata menyenangkan. Tanpa alasan yang jelas, pemuda itu menyemprot wajah Fae dengan air saat ia sedang menjemur pakaian, lalu tertawa dan berkata dengan santai:

"Salam kenal, tetangga baru. Oh, ya, tadi aku lihat ada tanktop berwarna pink. Punyamu, ya?"

Sungguh menyebalkan! Lagi pula, mengapa rambutnya bisa berwarna oranye? Oranye, lho! Memangnya dia idol?

Hal yang lebih mengejutkannya lagi adalah: keesokan paginya, pemuda itu muncul di kelasnya dan memperkenalkan diri dengan senyuman lebar:

"Hai. Perkenalkan, namaku Riel Orion. Panggil aku Riel, ya. Oh ya, aku bertetangga dengan Fae. Salam kenal."

Siaaal!

Sejak saat itu, Riel hadir dalam hidup Fae bak badai kecil yang cerah; penuh canda, rayuan tak masuk akal, dan senyuman yang sulit diabaikan. Ia terlalu ramah, terlalu menyenangkan, dan terlalu mudah untuk disukai.

Namun, di balik segala kelucuannya itu, tersimpan sesuatu yang tak pernah benar-benar ia ungkapkan.

Seiring waktu berlalu, Fae pun akhirnya tahu...apa alasan Riel datang ke hidupnya.

chap-preview
Pratinjau gratis
1. New Neighbor (1)
Chapter 1 : New Neighbor (1) ****** KETUKAN di pintu kamar sukses membuyarkan fokus Fae yang sejak tadi sedang membaca buku Fisika di meja belajarnya. Fae mengalihkan pandangannya dari materi gelombang yang ada di buku tersebut, lalu mulai menggeser kursi belajarnya ke belakang. Kalau boleh jujur, sebenarnya distraksi kecil seperti ini agak disyukuri oleh Fae, soalnya dia sudah berkutat dengan buku Fisika itu sejak satu jam yang lalu. Agak pusing juga melihat gambar gelombang terus-menerus sedari tadi, berbeda dengan kedamaian yang ia rasakan tatkala melihat gelombang laut. Meski Fae Julietta bukan orang yang begitu pintar di bidang Fisika, dia bukanlah jenis manusia bertelinga baja yang tahan mendengar Pak Yun—Guru Fisika di kelasnya—mengoceh soal nilai merah. Lupakan soal Pak Yun, mamanya pun pasti akan mengomel jika ia mendapat nilai merah. Meskipun demikian, kepintaran Fae terbilang lumayan, soalnya dia masih masuk peringkat sepuluh besar di kelasnya. Fae berdiri dari kursinya; gadis yang memakai kaus bewarna putih dan celana pendek berwarna hitam itu pun berjalan dengan santai ke arah pintu kamar. Tatkala ia membuka pintu kamarnya itu, ia melihat mamanya berdiri di sana; Mama memiringkan kepalanya seraya tersenyum. Di tangan Mama ada bungkus plastik berwarna putih. “Mama beli buah pir, nih,” kata Mama. Ucapan Mama seolah langsung menjawab pertanyaan di otak Fae yang tengah memperhatikan bungkus plastik itu. “Mau, ‘kan? Ayo potong dulu.” Fae pun mengangguk. Memakan buah pir adalah tawaran yang sangat bagus ketika dia baru saja dipusingkan oleh pelajaran Fisika. Segar, manis… Bagus untuk me-refreshing otaknya sejenak. “Iya, Ma,” jawab Fae. Mama lalu tersenyum dan berbalik, mulai berjalan ke dapur. Jarak dari kamar Fae ke dapur tidak terlalu jauh, hanya perlu berjalan sekitar sepuluh langkah. Fae mengikuti Mama dari belakang. Begitu sampai di dapur, Mama langsung meletakkan satu bungkus buah pir itu di atas counter dapur. Fae langsung mengambil salah satu pisau yang tersimpan di dalam rak pisau; rak pisau itu tergantung di bawah kabinet. Seraya mencuci buah pir tersebut satu per satu di wastafel, Fae melihat ke arah Mama yang sedang mengeluarkan belanjaannya dari plastik. Rupanya Mama tadi sempat berbelanja bahan makanan. Mungkin, setelah pulang dari kantor tadi Mama mampir terlebih dahulu ke supermarket sebelum akhirnya pulang ke rumah. Tubuh Mama yang semampai—cenderung kurus—itu dibalut dengan kemeja berwarna putih dan rok selutut berwarna hitam. Sebetulnya, kemeja itu Mama beli tahun lalu. Mama masih memakainya lantaran masih bagus, padahal sebenarnya kemeja itu dia pakai ke kantor setiap hari Senin dan Rabu. Mama selalu berusaha untuk memakai sebuah barang selama mungkin dan bila rusak, ia akan memperbaiki barang itu hingga benar-benar tidak layak pakai. Kebiasaan ini semakin menjadi-jadi semenjak Papa meninggalkan rumah untuk menikahi wanita lain. Untungnya, Mama bekerja di sebuah perusahaan yang lumayan bonafide. Dia masih mampu membiayai hidup mereka berdua. Ia memenuhi segala kebutuhan sekolah Fae, ia berdiri sebagai tulang punggung keluarga dan menjadi wanita yang mandiri. Rumah mereka tidak begitu besar, tetapi segalanya tercukupi. Bagi Fae, melihat Mama tidak bersedih lagi pun sudah cukup. Mama terlihat content, dia kembali easy-going dan mulai lupa dengan segala masa lalunya. Dia sudah terlihat baik-baik saja. Sudah rajin tertawa dan melakukan hal-hal yang ia sukai meskipun sekadar menonton drama-drama romantis ala-ala televisi setiap malam sebelum tidur. Tepat ketika Fae mulai mengupas kulit buah pir yang sudah ia cuci, suara Mama terdengar lagi. “Eh, kita ada tetangga baru, lho.” Dahi Fae berkerut, ia menaikkan sebelah alisnya. Jujur ia agak tak percaya. Rumah itu sudah lama kosong. “Oh ya?” Fae pun menatap Mama yang tengah memasukkan beberapa bahan makanan ke kulkas. Mama kemudian menyahut, “Iya. Tadi kebetulan Mama beli dua loyang kue bolu. Rencananya dua-duanya mau disimpan di kulkas, tetapi berhubung ada tetangga baru, salah satunya kita kasih ke mereka saja, ya.” “Hmm,” deham Fae, menyetujui keputusan mamanya. Mama pun kembali berbicara, “Satu loyang rasa coklat, satu loyang rasa matcha. Kau mau yang mana?” “Matcha,” sahut Fae tanpa berpikir dua kali. Dia suka coklat, tetapi kalau dibandingkan dengan matcha, masih lima puluh berbanding seratus. Kalau bisa, semua kue atau minuman harus rasa matcha. Kalau tidak ada rasa matcha…barulah dia akan memilih rasa coklat, keju, atau bluberi. Mama terkekeh. “Sudah Mama duga. Ya sudah, nanti tolong kasih kue bolu coklatnya ke tetangga, ya? Di potong-potong terlebih dahulu, kemudian disusun ke piring.” Fae langsung menatap mamanya dan bibirnya mengerucut. Ini bagian yang kurang dia suka. Dia sebenarnya merupakan anak yang cukup tertutup; dia segan tatkala bertemu orang asing. Jadi, dia tak menyangka bahwa dialah yang akan mengantar kue bolu itu ke tetangga sebelah. “Ma—" Mama yang sudah memprediksi reaksi anaknya tersebut mulai tertawa. “Mama lelah, lho. Pergilah ke sana, oke? Sesekali bersosialisasi dengan orang-orang di sekitar rumah.” Mama mulai mengambil beberapa sayur dari plastik belanjaannya dan membawa sayuran itu ke wastafel; Mama berdiri tepat di sebelah Fae. “Bisa jadi tetangga sebelah punya anak yang seumuran denganmu.” Melihat mamanya berbicara seperti itu, Fae pun menghela napas. Ia kembali fokus menatap buah pir yang kulitnya sedang ia kupas, lalu menjawab dengan pasrah, “...Ya, Ma.” Mama pun melihat sejenak ke arah Fae dan memberinya sebuah senyuman manis (yang bagi Fae malah terlihat seperti senyuman s***s) lalu kembali mencuci sayuran yang ia beli. “Gadis baik.” ****** Sorenya, seperti biasa Fae keluar dari kamar dan pergi ke halaman berumput yang ada di depan rumahnya. Di halaman berumput itu berdirilah tiang-tiang jemuran yang tersusun secara berjajar. Salah satu tugas Fae adalah mengangkat pakaian mereka dari jemuran setiap jam lima sore. Jadi, di sinilah Fae, mulai menghampiri tiang-tiang jemuran di halaman depan rumahnya; Fae melihat pakaian-pakaian yang terjemur di sana bergoyang ke depan dan ke belakang dengan pelan karena tertiup angin sore. Fae nyaris saja terbuai dengan angin sepoi-sepoi tersebut, tetapi dia ingat bahwa dia harus segera mengerjakan tugasnya karena setelah ini dia berencana untuk mandi. Rambutnya berasa tegak-tegak semua setelah belajar Fisika selama berjam-jam. Dia butuh mendinginkan kepala atau kepalanya akan mulai mengeluarkan asap. Dia tak mau membebani ibunya dengan biaya rumah sakit atas kerusakan fungsi otak atau apa pun itu, jadi dia harus mandi. Dia pun mulai mengambil satu per satu pakaian yang terjemur di sana, memeriksa apakah pakaian-pakaian tersebut sudah benar-benar kering atau belum sebelum mengambilnya. Namun, tiba-tiba ada satu semprot air yang mengenai wajahnya. Fae yang disemprot dengan air secara tiba-tiba itu kontan terperanjat bukan main. Air itu sungguh dingin; dinginnya minta ampun! Air itu tidak disemprotkan dalam jumlah banyak, hanya membasahi area pipi Fae, tetapi berkecepatan tinggi. Seolah berasal dari slang yang alirannya lumayan deras. Seolah lubang slangnya sengaja ditutup sebagian dengan jemari tangan agar air yang keluar dapat ditembakkan ke arah mana pun yang kau mau. Fae spontan langsung menoleh ke sumber datangnya air tersebut—dari sebelah kanan—dan matanya memelotot kesal. Siapa yang berani-beraninya menembakkan air kepadanya?! Memangnya ia salah apa?! “HEY!! SIAPA—” “Halo, Tetangga Baru.” []

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

TERNODA

read
198.6K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.7K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.5K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.3K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
57.1K
bc

My Secret Little Wife

read
132.0K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook