5. Cinta

2107 Kata
Gadis yang sedari tadi sibuk menghias banyaknya kue tak sadar kalau ponselnya bergetar, dia terlalu fokus menyelesaikan pekerjaannya sehingga dia tidak punya banyak waktu untuk mengangkat telfonnya. Jangankan mengangkat, memegang sebentar saja dia tidak punya banyak waktu. Entah mengapa hari ini toko kue milik Uminya dikunjungi oleh ramainya pelanggan sehingga pesanan yang mereka dapatkan lebih banyak daripada sebelumnya, meskipun pastinya itu akan melelahkan tapi mereka bersyukur karena banyaknya pelanggan yang memesan itu berarti akan banyak penghasilan yang akan mereka dapatkan. Tidak ada kata lelah untuk terus mengais rezeki, apalagi ini sudah menjadi pekerjaan sehari-harinya yang hampir saja menganggur jika Uminya tak membuka sebuah toko kue. Menjadi seorang pengangguran bukanlah hal yang diinginkan semua orang, tapi mereka harus apa jika lowongan pekerjaan tak ada. Banyak pabrik ataupun toko yang penuh karena jumlah para lulusan SMA atau jenjang yang lebih tinggi pun dari tahun ke tahun semakin melonjak, sedangkan jumlah pekerjaan yang ditawarkan hanya sedikit. Aisyah hanya lulusan SMA, sangat susah mencari pekerjaan dengan title seperti dirinya ini. Banyak yang dari lulusan di Universitas Negeri saja banyak yang menganggur karena semua lowongan itu penuh, apalagi dirinya yang memiliki pendidikan pas-pasan. Sudah bisa dipastikan kalau dia tidak akan bisa bersaing dengan dunia luar, mengingat otaknya juga yang tidak pintar amat alias sedang-sedang saja. "Akhirnya selesai juga," ujarnya sambil tersenyum senang ketika melihat sepuluh loyang kue sudah dia hias menjadi super cantik dan membuat siapa saja yang melihatnya pasti tidak akan sabar untuk segera memakannya. Aisyah selalu merasa sangat senang ketika melihat hasil kerjanya yang memuaskan baginya, hanya kemampuan inilah yang dia miliki dan dia banggakan. Dari dulu dia memang sangat suka menghias makanan yang memiliki rasa manis itu, namun jika untuk membuat adonan kuenya dia tidak mau lagi mencobanya. Dia masih memiliki trauma yang aneh, dulu waktu dia berusaha sembilan tahun dia pernah mencoba membantu Uminya membuat kue. Dia yang masih tergolong kecil dan tak tau apa-apa pun malah memasukkan adonan mentah itu kedalam mulutnya untuk sekedar mencicipi karena rasa penasaran yang membumbung tinggi, alhasil dia langsung mual dan muntah karena rasa amis yang begitu kentara dilidah. Dari sanalah dia jadi tidak suka membuat adonan kue, jangankan membuat yang pastinya dia harus memegang adonan itu. Melihatnya saja dia tidak mau karena pasti akan membuatnya mual berlebihan lagi, jika kuenya sudah matang kan rasanya sangat enak dan tidak membuat mual karena justru kue itu akan beraroma sedap. Bahkan Nala sering sekali mengejeknya yang tidak mau membuat kue, Aisyah hanya diam saja tapi jika ocehannya keterlaluan dan suka membuatnya kesal maka dia akan membalas omelan itu dengan membalikan kata-katanya. "Siapa sih ini?" gumam Aisyah begitu membuka ponselnya, dia mendapati banyaknya panggilan tak terjawab dari nama kontak yang dia beri nama pria gila serta beberapa pesan dari pria gila itu. Namun bukan itu yang membuatnya heran melainkan sebuah pesan dari nomor yang tidak dikenal. +628127321... Assalamualaikum, Aisyah... "Siapa ya?" gumamnya, tangannya mengetikkan sebuah balasan untuk nomor tak dikenal itu. Me Waalaikumsalam, siapa ya? Tak lama kemudian dia mendapatkan balasan. +628127321... Ini aku Raihan, kamu masih mengingatku kan Aisyah? Begitu mendapat balasan itu, senyumnya mengembang. Jadi ini nomor Raihan? Raihan lelaki yang sempat dia sukai semasa SMA-nya itu menghubunginya? Benar-benar tak disangka-sangka, dia pikir lelaki itu sudah tak mengingatnya lagi. Ternyata dia masih mengingatnya, dan darimana Raihan mendapatkan nomor ponselnya? Ini nomor ponsel barunya karena yang lama mati akibat dis yang terlambat mengisi pulsa selama berbulan-bulan. Bukan disengaja sebenarnya, semua itu karena dia yang terlalu fokus dengan dunia ilmu agamanya sehingga tak memiliki waktu untuk bermain ponsel seperti kebanyakan anak gadis zaman sekarang. Me Kak Raihan? Aisyah langsung menyimpan nomor ponsel lelaki itu. Kak Raihan Alhamdulillah kamu masih mengingatku, apa kabar Aisyah? Me Alhamdullilah aku baik Kak, Kakak apa kabar? Kak Raihan Alhamdullilah aku juga baik, oh iya tiga hari lagi aku akan pulang karena masa belajarku sudah selesai disini. Aisyah memekik tertahan ketika membaca balasan dari Raihan, jadi lelaki itu akan segera pulang dari pesantren setelah sekian lama menempuh pendidikan agama disana? Itu berarti dia bisa memiliki kesempatan untuk bertemu dengannya meskipun pasti hanya beberapa kali saja. Tapi dia tetap saja merasa senang, dia tidak sabar ingin melihat wajah Raihan setelah tiga tahun ini tak bertemu dengannya. Bagaimana ya rupanya sekarang? Apa yang berbeda dari dirinya ya? Pertanyaan demi pertanyaan itu dia tanyakan sendiri pada hatinya meskipun tak mendapat jawaban. Me Waah iyakah kak? Alhamdullilah berarti ilmunya sudah banyak ya kak? Kak Raihan Kamu bisa saja Sya, ilmuku itu masih sedikit dan perlu waktu untuk belajar. Aku memutuskan pulang karena ada urusan yang sangat penting... Aisyah mengernyit membacanya, urusan yang sangat penting? Apa itu? Membaca nama yang Raihan tuliskan membuat dia tersenyum sendiri. Hanya Raihan lah yang memanggil namanya disepenggal kata yang terletak ditengah, biasanya orang-orang memanggilnya dengan sebutan Ai. Mendapat pesan dari Raihan menimbulkan rasa penasaran sekaligus kesenangan tersendiri baginya, penasaran darimana Raihan mendapatkan nomor ponselnya dan juga senang karena ternyata lelaki itu mengingatnya. "Eh kenapa nih Mbak Aisyah senyum-senyum sendiri?" celetukan Nala membuat Aisyah yang akan membalas pesan dari Raihan pun terhenti, dia sontak saja langsung menyembunyikan ponselnya. Dia tidak mau ya kalau Nada meledeknya habis-habisan karena dia yang berbalas pesan dengan Raihan. "Enggak kok, kenapa lo kesini?" tanya Aisyah yang membuat Nala menyengir. "Mau meriksa keadaan Mbak, katanya anaknya dari tadi senyum-senyum sendiri dikira hilang kewarasannya taunya lagi chatting-an." Mata Aisyah sontak melebar mendengar penuturan Nala, bagaimana dia bisa tau? pikirnya. "S-siapa sih?" Tentu saja Aisyah mengelak dan hal itu dimanfaatkan Nala untuk tertawa, apalagi ketika ekspresi Aisyah kentara sekali kalau sedang salah tingkah karena kepergok dirinya. "Udah ngaku aja sih Mbak? Gue enggak akan marah kok, justru ngerasa senang karena sebentar lagi Mbak gue ini enggak single lagi. Biar gue tebak pasti Mbak lagi chatting-an sama Kak pandu ya?" Tebakan yang jelas-jelas sudah pasti salah, jangankan berbalas pesan bahkan pesan pria itu saja Aisyah abaikan. "Sembarangan lo kalau ngomong, siapa juga yang chatting-an sama dia? Kurang kerjaan tau. Orang gue tadi lagi lihat boneka yang lucu banget, jadi pengen deh." Nala menatap Aisyah penuh selidik, tentu saja dia tidak akan percaya dengan perkataan Kakak sepupunya itu karena Aisyah sama sekali tidak menyukai boneka. Kenapa dia bisa bilang kalau boneka itu lucu? Patut diselidiki. "Sejak kapan lo suka boneka Mbak? Perasaan gue lo sama sekali enggak suka sama benda itu deh." Mendengar hal itu sontak saja membuat Aisyah tergagap, kenapa dia asal bicara saja tadi? Nala jadi curiga padanya. "Ah lo habis chatting-an sama Kak Raihan ternyata," ucap Nala yang membuat Aisyah terkejut. "Sok tau lo!" ketus Aisyah. "Tau lah Mbak, orang itu pesannya kelihatan sedikit kok." Aisyah benar-benar ceroboh karena lupa mematikan data ponselnya, selalu saja seperti ini. Kan pesannya jadi terlihat dilayarnya hingga Nala jadi tau, benar-benar kecerobohan yang membawanya pada bahan ledekan Nala. "Udah-udah, sana pergi lo! Ganggu gue aja!" ketus Aisyah yang dibalas tawa renyah Nala. "Ganggu Mbak yang lagi chatting-an sama Kak Raihan ya? Cieee, setelah bertahun-tahun enggak dihubungi akhirnya dia kirim pesan juga. Ini kak yang Mbak Aisyah tunggu-tunggu? Eh terus Kak Pandu gimana kak? Bukannya dia cinta sama Mbak Aisyah?" Mendengar nama Pandu disebut, sontak saja Aisyah mendengus. Apaan sih si Nala? Haruskah disaat dia bahagia seperti ini tapi malah menyebutkan nama orang menyebalkan itu. "Ngapain lo nyebut-nyebut nama itu orang?" kesal Aisyah yang membuat Nala terkekeh. "Sensi amat sih Mbak kalau gue nyebut nama Kak Pandu? Hati-hati loh lama-lama bisa jadi cinta kan gue yang senang," ucap Nala. "Ih amit-amit deh gue suka sama tuh orang, lihat mukanya aja gue males banget. Lo taukan dia itu pria gila? Masa baru kenal udah bilang cinta. Gila aja, ini juga kenapa sih dia bisa tau toko kue ini? Andai aja dia enggak tau kan gue enggak perlu ketemu lagi sama itu orang." Wajah Aisyah memberengut kesal ketika sepenggal kata-kata Pandu terngiang bagai kaset rusak ditelinganya. "Jangan gitu Mbak, Nala doain semoga aja jodohnya Mbak itu Kak Pandu. Kan keren tuh, Mbak bisa pusing seharian menghadapi sikap tengilnya." Nala langsung menghindar ketika Aisyah akan melemparnya dengan pulpen ditangannya, selain menghias kue-kue dia memang perlu menulis beberapa orang yang sudah mengambil kue pesanan mereka. Tak heran jika disana ada sebuah buku nota serat pulpen. "Enggak kena, ayo sini Mbak!" teriak Nala yang sudah ada diluar toko. "Awas aja ya lo nanti," kesal Aisyah yang dibalas lambaian tangan Nala yang kemudian menaiki motornya. Hari ini gadis itu ada kelas agak siangan, jadi nanti setelah pulang kuliah dia akan kembali kesini lagi. "Ini juga siapa sih yang nelfon gue sembarangan? Enggak tau apa kalau gue lagi kesal," ucap Aisyah jengkel kemudian tanpa melihat siapa yang menelfon dia langsung menjawab. "Hallo, assalamualaikum. Siapa sih?" tanya Aisyah ketus. "Waalaikumsalam, ini Kak Raihan." Aisyah menggigit bibirnya begitu mendengar suara itu, gadis itu memukul kepalanya beberapa kali karena tidak terlalu konsen. Bagiamana nanti kalau Raihan jadi ilfeel karena dia berujar ketus seperti tadi? "E-eh Kak Raihan, aku pikir tadi siapa yang nelfon." Aisyah menggigit kuku jarinya sambil menunggu balasan suara Raihan. "Memangnya siapa yang kamu tunggu?" tanyanya sambil terkekeh. "Kak Raihan-... eh maksudnya bukan gitu, aduh gimana ya?" Ini mulut kenapa bisa keceplosan seperti ini sih? Benar-benar membuat malu. Aisyah bertambah malu apalagi ketika mendengar suara Raihan yang tertawa, itu suara kenapa terdengar merdu sekali ditelinganya ya? "Ada-ada saja kamu Sya, ah iya kenapa pesanku tidak kamu balas?" tanyanya membuat Aisyah terdiam sejenak, masa iya dia harus jujur kalau Nala mengganggunya hingga dia tidak sempat membalas? Kan itu tidak etis sekali menurutnya. "Tadi aku ada pekerjaan sedikit Kak, makanya belum sempat balas pesan Kak Raihan. Tadinya ini mau dibalas, eh taunya Kak Raihan keburu menelfon." Alasan yang tepat sekali Aisyah, ini benar-benar masuk akal. "Begitu ya? Ah iya aku belum sempat menanyakan bagaimana kabar kedua orangtuamu?" Aisyah senyum-senyum sendiri mendengar Raihan menanyakan kabar kedua orangtuanya, ini seperti terdengar ditelinganya kalau sang calon suami tengah menanyakan calon mertuanya. Bolehkah dia berharap lebih? "Alhamdullilah kabar Abi dan Ummi sehat Kak," ucap Aisyah. "Alhamdullilah, aku senang mendengarnya. Kegiatanmu setelah lulus apa Sya? Apa kamu melanjutkan pendidikanmu?" tanya Raihan lagi dan hal itu membuat Aisyah sedikit sedih karena kembali mengingat kalau dia tidak bisa melanjutkan pendidikannya. "Kegiatanku membantu Umi mengelola toko kuenya Kak, aku tidak melanjutkan pendidikanku karena mungkin itu akan menjadi beban untuk Abi dan Umi." Nada suaranya terdengar sedih membuat Raihan yang berada disebrang sana merasa menyesal karena bertanya hal demikian. "Waah bagus sekali, berarti kue buatan kamu enak dong? Mau dong sesekali mencicipi kue buatanmu." Raihan mencoba mengalihkan pembicaraan dan sepertinya berhasil karena dia dapat mendengar tawa kecil Aisyah. "Aku tidak membuat kuenya Kak, itu semua Nala dan Umi yang membuatnya. Aku hanya membantu menghias kuenya saja," ucap Aisyah sambil tertawa. "Yaah sayang sekali ya padahal calon istri idamanku itu yang bisa membuat kue," ucap Raihan yang seperti memberi kode terselubung pada Aisyah. "Berarti aku bukan calon istri idaman Kakak?" canda Aisyah berusaha tertawa walaupun dia agak sedikit kecewa mendengar penuturan Raihan, apakah itu berarti dia harus belajar membuat kue mulai saat ini? "Eh kata siapa? Kamu itu calon istri idaman semua pria loh," termasuk aku. Lanjut Raihan dalam hati. "Masa sih Kak?" tanya Aisyah yang semula melupakan hal yang tadi mereka bahas. "Iya, siapa sih yang enggak kenal kamu saat SMA? Bahkan banyak yang suka sama kamu tapi kamu selalu mencari perlindungan dari aku. Kamu masih ingatkan?" Perkataan Raihan membuat Aisyah kembali mengingat masa-masa SMA-nya, ah dia jadi merindukan kenangan itu. "Ya habisnya mereka terlalu berlebihan, kan aku tidak suka. Abi dan Umi melarangku berpacaran, aku juga tidak mau karena aku takut terjerumus dosa. Kata Abi kalau mau pacaran lebih baik nanti setelah menikah," ucap Aisyah. "Kalau tiba-tiba ada yang melamarmu dan mengajakmu menikah dalam jangka waktu dekat apa kamu mau?" Suara Raihan kali ini terdengar serius membuat Aisyah mengerjap beberapa kali. "Bagaimana Kak?" tanya Aisyah sambil memeriksa apakah dia salah dengar atau tidak tadi. "Emm, aku ada sedikit pekerjaan disini. Aku tutup telfonnya ya? Assalamualaikum...." "Waalaikumsalam...." Aisyah memandang layar ponselnya sambil tersenyum cerah, jantungnya berdetak beberapa kali lipat dari biasanya. Apakah ini adalah sebuah tanda? Tanda cinta? Dia tidak sadar kalau sedari tadi Umi Maryam memandang heran putrinya yang tersenyum sambil memandangi layar tipis bentuk persegi panjang itu, rasa penasaran semakin bertambah dihatinya namun dia membiarkan saja. Aisyah bahagia itulah yang dia harapkan, bukankah setiap orangtua pasti akan ikut bahagia jika anak mereka bahagia? Umi Maryam berharap semoga saja Aisyah selalu bahagia baik dunia maupun akhiratnya. Dia tidak bisa memberikan kebahagiaan untuk putrinya melalui barang-barang yang biasanya banyak anak zaman sekarang minta, tapi dia berdoa semoga saja Aisyah mendapatkan kebahagiaan lainnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN