Semalam aku sudah mempersiapkan segalanya untuk kepergian kami ke Manado, lumayan ada dua koper berukuran sedang yang harus aku bawa untuk perlengkapanku juga anak-anak, juga dua ransel, untuk mainan anak-anak dan perlengkapan kebutuhan anak-anak selama di pesawat. Anak-anak harus bangun pagi-pagi buta, karena kami sudah akan dijemput oleh pengawal Mr. Salvastone jam 6 pagi.
Kami sudah berada di bandara, duduk di ruang tunggu, sedangkan barang-barang kami telah diurus oleh Kenzie, pengawal Mr. Salvastone yang tadi menjemput kami. Aku belum juga melihat keberadaan Mr. Salvastone di bandara Halim ini. Aku sempat merasa cemas karena 30 menit lagi kami harus terbang, meskipun menggunakan pesawat pribadi, namun ijin waktu keberangkatan tidak bisa diatur seenak kita sendiri, semua tetap ada ketentuan dan ijinnya. Akhirnya aku dan anak-anak diminta untuk naik masuk ke dalam pesawat terlebih dahulu. Sisa 15 menit sebelum keberangkatan akhirnya Mr.Salvastone muncul juga di pesawat ini.
Aku mengajak anak-anakku untuk menyapa dan memberi salam padanya.
"Selamat pagi om bos, saya Kemal." Sapa putraku sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman, aku terkejut dengan panggilannya terhadap Mr. Salvastone, aku menatap Mr.Salvastone menunggu reaksinya terhadapku atau Kemal.
Mr.Salvastone menatap Kemal beberapa detik dengan diam, dan akhirnya tersenyum pada Kemal, membuatku lebih terkejut lagi saat dia justru berlutut untuk mensejajarkan tingginya dengan tinggi Kemal.
"Mr. Sal..." Panggilku merasa tidak enak hati padanya, namun dia hanya mengangkat tangannya padaku, menghentikan apapun yang ingin aku katakan atau lakukan. ,Aku sangat merasa ketakutan, takut dia merasa tersinggung dan marah terhadap Kemal. Samira semakin bersembunyi di belakang kakiku, juga merasa ketakutan.
Mr. Salvastone menjabat tangan Kemal sambil tersenyum.
"Hai, little bro, senang berkenalan denganmu. Aku memang bos dari ibumu, tapi kita sesama lelaki, jadi kamu bisa panggil aku Alva. Bagaimana? Apa kita bisa berteman?" Sahutnya sangat membuatku terkejut.
"Senang berteman dengan anda, tapi tidak sopan jika saya hanya memanggil nama pada orang tua." Ucap Kemal.
"Apakah aku terlihat tua bagimu?" Tanya Mr.Salvastone dan Kemal pun mengangguk-anggukkan kepalanya. Aku hampir saja terlepas tawa mendengar kepolosan putraku, beruntung masih bisa aku tahan. Mr.Salvastone hanya menghela napas besar dan tersenyum.
"Baiklah, aku memang sudah tua sepertinya, tapi aku lebih suka dipanggil uncle Alva, bagaimana?" Usul Mr. Salvastone.
"Saya juga suka dengan panggilan itu uncle Alva." Sahut Kemal dan mereka pun tertawa bersamaan. Aku merasa sedikit lega.
Mr. Salvastone melirik ke arah Samira yang mengintip sambil bersembunyi di balik kakiku dan memeluk satu kakiku.
"Hai Kemal, sepertinya aku melihat seorang princess sedang bersembunyi, apakah kamu mengenalnya?" Tanya Mr.Salvastone.
"Ah! Dia Samira, dia adik perempuanku yang paling cantik, tapi dia sangat pemalu." Sahut Kemal memperkenalkan adiknya dan sedikit menarik satu lengan adiknya supaya keluar dari balik kakiku. Samira pun keluar dari balik kakiku dan menggenggam erat tangan kakaknya.
"Hai Princess Samira, apa aku boleh berkenalan denganmu?" Sapa Mr.Salvastone sambil mengulurkan tangannya. Samira perlahan juga mengulurkan tangannya dan bersalaman dengan Mr.Salvastone.
"Aku pangeran Alva yang akan membawamu terbang tinggi ke atas awan. Apa kamu mau ikut?" Ucap Mr.Salvastone, Samira pun mengangguk dan tersenyum lebar padanya.
Kami mendengar pemberitahuan dari pihak pilot bahwa pesawat akan segera lepas landas, membuat kami diharuskan duduk di kursi kami serta memakai sabuk pengaman. Tanpa aku duga dan pikirkan, Mr.Salvastone mengangkat Samira dan mendudukkannya di kursi yang ada tepat disampingnya lalu memakaikan sabuk pengaman pada putri kecilku itu.
Aku menghampiri mereka dan sedikit membungkuk hendak memasangkan kapas di telinga Samira.
Ehem!
Mr.Salvastone berdehem dengan tiba-tiba, dan aku menoleh padanya. Aku melihat ke arah pandangan matanya yang tertuju pada pakaianku.
"Astaga! Dasar m***m!" Rutukku dalam hati saat mengetahui bahwa dia sedang menatap ke arah gundukan dadaku yang terlihat dibalik pakaian yang berpotongan d**a rendah ini. Semua ini karena Melani!
Aku segera memasangkan kapas dengan cepat pada telinga Samira. Lalu duduk di samping Kemal yang berhadapan dengannya. Aku menatapnya dengan tatapan tajam dan kesal, namun dia hanya tersenyum.
"Dasar otak kotor! Padahal saya barusaja menambah nilai baik satu point lagi bagi anda saat menghadapi anak-anak saya, tapi ternyata kesan buruk pada diri anda juga semakin bertambah!" Omelku dan dia hanya tetap tersenyum.
"Apa salahku?! Aku hanya menikmati suguhan dihadapan mataku saja, salah pemiliknya! Apa kamu sengaja mencoba menggodaku???" Dia membela dirinya dan justru memojokkan aku.
"Sssttttt....!!!! Apa anda tidak bisa menggunakan bahasa yang lebih baik di hadapan anak-anak?!" Protesku.
Dia hanya tersenyum lebar lalu melepaskan sabuk pengamannya saat pilot telah memberitahu bahwa kami telah berada di ketinggian yang seharusnya, dan sudah aman untuk melepas sabuk pengaman kami.
Kulihat dia melepaskan kapas dari telinga Samira.
"Jangan dilepas! Telinganya nanti akan sakit!" Protesku
"Tenang saja, ini pesawat pribadi bukan pesawat komersil, mereka sudah merancang tekanan yang stabil di dalam kabin pesawat ini. Kapas ini justru akan berbahaya jika masuk lebih dalam ke telinganya." Sahutnya dan hatiku pun sedikit tersentuh dengan perhatiannya pada Samira.
Selama di pesawat, Kemal mengeluarkan mainannya juga Samira dari dalam ranselnya. Aku tersenyum menatap mereka bertiga yang bermain bersama dengan gembira. Ya, bertiga! Kemal, Samira dan Mr.Salvastone, sedangkan aku sibuk mempelajari segala berkas untuk pertemuan kami petang nanti.
****
Anak-anakku sungguh senang saat tiba di hotel mewah di kota Manado. Kulihat Mr.Salvastone dengan mudahnya menjadi akrab dan dekat dengan anak-anakku.
"Andai kak Edward masih hidup, betapa bahagianya hidup anak-anakku, memiliki ayah yang bermain dan bercanda bersama mereka. Hhhhhuuuuuhhhhh...." Batinku menatap tawa di wajah anak-anakku saat ini sambil tersenyum dan menghela napas panjang.
Kami pun segera makan siang di hotel itu sementara pengawalnya mengurus check in bagi kami. Saat kami telah selesai dengan barang kami di kamar masing-masing. Mr.Salvastone datang mengunjungi kamarku. Dia mengajak anak-anakku untuk berenang, karena kolam anak di hotel ini sangat menyenangkan. Anak-anakku pun langsung menyambut usulan itu dengan meloncat-loncat gembira. Aku sempat menolak idenya, karena udara panas siang ini, namun aku pada akhirnya tidak mampu menolak saat melihat aura kecewa dan sedih di wajah anak-anakku. Kamipun bersiap untuk berenang.
Aku tersentak kaget dan canggung saat kami tiba di kolam renang hotel itu dan Mr.Salvastone mulai melepaskan celana dan pakaiannya, terlihat menonjol boxer untuknya berenang. Aku tidak munafik, aku seorang janda yang sudah beberapa bulan tidak lagi berhubungan dengan pria dewasa, ataupun melihat pria dewasa tanpa pakaian seperti ini, apalagi tubuh pria ini sangatlah sempurna. Ada sesuatu yang berdesir menggelenyar dalam diriku hingga intiku berkedut hanya dengan menatapnya yang perlahan melepaskan pakaiannya.
"Mami! Mami!" Seru Samira menyadarkan aku tepatnya mengejutkan aku dari lamunanku yang menatap bos ku itu. Mr.Salvastone pun tersenyum seolah dia menang dari sesuatu, membuatku malu bercampur kesal karena ketahuan telah memandangi tubuhnya hingga tidak berkedip.
"MAMI!!!" teriak Samira pada akhirnya karena aku tidak juga merespon panggilannya
"Eh! Iya sayang, ada apa?" Tanyaku pada putri kecilku.
Kulihat melalui ekor mataku bahwa Mr.Salvastone sedang tertawa senang menertawakan diriku, membuatku kesal.
"Mami tidak berenang?" Tanya putriku
"Eh, mami??? Ouh iya, tunggu sebentar ya, Samira tunggu disini dulu dengan kak Kemal ya, mami ganti baju dulu." Sahutku. Mr. Salvastone berjalan mendekati kami.
"Princess Samira, maukah berenang bersama pangeran kesepian ini?" Rayu Mr.Salvastone sambil berlutut dihadapan Samira.
"Ah! Tidak mau! Aku mau tunggu mami saja!" Sahut putriku.
"Ehm...baiklah kalau begitu pangeran ini akan menunggu disini hingga mami selesai berganti pakaian. Boleh?" Usulnya dan putriku mengangguk tersenyum.
Mr. Salvastone berdiri dihadapanku.
"Pergilah, aku akan menjaga mereka disini." Ucapnya.
"Terima kasih Mr.Salvastone. Saya tidak akan lama." Sahutku mengangguk hormat.
"Lama juga tetap kutunggu, aku tidak mau rugi begitu saja!" Ucapnya sedikit berbisik.
"Eh! Rugi?! Maksud anda?" Tanyaku bingung.
"Kamu sudah melihat dan menikmati tubuhku dengan matamu dan otakmu itu! Jadi aku juga akan melakukan hal yang sama dengan yang kamu lakukan kepadaku." Ucapnya lagi masih dengan berbisik
Aku spontan membulatkan mataku dan menatapnya penuh amarah kesal padanya. Aku sungguh merasa ingin mencekik pria m***m dihadapanku ini.
UUUUUUUHHHHHH!!!!!
Aku menggeram sangat kesal padanya, sedangkan dia hanya tertawa.
"cepatlah! Kamu sudah ditunggu oleh anakmu!" Ucapnya lagi dan aku pun akhirnya menghela napas panjang, mengalah dan pergi ke ruang ganti.
Aku secepat mungkin berganti pakaian, karena Samira sudah menungguku, lagipula kami tidak punya waktu banyak untuk siang ini, karena aku harus segera bersiap untuk pertemuan petang nanti. Aku menatap pantulan diriku di cermin ruang ganti, sedikit menarik napas panjang dan menghembuskannya pelan, kembali teringat pada almarhum kak Edward yang sangat menyukai swimsuit ku ini, sederhana tapi selalu mampu membakar gairah lelakinya. Aku tersenyum sendiri masih dengan memandang pantulan diriku. Kak Edward selalu suka memelukku di dalam air dan membelai pahaku sambil mengecup leher hingga pundak ku, membuatku ikut b*******h.
Aku bersandar pada dinding di belakangku, aku sangat merindukan sentuhan - sentuhan itu, hingga memejamkan mataku, memeluk diriku sendiri, teringat pada kenangan mesraku bersama almarhum suamiku. Aku segera membuka mataku, tersadar dari lamunanku saat kudengar suara tangisan Samira dan juga suara Kemal yang berusaha menghiburnya, mereka ada di depan ruang ganti, mencari diriku. Aku segera keluar dari kamar ganti itu dan memeluk Samira menenangkan tangisannya.
"Samira mencari mami terus, dia sudah tidak sabar ingin berenang tapi hanya mau bersama mami." Jelas Kemal, membuatku merasa bersalah.
"Maaf ya sayang, mami terlalu lama di dalam kamar ganti. Maaf ya...yuukk sekarang kita berenang, mami sudah siap." Ucapku menyesal pada Kemal dan menghibur Samira. Kami pun keluar dari tempat ganti itu.
Suuuiiiiitttt....suuuiiiiitttt....
Kudengar suara siulan dari mulut bos m***m ku saat menatap diriku. Aku langsung menatapnya kesal, dan memberi kode padanya bahwa ada anak kecil disini.
"Jangan sampai Kemal meniru sikap m***m dan kurang ajar anda!" Omelku padanya.
"Maaf, aku hanya tidak memiliki kata-kata yang cocok untuk penampilanmu saat ini." Bisik Mr.Salvastone sambil menggaruk tengkuknya yang pastinya tidak gatal, karena wajahnya menjadi aneh, canggung, i***t, entahlah ekspresi apa itu.
Kami pun mulai masuk ke dalam kolam renang. Aku dan anak-anak di kolam anak, sedangkan Mr.Salvastone ada di kolam dewasa. Aku mengawasi anak-anakku yang senang bermain di kolam ini, ada berbagai permainan anak di kolam anak ini. Namun mataku mendadak menangkap sosok m***m itu kini sedang mengobrol akrab dengan seorang wanita yang menggunakan bikini sexy.
"Ouw astaga! Dasar otak m***m! Dimanapun selalu menemukan korban untuk dia rayu dan bawa ke tempat tidurnya. Dasar maniak!" Batinku sambil menggeleng-gelengkan kepalaku menatapnya jengah. Aku tidak lagi memperdulikan pria dan wanita itu yang kini sudah mulai berciuman, bahkan di tempat umum seperti ini.
"Sungguh tidak tahu malu!" Rutukku dalam hati.
Aku melihat matahari sudah mulai berada di barat. Aku segera meminta anak-anakku untuk mengakhiri kegiatan berenang mereka dan kami pun kembali ke kamar kami terlebih dahulu, meninggalkan Mr.Salvastone yang sedang asik mencumbu wanita sexy itu, beruntung Kemal dan Samira tidak melihat mereka berciuman tadi. Ouw astaga! Anak-anakku tentu akan menyerangku dengan banyak pertanyaan jika mereka melihat Uncle Alva nya itu melumat bibir seorang wanita. Aku hanya menghela napas berat lalu masuk ke dalam lift bersama anak-anakku untuk kembali ke kamar kami.
****
Teeettt...
Bel pintu kamarku berbunyi, aku mengintipnya dan ternyata itu adalah Mr.Salvastone, aku pun segera membukakan pintu baginya.
"Mengapa kalian meninggalkan aku di kolam tadi?" Tanya Mr. Salvastone.
"Maaf, tapi saya tidak mau diserang banyak pertanyaan dari anak-anak jika mereka melihat anda mencium wanita sexy itu." Sahutku.
Mr.Salvastone tersenyum canggung dan menggaruk tengkuknya lagi yang lagi-lagi dipastikan tidaklah gatal.
"Maaf, apakah aku boleh masuk dan bermain dengan mereka lagi?" Tanyanya.
"Mereka sedang tidur." Sahutku singkat tanpa menyuruhnya masuk ke dalam.
"Ehm...kalau begitu apa yang sedang kamu lakukan? Apa aku boleh masuk? Kita bisa minum teh sambil membicarakan tentang materi pertemuan nanti." Ucapnya.
Akupun mempersilahkan dirinya masuk, membuatkannya segelas teh dan meletakkannya di atas meja. Aku pun kembali duduk santai di bawah dihadapan laptopku.
"Tidak perlu terlalu serius mempelajarinya, ini hanya pertemuan biasa bukan awal kerjasama." Ucapnya sambil meneguk tehnya. Aku hanya tersenyum menggelengkan kepala tanpa menoleh padanya, tetap pada laptopku.
"Ehm...tapi saya harus mempelajari segala tentang keluarganya juga, supaya tidak salah dalam obrolan nanti." Sahutku.
"Baguslah! Aku bisa mengandalkan mu nanti untuk mengobrol dengan mereka. Kalau begitu aku lebih baik kembali ke kamarku saja, lebih lama disini aku takut membayar banyak sangsi atas pelanggaran perjanjian kita." Ucapnya akhirnya membuatku menoleh padanya
"Jangan berpikir macam-macam!" Sahutku sewot dan dia hanya melangkah menuju ke pintu lalu keluar dari kamarku.
****
Pertemuan kami ternyata sekaligus disertai dengan makan malam bersama di pinggir pantai.
"Terima kasih, kamu sungguh hebat malam ini. Keputusanku tidak salah memaksamu ikut dalam pertemuan ini." Bisiknya saat kami duduk bersebelahan di meja jamuan makan malam ini. Aku hanya tersenyum menganggukkan kepalaku.
"Terima kasih juga sudah mengijinkan saya untuk mengajak anak-anak saya." Sahutku juga berbisik.
"Ouw iya, apakah mereka sudah makan malam? Atau kita perlu kembali ke hotel sekarang?" Tanyanya.
"Tidak apa, saya sudah memesankan makan malam mereka di resto hotel, dan juga sudah menghubungi Kenzie. Mereka semua baik-baik saja. Terima kasih sudah memikirkan mereka." Sahutku dan dia pun bernapas lega.
Entahlah mengapa dia ikut mencemaskan anak-anakku, tapi aku merasa tenang dan lega karena dia tidak keberatan dengan keberadaan anak-anakku, juga anak-anakku tidak mengganggu pekerjaanku. Aku bersyukur malam ini semua berjalan dengan baik, hingga makan malam kami selesai dan kami berpamitan.
"Mau berjalan-jalan di pantai sebelum kembali ke hotel? Cuacanya sedang bagus." Tanya Mr.Salvastone.
"Ehm...tidak, terima kasih." Sahutku menolak dengan hormat.
"Bagaimana kalau kita kembali ke hotel lalu mengajak Kemal dan Samira untuk ikut berjalan di pantai? Lihatlah sinar bulan dan bintangnya sangat bagus malam ini, hari juga belum terlalu malam." Usulnya lagi
"Ehm...apakah tidak merepotkan anda? Bukankah anda bisa menghabiskan waktu dengan wanita yang ada di kolam tadi?" Tanyaku.
Hahahhahahaa...
Dia tertawa mendengar ucapanku.
"Wanita siang tadi? Apa kamu cemburu? Aku saja sudah lupa dengannya, kenapa kamu masih ingat?" Tanyanya tersenyum lebar menyindirku.
"Apa?! Saya?! Cemburu?! Tidak mungkin! Saya hanya tidak ingin mengganggu rutinitas kesenangan anda." Sahutku tersenyum menggelengkan kepalaku
"Lalu bagaimana? Apa kita jadi menjemput mereka dan kembali ke pantai?" Tanyanya lagi
"Sebaiknya saya tanya pada mereka dulu." Sahutku.
"Baiklah." Ucapnya.
****
Entah apa yang terjadi diantara anak-anakku dan Mr. Salvastone, hingga begitu mudahnya anak-anakku selalu setuju bahkan senang sekali setiap diajak olehnya. Aku hanya bisa mengalah dan mengikuti mereka, lagipula mereka juga sedang masa liburan. Kamipun pergi kembali ke pantai tadi setelah mengganti pakaian formal kami.
Pantai ini masih ramai pengunjung meski hari sudah malam, tidak sedikit juga anak-anak lain yang bermain di pantai. Namun aku melarang anak-anakku untuk bermain air pantai malam ini, aku tidak ingin beresiko mereka jatuh sakit. Aku berjanji besok kami akan kembali lagi kemari.
Kami berempat berjalan menyusuri tepi pantai sambil menikmati cemilan kami masing-masing. Aku berjalan bersama Samira, sedangkan Kemal berjalan bersama Mr. Salvastone di depan kami. Di sekeliling kami ada beberapa pengawal yang ikut berjalan dan berjaga.
"Ayo duduk disana!" Ajak Mr. Salvastone menunjuk sebuah meja di bawah payung besar dengan empat kursi.
"Ayo!" Sahutku.
Kamipun duduk disana dan bersantai, memesan minuman dan menikmati malam ini. Kemal sungguh antusias dengan pengetahuan tentang berbagai macam bintang di langit yang dijelaskan oleh Mr.Salvastone.
Hari semakin malam, Samira telah tertidur di pangkuanku. Kemal pun mulai terlihat menguap karena kantuk.
"Sebaiknya kita kembali ke hotel, aku akan menggendong Kemal." Ucap Mr.Salvastone.
"Baiklah, maaf kami terus merepotkan anda." Sahutku merasa tidak enak hati.
"Sudahlah, aku juga merasa senang. Baru kali ini perjalanan Bisnisku tidak membosankan." Ucapnya sambil mengangkat Kemal dan kami pun berjalan menuju tempat parkir.
Saat di tempat parkir, kami sempat melihat dua orang pria sedang berciuman dengan begitu mesra dan penuh gairah. Aku merasa canggung melihat hal itu.
"Menjijikkan." Ucapku lirih dan Mr.Salvastone menoleh tersenyum padaku.
Kamipun berjalan melewati mereka, beruntung anak-anak sudah mulai tertidur. Entah mereka terlalu b*******h atau memang tidak tahu malu, karena mereka tetap melakukan hal itu meski kami berjalan melewati mereka.
"Eeeeuuhh Raja, aku tidak tahan lagi..." Ucap satu pria yang berciuman itu, membuatku sedikit tersentak sekaligus penasaran.
Aku pun berhenti melangkah, menoleh dan semakin tersentak kaget sekaligus tidak percaya dengan mataku.
"Kak Raja?!" Ucapku dan membuat pasangan pria m***m itu menoleh ke arahku.
"Tika?!" Sahutnya juga dengan sangat terkejut.
"Raja, apa kamu mengenalnya? Siapa dia?" Tanya pria itu sambil bergelayut manja di lengan kak Raja.
"Dia...." Kak Raja tidak mampu berucap.
"Ah maaf mengganggu kalian! aku bukan siapa-siapa, kami hanya saling mengenal nama saja. Permisi!" Ucapku lalu memilih pergi dengan langkah cepat menuju mobil Mr.Salvastone.
"Astaga! Astaga! Astaga! Apa yang kulihat tadi?! Tidak mungkin! Tidak mungkin! Itu pasti Raja yang lain. Tapi dia tadi juga menyebut namaku, berarti benar itu adalah kak Raja! Astaga! Apa yang harus kulakukan?!" Aku terus meracau tidak karuan di dalam mobil saat perjalanan kembali ke hotel.
"Siapa pria tadi? Aku yakin kamu sangat mengenal dekat dirinya." Tanya Mr.Salvastone.
"Dia suami dari sepupuku, sepupuku yang sekaligus adalah sahabat dekatku! Mereka berdua lah yang terus membantuku dan anak-anak setelah suamiku meninggal. Astaga! Apa yang harus kukatakan pada Yani?!" Sahutku bingung.
Ddrrrttt....dddrttt...
Ponselku berbunyi, Kak Raja memanggil.
"Astaga! Mengapa dia menghubungiku?!" Aku terus merasa gelisah.
"Tenanglah, angkat saja." Saran Mr.Salvastone.
Akupun menghela napas panjang dan menerima panggilan itu.
"Tika, maaf dengan yang kamu lihat tadi. Bisakah kita bicara berdua?"
"Apa yang ingin kak Raja bicarakan denganku? Bukankah sebaiknya kak Raja bicara dan jelaskan pada Yani?"
"Tika, aku mohon aku harus bicara denganmu."
"Baiklah, besok siang kita bertemu lagi di pantai tadi."
"Baiklah, terimakasih Tika."
Panggilan pun berakhir dengan begitu saja. Aku menghela napas panjang,mencoba mengendalikan rasa terkejutku.
"Bagaimana?" Tanya Mr.Salvastone.
"Itu memang dirinya, dan dia ingin bicara langsung pada saya. Entahlah apakah saya harus mengatakan semua ini pada sahabat saya atau menyembunyikannya? Rasanya sungguh tidak bisa dipercaya! Dia begitu mesra dan sangat menyayangi sahabatku itu, terkadang sampai membuatku iri melihat kebersamaan mereka, tapi mengapa dia justru melakukan hal yang menjijikkan itu?!" Sahutku berceloteh panjang.
"Di masa sekarang ini banyak pria yang seperti itu, jadi lebih baik seorang pria maniak seperti diriku tapi hanya menyukai wanita, daripada pria yang terlihat baik namun ternyata bermain dengan sesama jenis juga." Ucap Mr.Salvastone.
"Astaga! Tidak ada yang benar menurut saya! Dunia ini sungguh sudah gila! Setiap manusia membenarkan perbuatannya sendiri! Meskipun tahu bahwa yang dilakukan adalah hal yang salah!" Sahutku kesal.
Mr. Salvastone hanya tersenyum lebar dan segera turun keluar dari mobil sambil menggendong Kemal. Tanpa terasa kami sudah berada di lobby hotel. Mr. Salvastone segera meninggalkan kamarku setelah meletakkan Kemal di atas tempat tidur. Aku sungguh tidak bisa tidur karena kejadian di tempat parkir tadi terus terlintas di otakku.
"Mengapa kak Raja tega melakukan hal itu dibelakang Yani? Mengapa???" Selalu pertanyaan itu yang menghantuiku malam in