Save You

1746 Kata
“Jadi, bisakah kamu jelaskan padaku apa maksud dari 'menginap di rumah Tritas' Tuan Vaye? Kamu tahu, aku sampai bersuara seperti orang bodoh saat Tuan Muda keluarga Tritas sendiri yang memberitahuku bahwa kamu akan menginap di sana. Aku shock Vaye, shock!” Semenjak Vaye memasuki kamarnya di lantai dua, Jay yang kebetulan melihatnya kembali langsung memberondong pria tersebut dengan tatapan yang tajam. Vaye merasa itu normal, setelah hanya karena pertemuannya yang tidak normal kini Vaye tiba-tiba menginap di masion keluarga Tritas yang terkenal tertutup pada orang asing. “Seperti yang sudah kukatakan. Dia menolongku dan mengantarku kembali, hanya itu,” Vaye menatap jengah Jay yang terus melihatnya dengan tatapan tidak percaya dan curiga. Vaye lelah, ingin tidur sebentar sebelum mulai bekerja jam delapan malam nanti. Tubuhnya masih sedikit pegal, efek memar di tubuhnya mungkin. Dan kini, kakak angkatnya itu keras kepala sekali terus menanyainya seperti tersangka di kantor polisi. “Menolongmu dari apa?” Mark masih belum percaya sepenuhnya pada ucapan Vaye. Tuan Lussac yang terkenal acuh menolong berandalan seperti Vaye? Ha. Itu hanya ada dalam mimpinya saja sebelum semua menjadi kenyataan. “Kamu tahu, mereka bertemu lagi denganku dan voila, memukuliku sampai babak belur lagi. Sekarang bisakah aku tidur? Aku lelah Kakak,” ujar Vaye malas sambil mencoba berbaring di kasurnya yang kecil. Tatapan Jay melembut mendengar perkataan Vaye yang terakhir, lelaki itu tahu benar apa yang terjadi pada sosok adik angkatnya itu. Jay perlahan mendekat, mengelus kepala Vaye dengan lembut kini. “Kamu masih sakit Vay? Perlukah kita pergi menemui dokter?” tanya Jay khawatir. Vaye menggeleng lemah, yang dia butuhkan sekarang hanyalah tidur tanpa gangguan dari siapa pun. “Alpha menyebalkan itu telah memberikanku obat. Aku hanya perlu istirahat Kak,” tegas Vaye lagi. Jay kini mengangguk mengerti. “Istirahatlah untuk hari ini. Kamu akan kuliburkan sementara," final Jay lalu keluar dari kamar Vaye secara perlahan saat tahu anak itu bahkan langsung terlelap saat kepalanya menyentuh bantal. ***** “Vaye, antarkan minuman ini ke meja 10.” bartender itu menyerahkan satu nampan berisi Vodca pada Vaye untuk dibawa pergi. Setelah tiga hari beristirahat, anak itu memaksa Jay untuk mengijinkannya bekerja kembaliu karena mengaku tubuhnya sudah sangat sehat. Dia bosan berdiam diri terus, merasa takut menyusahkan Jay lebih jauh lagi. Vaye mengangguk lalu beranjak untuk mengantar minuman tersebut. Hentakan musik sudah menjadi makanan sehari-harinya. Melewati kumpulan pria dan wanita yang tengah menari liar di dance floor mengikuti irama DJ, dia mencoba berjalan terus ke meja tujuannya. Meja nomor 10. Di meja tersebut duduk sekumpulan anak remaja yang begitu Vaye kenal dengan jelas. Orang yang sama dengan yang memukulinya waktu itu, tersenyum remeh ketika melihat Vaye yang datang untuk membawakan mereka minum. “Whoa whoa.... Lihatlah dia guys. Ke sini Vaye, temani kami minum.” Charles, pria berbadan kekar dengan kulitnya yang putih itu tersenyum mengejek melihat Vaye yang sudah meremas nampan yang dipegangnya kuat-kuat. Vaye tidak boleh membuat keributan besar dalam bar Jay. Setidaknya tidak untuk hari ini. “Come on Babe. Sudah menjadi tugasmu untuk menemani kami kan? Atau kamu ingin aku menghancurkan bar ini hah?” Sabar. Vaye hanya harus sabar sekarang. Bukan masalah jika itu hanya menemani mereka, Vaye pasti bisa. Lagipula Vaye tahu pengantar minuman sepertinya juga kadang diminta menemani para tamu untuk minum, kecuali dirinya tentu saja. Jika Jay disini, lelaki itu pasti akan bersikeras melarang Vaye sekalipun dia kadang rugi besar karenanya. “Tuangkan minumannya Sayang.” Vaye dapat mencium aroma alkohol yang pekat dari mulut Charles. Perlahan Vaye menuangkan Vodca tersebut, tanpa ekspresi dan tanpa mengatakan apapun. “Hei…… Kamu seharusnya menggodaku jalang. Ayo, mana desahanmu huh.” Sebuah tangan meremas b****g Vaye kencang dari belakang. Pelakunya hanya tersenyum tanpa dosa saat Vaye menatapnya tajam. Sudah cukup, dia benci dilecehkan seperti ini. Air mata perlahan mengalir di pipi putih Vaye. Jay sedang sibuk di kantornya sekarang. Dan suasana yang remang-remang membuat para pekerja lain tidak sadar bahwa adik bos mereka tengah terhimpit dan butuh bantuan sekarang. “Ouh.... Jangan menangis Baby... Cup, cup biar kuhapus air matamu itu. Haha, sifat Omega sudah mulai menguasaimu bukan? Sudah kubilang sejak awal Omega sepertimu jangan bertingkah di hadapan Alpha seperti kami Vaye.” Tanpa persetujuan, Charles menjilat air mata Vaye menggunakan lidahnya. Tangan Vaye sudah berdarah untuk menahan amarah. Dia benci, dia benci para Alpha sampai ke tulangnya! Bugh “Jauhkan tangan sialanmu itu dari tubuhnya atau akan memotong tanganmu saat ini juga.” Suara berat itu lagi-lagi menghentikan dentuman musik yang mulanya sangat keras menggema di seluruh ruangan. Pelakunya adalah orang yang sama, plus wajah marahnya yang jauh lebih buruk dari waktu itu. Pukulan Lussac memang tidak pernah macam-macam. Tanpa sang adik yang dulu selalu mengendalikannya, pukulan Lussac langsung membuat pingsan Charles yang kini terbujur mengenaskan di lantai bar dengan darah yang menetes dari mulut dan hidungnya. Kumpulan Alpha itu baru saja ingin menyerang, sebelum feromone Alpha Lussac yang sangat kuat tercium oleh hidung mereka. Feromone itu penuh aura mengancam, membunuh, dan menghancurkan siapapun yang berani mengusiknya. Apalagi, itu adalah orang yang sama dengan yang menghentikan mereka waktu itu. Mereka mundur perlahan, membopong Charles yang masih pingsan dengan panik. Para pengunjung yang ketakutan perlahan meninggalkan bar, menyisakan para pekerja yang sebenarnya takut sesuatu terjadi pada Vaye yang masih menundukan kepalanya. “Berhentilah bekerja di tempat seperti ini! Aku tidak suka Vaye! Apakah kalimatku itu begitu sulit kau pahami huh?!” bentak Lussac tidak sabaran. Vaye yang semula ketakutan terpancing lagi amarahnya ketika mendengarkan ucapan penuh otoritas tersebut, dan itu terjadi setiap kali dirinya bertemu dengan Lussac. “Ha? Apa hakmu mengatur hidupku? Pergi sana dasar Alpha sialan!” balas Vaye tidak mau kalah. Emosinya sedang sulit dikontrol, dan anak itu kini menumpahkannya pada Lussac. “Jangan berpura-pura lagi Vaye! Aku tahu kau ini seorang Omega!" “Lalu kenapa jika aku Omega? Apa kalian para Alpha akan melecehkanku? Itu yang selalu dilakukan Alpha elit seperti kalian bukan?!” Amarah Lussac tidak dapat dia tahan lagi. Lussac mencengkram lengan Vaye kuat, terlalu kuat sampai Vaye meringgis dibuatnya. “Jangan asal bicara Vaye! Dan berhenti memandangku begitu! Berhenti melawan takdirmu sendiri!” “KAMU PIKIR AKU SENANG DENGAN TAKDIRKU?! KAMU PIKIR AKU MAU MENJADI OMEGA DAN DIANGGAP AIB OLEH KELUARGAKU SENDIRI?! KAMU PIKIR AKU MAU?!” Hancur sudah pertahanan yang Vaye coba untuk buat sebelumnya. Beberapa hari ini perasaannya memang terombang-ambing tidak jelas, itu semua karena pertemuannya dengan masa lalu yang kelam. Vaye menangis, menangis seperti anak kecil sambil terduduk di kursi bar. Para pekerja telah hilang entah kemana, mungkin hendak memberikan mereka privasi untuk saling bicara. “Kamu pikir-hiks, aku ingin menjadi Omega? Aku juga ingin menjadi Alpha kuat seperti kalian.... Hiks, aku benci mereka yang memandangku rendah hanya karena aku seorang Omega. Hiks, aku juga ingin terlahir sebagai seorang Alpha seperti yang keluargaku inginkan,” isak Vaye lagi. Tatapan Lussac perlahan melembut, sadar bahwa dia baru saja berteriak pada orang yang belum lama ini dia kenal. Lagipula siapa Lussac? Seenaknya begitu memutuskan sesuatu. Tangan Lussac terulur untuk memeluk tubuh Vaye yang bergetar karena tangis. Tingginya memang jauh melebihi Al, namun dasarnya tetap sama. Hangat dan menyenangkan. Lussac senang saat mencium feromone Vaye yang terasa seperti buah strawberry, manis dan segar. “Maafkan aku karena telah membentakmu. Aku tidak tahu apa yang kau alami sewaktu dulu Vaye. Tapi bagiku tidak masalah kau itu Omega atau bukan. Aku menyukaimu apa adanya, dengan segala mimpimu dan kekuatanmu. Aku benci melihat orang menyentuhmu seperti itu, aku hanya tidak suka.” Tangis Vaye perlahan mereda. Pikirannya masih mencoba memproses apa yang baru saja dikatakan oleh Lussac. “Kamu tahu? Kupikir aku pada akhirnya tetap bisa jatuh cinta. Aku jatuh cinta pada orang yang menabrakan orang mabuk padaku, menendangku, memarahiku, segalanya tentangmu,” ungkap Lussac tegas. Vaye perlahan melepas pelukannya, memandang Lussac dengan tatapan terkejutnya. Itu adalah pernyataan cinta tulus pertama yang pernah Vaye dapat, setelah biasanya itu diucapkan oleh Alpha b***t yang sering ayahnya jodohkan dulu. “Ka-kau pasti salah paham...... A-Alpha sepertimu selalu senang menggoda Omega sepertiku,” elak Vaye lagi. Lussac menangkup kedua pipi Vaye lembut, memaksa matanya yang sedari tadi bergulir bebas hanya menatap mata Lussac seorang. “Aku mencintaimu. Aku ingin menjagamu dan membuatmu bahagia. Ya, awalnya aku hanya peduli padamu karena sosokmu mengingatkanku pada adikku. Tapi seiring waktu akupun sadar kamu terlalu berbeda untuk menjadi Al. Kau itu dirimu sendiri, dan aku mencintaimu karena kamu adalah kamu. Apa wajahku terlihat seperti berbohong Vaye?” tanya Lussac serius. Vaye mencoba melihat pada mata Lussac, dan tidak menemukan kebohongan dalam setiap ucapannya. Jantung Vaye mulai berdetak tidak karuan sementara pipinya memerah sempurna. Apalagi ditambah dia baru saja selesai menangis, rasanya wajah Vaye sangat imut dimata Lussac saat ini. “Ka-kalau begitu terima kasih,” jawab Vaye gugup. Ah, lupakanlah sifat beringas yang selalu dia tekankan. Lelaki di depannya ini baru saja melihatnya menangis layaknya anak kecil tadi. Dan pernyataan cinta itu……… adalah yang pertama bagi Vaye. “Jawabanmu?” Vaye terdiam. Jawabannya..... Vaye belum memikirkan sejauh itu. “Baiklah. Besok aku akan membicarakannya dengan keluargaku. Kami akan mengajukan lamaran untukmu pada Pemerintah,” final Lussac yang sukses membuat mata Vaye membola saking terkejutnya. “Kamu….. Hanya bercanda kan?” tanya Vaye tidak percaya. Lussac hanya membalasnya dengan tersenyum jahil, lalu mencium kening Vaye tanpa ijin dari Omega itu sendiri. “Tidurlah. Lagipula untuk hari ini kupikir tidak akan ada pengunjung lagi yang datang setelah aku membuat keributan. Kerugian hari ini akan kuganti pada bosmu. Aku hanya ingin kamu berinstirahat untuk hari ini, mengerti?” Vaye cemberut, lagi-lagi pria itu bertindak seenaknya. “Tidurlah. Atau kau terpaksa tidur bersamaku malam ini,” sambung Lussac lagi s*****l. Wajah Vaye memerah sempurna mendengar ucapan ambigu Lussac. Lelaki itu menggerutu, sanagat pelan sampai Lusaac pun kesulitan untuk mendengarnya. “Kamu masih tidak mau tidur? Baiklah. Aku akan-” “Pulanglah dasar Alpha m***m! Aku akan tidur sekarang dasar diktator,” ucap Vaye kesal. Dengan langkah menghentak dan dengusan dia berjalan melewati Lussac, yang tertawa pelan merlihat tingkah lucu Vaye. Setelah dia memastikan Omega itu benar-benar telah naik untuk pergi ke kamarnya, barulah wajah Lussac berubah dingin kembali. Dia memberi kode agar salah satu bodyguardnya maju, lalu memberikan perintah yang mutlak padanya. “Temukan siapa saja orang yang sudah melecehkan Vaye tadi. Aku ingin nama lengkap, dan nama keluarga mereka. Taruh di mejaku beosk pagi,” titah Lussac dingin. Bodyguard tersebut mengangguk mengerti, lalu pergi untuk segera menjalankan perintah Lussac. Kalian akan membayar mahal karena telah membuatku marah b******n. Dengus Lussac sebelum melangkah keluar dari tempat itu. To be continued
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN