Pandu tersenyum senang ketika akhirnya meeting bersama klien sudah selesai, itu berarti dia memiliki kesempatan untuk bertemu dengan gadis pujaan hatinya. Asal tau saja, sebenarnya memesan kue itu hanyalah dalih agar Pandu bisa pergi kesana dan bertemu dengan Aisyah. Dia sama sekali tidak merasa tersinggung ketika Aisyah terlihat dengan blak-blakan tidak menyukainya, dia tau semua hal itu membutuhkan proses. Maka dari itu dia sedang menikmati segala proses ini, siapa tau nantinya hal ini akan menjadi ingatan baginya disaat masa mendatang nanti. Kembali mengenang masa-masa pencarian jodohnya yang akhirnya bisa berlabuh pada Aisyah, ah dia sungguh tidak sabar ingin menjadikan Aisyah miliknya agar dia bisa memandangi terus wajah cantik itu.
Pria itu meraih sebuah buku diary yang selalu dia bawa kemanapun, buku diary itu adalah milik Aisyah. Meskipun gadis itu sempat menanyakan padanya tapi dia sama sekali tidak berniat untuk mengembalikannya, sebenarnya bukan begitu tapi dia hanya ingin menundanya saja. Entah kapan dia akan mengembalikan diary itu pada pemiliknya, dia belum selesai membaca semua isinya. Ya dengan lancang dia memang membuka atau bahkan membaca isi diary itu yang berupa curhatan seorang Aisyah. Kadang dia tertawa begitu membaca sepenggal tulisan itu yang menurutnya sangat tidak cocok dengan Aisyah yang sikapnya selalu ketus padanya.
Di tulisan ini Aisyah terlihat sangat manis dan malu-malu, ternyata gadis seperti Aisyah bisa juga menyukai lelaki bernama Raihan. Dia jadi penasaran dengan rupa lelaki yang Aisyah sukai, apakah lebih jelek darinya ataukah lebih miskin darinya? Dia merasa tidak terima ya kalau sampai lelaki bernama Raihan yang sering disebut didalam diary berwarna hijau lumut ini ternyata lebih dari dirinya. Dia harus mencari kejelekannya agar dia bisa membanggakan dirinya, bukan berniat sombong tapi jika kenyataanya dia sesempurna itu mau bagaimana lagi? Tampan, iya. Mapan, iya. Kaya raya juga iya, gadis mana yang tidak akan terpesona oleh dirinya? Hanya satu gadis yaitu Aisyah dan kini dia sedang menjalankan misinya untuk merebut hati Aisyah.
"Lo suka nulis di diary?" tanya Richard tak percaya membuat Pandu tersentak dan dengan terburu-buru menyembunyikan diary itu didalam saku jasnya.
"Gila gue enggak nyangka, si Pandu suka nulis di diary? Kok gue baru tau sih?" Pandu menatap Richard kesal, apalagi tatapan pria itu sangat mengejeknya.
"Ini bukan punya gue, tapi punya orang." Richard menatap Pandu seakan dia tak mempercayai perkataan pria itu.
"Udah ngaku aja kenapa sih? Kayak sama siapa aja lo pake malu-malu gitu," ucap Richard sambil menaik-turunkan alisnya dan hal itu sontak saja membuat Pandu memukul kepala Richard kencang.
"Aduh, sakit nih kepala gue. Lo itu ya benar-benar enggak ada sopan-sopannya sama atasan," kesal Richard sambil mengusap kepalanya.
"Ini bukan jam kantor lagi dan itu artinya lo cuma sahabat gue dan bukan atasan gue lagi, suka-suka gue dong mau mukul kepala lo atau enggak? Kalau perlu gue panggil penghuni langit biar dia terbang diatas kepala lo, rasain tuh jadi tempat BAB para burung-burung." Pandu menertawakan Richard yang merengut kesal sambil mengusap kepalanya, namun sepersekian detik Pandu merasakan sesuatu yang jatuh dikepala dan juga bahunya. Sontak saja pria itu memegang kepalanya, ada benda yang lengket sekali.
"Apa ini?" tanya Pandu sambil membaui benda itu, seketika dia rasanya ingin muntah ketika benda busuk itu terhirup kedalam indra penciumannya.
"Hahaha... rasain lo, kualat kan lo? Lo nyumpahin gue kejatuhan kotoran burung, eh taunya lo sendiri yang kena. Ingatlah Nak, doa buruk itu akan berbalik padamu sendiri." Richard menepuk pundak Pandu yang tak terkena kotoran burung dengan gaya seperti orangtua yang memberikan petuah pada anaknya, kemudian pria itu tertawa kencang. Dia menertawakan nasib Pandu yang sungguh apes sekali, rasakan! Salah siapa pria itu menyumpahinya dengan hal yang tidak baik.
"Ih jijik!!" pekik Pandu dengan gaya yang berlebihan dan hal itu membuat Richard kembali menyemburkan tawanya.
"Sana lo jauh-jauh, nikmatilah parfum alami yang para burung berikan pada lo!" ucap Richard sambil tertawa kemudian pergi meninggalkan Pandu yang merasa kegelian sekaligus sangat jijik karena ada kotoran burung ditubuhnya.
"Dadah Pandu wangi, maksudnya wangi parfum kotoran burung hahaha..." Richard melambaikan tangannya kemudian menjalankan mobilnya meninggalkan Pandu yang mencak-mencak tidak jelas.
"Awas ya lo burung-burung berani sekali lo mengotori pangeran yang paling ganteng ini, nanti akan ada saatnya gue membalas semua perbuatan kalian!!" teriak Pandu pada burung-burung yang beterbangan membuat orang yang tengah lewat pun menatap Pandu penuh keheranan, mungkin menurut mereka Pandu sudah hilang kewarasannya karena ada kotoran burung yang menempel dikepalanya.
"Iuwh kotor dan bau nih kepala gue, enggak ganteng lagi. Mana enggak ada waktu buat pulang lagi, mana gue mau ketemu sama calon istri kesayangan." Akhirnya Pandu memutuskan pergi ke toilet terdekat untuk membersihkan kepala serta bahunya yang sangat harum sekali itu, dia sudah tidak punya banyak waktu untuk pulang atau sekedar membeli pakaian di toko. Benar-benar sial nasibnya, ini juga mulut asal bicara kan dia yang kena jadinya.
"Enggak apa-apa deh gini aja, yang penting kan gue tetap ganteng. Ya kan?" tanya Pandu pada pantulan kaca yang memperlihatkan tubuhnya sebatas pinggang, akhirnya rambut serta jas dibahunya sedikit basah. Tapi menurutnya ini masih oke kok, karena wajahnya masih terlihat sangat tampan.
"Sekarang saatnya kita ngapelin calon istri kesayangan, ya Rabo..." Pandu mengusap mobil merahnya dengan penuh kasih sayang, dia memberi nama mobilnya itu Rabo. Karena dia suka kuaci makanya dia beri nama Rabo, seperti yang sering diiklankan ditelevisi itu loh.... Yang rasanya krenyes-krenyes dan rasa kuacinya sangat gurih.
"Gue ganteng banget sih, eh memang Panduwanita Bramasta itu selalu ganteng ...." Sekali lagi Pandu berkaca dibalik spion mobilnya barulah kemudian pria itu benar-benar menjalankan mobilnya menuju toko dimana calon istri kesayangannya berada.
Ketika tiba didepan toko itu, Pandu turun dengan gaya sok cool-nya. Dia bahkan dengan gaya sok kerennya juga melepas kaca mata hitamnya membuat para wanita yang lewat terpukau karena ketampanannya. Pria itu melambai-lambaikan tangannya, kalau saja dia tidak ingat jika disini ada sang pujaan hatinya sudah bisa dipastikan kalau dia pasti akan menebar pesona dengan lama sampai-sampai para wanita klepek-klepek karenanya. Dia tidak mau ya citranya buruk dihadapan Aisyah, diakan harus menjadi calon suami idaman supaya si cantik itu bisa luluh.
"Rabo, Sayang. Kamu tunggu disini ya? Papa mau menghampiri calon Mama kamu dulu ya?" Pandu berbisik pelan sambil mengusap mobilnya dengan sayang, nah mobil saja dia sayang apalagi kalau kamu ya kan? Jadi mau enggak jadi calonnya Pandu? Eh tapi sayang sekali karena hati Pandu sudah berlabuh pada Aisyah seorang.
"Selamat siang calon istri kesayangannya Pandu ...." Pandu langsung menyapa Aisyah begitu dia memasuki toko kue, disana sudah ada Aisyah dan juga Nala yang baru saja pulang dari kuliahnya.
"Siang Kak Pandu," balas Nala ceria.
"Waalaikumsalam ...." Pandu langsung menyengir begitu mendengar itu.
"Assalamualaikum, calon istri... maaf ya kalau Abang Pandu kelupaan terus salamnya." Aisyah mendengus mendengarnya, sering sekali dia mendengar hal itu. Lupa lupa terus, apa coba yang dia ingat? Mungkin pacar ke seratusnya itu yang dia ingat.
"Waalaikumsalam," balas Aisyah dan Nala bersamaan.
"Kue Bapak ini sudah jadi, dua loyang kue dengan topping serba coklat." Tanpa perlu berbasa-basi Aisyah menaruh dua loyang kue yang sudah dimasukkan kedalam kotak itu keatas meja.
Begitu Pandu mendekat, Aisyah mencium bau-bau tidak mengenakkan yang membuat hidungnya mungkin akan segera rusak jika terus-terusan mencium aroma itu. Pun dengan Nala yang juga mencium aroma itu, namun gadis itu mencoba menahannya. Aisyah mendekati Nala kemudian berbisik, "La, lo cium bau-bau busuk gak sih? Kok gue nyium ya?" tanya Aisyah membuat Nala mengangguk kemudian juga ikut berbisik, "iya Mbak, Nala juga nyium." Pandu menggaruk belakang kepalanya ketika mendengar bisikan-bisikan itu, padahal dia sudah membersihkannya dengan teliti loh masa sih masih bau juga?
"Hehehe, kalian menciumnya ya? Itu tadi aku pakai parfum alami loh... yang didapat dari alam dan hanya only one di aku saja, baru saja tadi pakainya. Gimana baunya sangat wangi kan?" Pandu berjalan semakin mendekat sehingga tubuhnya hampir mengenai meja kue yang menjadi penghalang antara dirinya dan Aisyah.
Aisyah dan Nala semakin memundurkan langkahnya, bau busuk itu semakin tercium. Mereka bertanya-tanya, parfum alami apa yang Pandu kenakan sebelum kemari? Mengapa baunya hampir sama dengan kotoran burung? Tidak tau saja mereka kalau parfum yang Pandu kenakan itu memang parfum kotoran burung, alias dia tadi yang kualat karena menyumpahi Richard. Mendadak Aisyah menjadi semakin ilfeel dengan kelakuan pria dihadapannya ini yang sangat aneh-aneh sekali, untuk apa coba mengenakan parfum yang sangat wangi itu?
"Ehm beli dimana Kak itu parfumnya?" tanya Nala berbasa-basi, gadis itu mati-matian menahan nafasnya sambil mengumbar senyum yang malah terlihat seperti meringis.
"Enggak perlu beli kok, cukup berdiri aja diatas langit dan tiba-tiba itu parfum langsung jatuh." Aisyah dan Nala mengernyitkan dahi mereka ketika mendengar penjelasan Pandu.
"Maksudnya gimana Kak? Memang ada parfum yang jatuh dari langit?" tanya Nala bingung, sedangkan Aisyah hanya diam saja. Gadis itu lebih memilih memperhatikan kue yang berada didalam lemari kaca daripada melihat wajah Pandu yang sekarang sok ganteng sekali itu.
"Iya kita tinggal berdiri saja, nanti saat hewan terbang yang suka makan beras ataupun biji-bijian lewat dia akan memberikan parfum itu secara gratis. Mau coba?" tanya Pandu.
Begitu mengetahui apa yang Pandu maksud sontak saja mereka merasa mual, jadi parfum alami yang Pandu maksud adalah kotoran burung? Benar-benar pria sinting! Kenapa tidak pulang dulu dan berganti pakaian barulah dia kemari? Mereka kan tidak akan mencium bau-bau memabukkan itu jadinya.
"Ini kuenya Pak, silahkan bayar dan segera tinggalkan tempat ini!" pinta Aisyah agak sedikit memaksa, gadis itu bahkan menutup hidungnya.
"Loh memangnya kamu enggak kangen sama calon suamimu yang ganteng ini? Kok langsung disuruh pulang?" tanya Pandu yang tak langsung menerima kotak kue yang Aisyah sodorkan.
"Bapak tidak sadar kalau kehadiran Bapak itu sangat mengganggu sekali?" tanya Aisyah membuat Pandu menatap gadis itu tak suka.
"Aku? Mengganggu? Aku tidak pernah loh mengganggu para pengunjung, jika dia ingin datang ya silahkan saja," ucap Pandu membuat Aisyah berdecak.
"Nanti kalau ada pelanggan yang datang terus mereka mencium aroma parfum alami Bapak gimana? Dia bisa pergi dan tidak jadi membeli kue disini!" Hilang sudah kesabaran Aisyah menghadapi pria gila seperti Pandu ini, memang benar dia menjuluki kalau Pandu adalah pria gila. Buktinya dia sama sekali tidak tau malu datang kesini dengan membawa parfum yang mungkin tidak akan pernah orang lain pakai.
"Tenang nanti aku bisa menggantinya," ucap Pandu santai dan hal itu membuat Aisyah semakin merasa emosi.
"Ini bukan masalah ganti mengganti, saya ingin pelanggan saya menyukai kue yang kami buat. Bukan hanya masalah uang saja, lagipula saya tidak butuh uang dari Bapak!" Sepertinya Aisyah terlihat sangat marah sekali, itu terlihat dari pipinya yang memerah.
"Kenapa tadi Bapak tidak pulang dulu saja dan berganti pakaian kalau mau lebih lama disini?" tanya Aisyah dengan kesal yang disalahartikan oleh Pandu.
"Berarti aku boleh dong berlama-lama disini?" tanya balik Pandu yang membuat Aisyah tersadar kalau dia telah salah bicara dengan pria gila ini.
"Bukan itu maksud saya, harusnya tadi Bapak pulang dulu dan berganti pakaian atau bahkan sekalian mandi baru kesini. Kalau tidak, terima ini Pak. Segera bayar dan Bapak silahkan pergi," ucap Aisyah.
"Mbak ...." tegur Nala karena menurutnya Aisyah sudah keterlaluan, dia mengusir Pandu yang merupakan pelanggan mereka.
"Apa La? Omongan Mbak kan bener, harusnya dia pulang dulu baru kesini. Kalau gini caranya gimana? Itu lo bisa lihat kan kalau pelanggan kita yang mau masuk aja enggak jadi karena mereka pikir toko kita ini bau busuk dan itu gara-gara dia!" Aisyah merasa sangat kesal apalagi ketika melihat salah seorang pelanggannya yang akan memasuki toko kue namun urung, pelanggan itu menutup hidungnya sambil berlalu pergi.
"Iya, lain kali aku enggak gini lagi deh. Tadi itu buru-buru pengen ketemu kamu makanya enggak sempat ganti baju atau mandi, kelamaan. Kalau begitu ini uangnya dan aku terima ini ya? Makasih sudah dibuatin ya calon istri kesayangan? Besok-besok calon suami kesayanganmu ini datang sambil menebar parfum yang banyak ya? Eh ini nanti parfum beneran loh, yang harganya mahal." Pandu menaruh uang ratusan ribu diatas meja kemudian mengambil dua kotak kue itu.
"Kembaliannya ambil aja buat kamu ya? Buat nyicil mahar pernikahan kita." Belum sempat Aisyah menyela, Pandu sudah terlebih dahulu pergi keluar setelah sebelumnya memberikan senyum tengilnya.
"Dasar wong sableng, kok yo enek wong koyo ngono!" Aisyah merasa sangat jengkel pada Pandu, apalagi pria itu dengan tidak tau malunya lagi dan lagi mengakuinya sebagai calon istri. Idih dia ogah ya kalau sampai hal itu benar-benar terjadi, akan jadi apa coba rumah tangganya kalau dibina bersama pria semacam Pandu. Dia tidak mau membayangkannya, apalagi melaksanakannya.
(Dasar orang gila, kok ya ada orang seperti itu!)
"Huss Mbak, enggak baik loh bilang begitu." Aisyah kini menatap Nala dengan masih mempertahankan raut kesalnya.
"Lo juga kenapa belain dia? Suka lo sama dia? Sana ambil orang gila itu, gue enggak butuh. Bisa-bisanya coba dia berbuat seperti itu, pelanggan kita tadi pergi gara-gara dia." Aisyah terus mengomel karena pelanggan mereka hilang satu gara-gara aroma parfum alami yang Pandu kenakan.