CHAPTER 6

1269 Kata
Setelah makan siang yang sangat menegangkan bagi Isabelle selesai, mereka kembali ke kantor untuk melanjutkan pekerjaan mereka. Dalam hati Isabelle bertanya-tanya mengenai keanehan orang-orang yang ditemuinya sejak pagi tadi, terutama yang ada di sekitar tempat makan siangnya. Tak lama kemudian, sekretaris Rafael yang ternyata bernama Leo Morris menyerahkan kontrak yang dimaksud oleh Rafael pagi tadi. Isabelle membaca klausa-klausa yang ada di dalamnya. Pada awalnya tidak ada kejanggalan dalam isinya, namun saat mencapai halaman terakhir ada klausa yang menyebutkan bahwa ia akan tinggal bersama atasannya itu. "Kenapa di sini tertulis bahwa aku harus tinggal bersamamu? Setahuku asisten pribadi tidak harus tinggal bersama atasannya?" tanyanya pada Rafael dengan mata menyipit. Pria itu mengerutkan dahinya, seolah tidak mengerti mengapa Isabelle menanyakan hal yang dianggapnya wajar. "Memangnya kau mau tinggal di mana? Daerah ini sepi dari pemukiman. Tidak mungkin kan aku membiarkanmu hidup sendirian di wilayah seperti ini? Lagipula semua akan lebih praktis jika kau tinggal bersamaku," jelas Rafael, mengarahkan tatapan intensnya tepat ke wajah Isabelle. "Oh, begitu ya," ucapnya dengan nada yang diselimuti sedikit keraguan. "Kurasa itu masuk akal," katanya sembari menganggukkan kepalanya. "Dan aku harus mengurusi kebutuhanmu juga saat tidak sedang berada di kantor?" tanyanya dengan alis terangkat saat mencapai klausa aneh yang lain. Rafael menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan Isabelle. "Aku sering bepergian ke berbagai tempat. Jadi kurasa akan sangat membantu jika kau bisa menemaniku kemana-mana." "Lalu kenapa jangka waktu kerjaku tidak ditulis di dalam sini?" tanya Isabelle dengan pandangan yang masih menelusuri rentetan kata-kata yang tertera dalam berkas-berkas di depannya, mencari-cari apakah ia melewatkannya. Saat Isabelle yakin ia sudah membacanya tanpa terlewat sedikit pun, akhirnya ia menatap atasannya untuk menanyakan itu. Bibir Rafael melengkung memunculkan seringai yang terlihat sangat seksi di mata Isabelle. Jantungnya berdegup tak karuan menyaksikan keindahan itu. "Karena hanya aku yang bisa menentukan kapan kau bisa keluar dari sini. Jadi kau tidak perlu memikirkan soal itu, oke?" ucap Rafael. "Bagaimana jika aku ingin mengundurkan diri dari sini?" tantangnya. "Kau akan betah di sini. Aku yakinkan itu. Lagipula kau tidak mau kan jadi pengangguran setelah ini? Apa kata ayahmu nanti?" pancing Rafael. Sepertinya laki-laki itu mengetahui kelemahan Isabelle. Ia menebak dengan tepat apa yang bisa membuat Isabelle bungkam. Ketika mendengar ayahnya yang perfeksionis itu, Isabelle tidak mau lagi menyanggah. Bahunya terkulai lemas, mengingat keberadaannya di sini karena ingin membuktikan pada ayahnya bahwa ia juga bisa bekerja. "Baiklah," ucap Rafael setelah Isabelle tetap terdiam dengan ekspresi pasrah. "Sekarang kita lanjutkan ini. Karena setengah jam lagi akan ada klien yang berniat untuk meminta jasa keamanan kita dalam waktu dekat ini. Dan kita berdua harus menemuinya," tambah Rafael. Isabelle menghembuskan napas berat, membayangkan rentetan aktivitas yang akan dijalaninya setelah ini. Pertemuan Isabelle dengan klien yang disebut oleh Rafael sebelumnya tidak mempersiapkannya pada suatu waktu ketika seorang lelaki yang pernah dikenalnya berdiri dengan jarak kurang dari lima meter di hadapannya. Richard Hale. Perlukah dikatakan bahwa lelaki itu adalah mantan kekasihnya ketika masih belajar di sekolah menengah atas beberapa tahun yang lalu? Rupanya laki-laki itu juga sama terkejutnya saat melihat Isabelle di sana. Tapi suara deheman menyadarkan keterpanaan mereka, yang segera memalingkan wajah gugup kepada pemilik suara, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Rafael Knight yang penuh kuasa. "Sebaiknya kita mulai saja rapat ini, semakin cepat selesai akan semakin baik menurutku, Mr. Hale," ucapnya dengan tatapan tajam diarahkan pada pria di depannya. Richard terlihat menelan ludah gugup, sedangkan Isabelle yang menyaksikan kejadian itu sekarang bertanya-tanya, apakah mereka saling bermusuhan? 'Tapi tadi Rafael tidak menyebutkan soal musuh atau persaingan apapun,' batin Isabelle, yang segera mengangkat bahunya acuh tak acuh, berpikir bahwa mungkin Rafael memang bertingkah seperti itu dengan kliennya. Lagipula ini perusahaan keamanan. Jadi itu mungkin saja terjadi. "Emm, baiklah Mr. Knight. Saya datang untuk mewakili perusahaan yang menyewa jasa saya sebagai pengacara, berniat untuk membantu memfinalisasi perjanjian dengan anda." Richard mengawali percakapan setelah mereka duduk di ruang rapat itu. Menit-menit selanjutnya diisi dengan berbagai macam pembahasan mengenai kerjasama yang sepertinya sudah hampir mencapai kata sepakat. Isabelle yang hanya diam di sana mempunyai kesempatan untuk mengamati dua orang lelaki yang sama tampannya. Sekarang terlihat jelas Richard telah berubah menjadi laki-laki yang lebih matang. Berbeda dengan Richard yang dikenalnya dulu. Sekarang ia bekerja sebagai pengacara perusahaan yang kebetulan ditugaskan untuk menangani kerjasama ini. Kedua pria itu memiliki perbedaan yang kontras. Rafael dengan kepribadian misterius dan rambut hitam serta mata biru gelapnya yang membuat orang gemetaran. Sedangkan Richard terlihat ramah dengan rambut pirang kecoklatan dan mata hazel yang penuh senyum. Perusahaan Richard memerlukan orang-orang dari Knight Corp. untuk menyelesaikan masalah terkait dengan munculnya kerusuhan yang ditimbulkan oleh kelompok penjahat yang sering mengganggu usaha mereka, yang bergerak di bidang pengiriman barang melalui kapal, mengingat perusahaan milik Rafael ini tidak pernah gagal dalam menyelesaikan tugas keamanan dalam keadaan apapun. Salah satu perusahaan keamanan terbaik yang pernah ada. Kalau bukan satu-satunya. Isabelle yang mendengar penuturan Richard mengenai pencapaian perusahaan Rafael merasakan kebanggaan yang tidak bisa dijelaskan. Ia yang baru menginjakkan kaki pagi tadi dan mempelajari dengan singkat merasa menjadi bagian perusahaan ini. Jujur saja bagi Isabelle itu adalah hal yang membingungkan. Rafael dan Richard berjabat tangan setelah kerjasama kedua belah pihak diputuskan. 'Akhirnya selesai juga,' batin Isabelle yang sudah merasa bosan berjam-jam duduk di kursi yang sama menunggu detik demi detik berlalu. Kini mereka sudah berdiri untuk mengantarkan Richard keluar ruangan. Tapi sebelum berpisah, Richard mendekati Isabelle dan menanyakan kabarnya. Isabelle pun menjawab dengan antusias karena ia bisa berbicara dengan temannya saat masih sekolah dulu. Saat itu, mereka berpisah dengan cara baik-baik karena ingin fokus melanjutkan pendidikan dan akhirnya memutuskan untuk tetap berteman sampai lulus sekolah. Setelah itu tidak ada kabar dari satu sama lain karena kesibukan menjadi mahasiswa menyita waktu mereka berdua. "Senang sekali bisa bertemu denganmu di sini, Belle. Kukira kau menghilang ditelan bumi," candanya dengan ramah, tetap sama hangatnya dengan Richard yang dikenal oleh Isabelle dulu. Isabelle tertawa pelan, "Kau juga tidak pernah ada kabar. Jadi jangan salahkan aku ya!" ucapnya dengan nada bercanda sambil memukul pelan bahu Richard. Richard mengangkat tangan tanda menyerah, "Kalau begitu bolehkah aku meminta kontakmu? Mungkin kita bisa bertemu lagi lain kali," ucap Richard sambil menyodorkan ponselnya pada Isabelle. Tanpa ragu Isabelle pun menuliskan nomornya di ponsel Richard. Lagipula hubungan mereka resmi hanya sebatas pertemanan. "Kalau begitu aku permisi dulu, Belle, Mr. Knight. Kuharap kerjasama kita berjalan lancar," ucapnya dengan senyum ramah pada Isabelle dan Rafael. Isabelle menjawab dengan sama ramahnya, namun Rafael terlihat sangat dingin dan berjarak. Tatapannya terlihat sangat tidak bersahabat. Ketika Richard sudah menghilang dari hadapan mereka, Rafael menarik pergelangan tangan Isabelle ke ruangannya dengan langkah panjang, membuatnya tertatih-tatih mengikuti Rafael. Rafael menutup pintu dan memerangkap Isabelle di antara pintu dan tubuhnya yang besar. "Apa hubunganmu dengan Mr. Hale?" tanyanya tajam dengan mata yang terlihat menggelap. Isabelle bingung, "Emm, kami teman sekolah," jawabnya gugup. Dia sendiri tidak tahu kenapa harus merasa seperti itu. "Kau pikir aku akan percaya? Melihat kalian sehangat itu satu sama lain," ucap Rafael dengan geraman tertahan. "Em, dia dulu adalah mantan kekasihku ketika masih sekolah, tapi aku bersumpah setelah itu hanya berteman saja," jelasnya pada Rafael. Isabelle tidak mengerti kenapa ia merasakan kebutuhan untuk menjelaskan hubungan masa lalunya kepada atasannya. Tapi kata hatinya mengatakan demikian. "Kekasih?" bisik Rafael dengan nada rendah yang menyeramkan. "Mantan kekasih, Rafe. Kau mendengar penjelasanku tidak sih?" tanya Isabelle yang sudah mulai kesal. 'Sebenarnya apa sih kesalahanku sampai diinterogasi seperti ini?' "Kau tidak boleh dekat-dekat dengannya lagi!" tegas Rafael. "Tidak bisa begitu dong. Kan dia masih temanku," protesnya. "Tidak ada tapi-tapian. Sekarang ayo kita pulang!" ucap Rafael, tidak menyisakan ruang untuk argumentasi. 'Yang benar saja!' dengus Isabelle dalam hati. 'Dia kan hanya atasanku. Kenapa jadi posesif begini?' gerutunya dalam hati, memaki-maki Rafael yang menyeretnya sekali lagi menuju tempat parkir.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN