Seorang gadis bermata hijau usianya kira-kira menginjak 22 tahun sedang terlihat memasuki Mex Club, parasnya sangat cantik membuat semua mata memandangnya kagum hingga seorang pria tampan berhasil mengabadikan foto gadis tersebut. Dia terlihat anggun memakai dress warna abu-abu dipadupadankan dengan warna putih dan coklat yang panjangnya mencapai atas lutut, gaun yang dikenakan cukup simpel namun terlihat elegan.
Kalau bukan karena undangan Fabiano aku tidak akan sudi menginjakkan kakiku ke tempat ini, gadis itu mengumpat kesal. Muak itulah yang dirasakan ketika para lelaki menatapnya dengan tatapan memuja seolah ingin menelanjangi tubuhnya.
"Hai," Sapa seorang laki-laki yang tadi sempat berhasil mengabadikan fotonya.
"Apa sebelumnya kita saling kenal?" Nada suaranya terdengar sinis.
"Oh c-mon bukankah kita baru saja berkenalan, aku Zilqwin dan kau nona?" Laki-laki itu mengulurkan tangan sebagai tanda perkenalan namun gadis itu tidak memerdulikan dan berlalu meninggalkan laki-laki tersebut.
“Cantik sih tapi sombang sekali,”
Gadis itu adalah Evelyn Agracia Sandors kedatangannya ke club ini karena memenuhi undangan perayaan pembukaan rumah sakit baru milik Fabiano sahabatnya. Leo juga hadir disana hanya saja dia melarang laki-laki itu menjemputnya karena ingin berangkat sendiri langsung dari rumah sakit. Evelyn menelisik ke seluruh ruangan mencari keberadaan Fabiano namun tatapan mata hijau dia terpaku menatap laki-laki tampan bertubuh atletis sedang terbujur kaku dilantai bar yang dingin, mulutnya mengeluarkan busa dengan bau alkhohol yang sangat menyengat. Evelyn segera berlari menghampiri tubuh laki-laki yang terkapar dilantai tersebut.
Apakah orang-orang disini tidak punya hati sama sekali membiarkan laki-laki ini sekarat seorang diri sedang melawan maut.
Evelyn tak habis pikir dengan para pengunjung diclub ini karena tak satupun dari mereka yang peduli. Evelyn mencoba memberi pertolongan pertama menggunakan peralatan seadanya yang dapat digunakan demi menyelamatkan nyawa laki-laki tersebut, karena lampu yang temaram membuatnya tak dapat melihat dengan jelas wajah laki-laki tersebut.
"Kau cari mati nona? Menjauhlah darinya hal ini sudah biasa terjadi disini nanti akan ada orang kepercayaannya yang datang menjemput kesini," Acap Albert dan yang dimaksud orang kepercayaannya adalah Bashar namun laki-laki itu saat ini sedang tergolek dirumah sakit tak sadarkan diri.
"Apa kau buta, hah! Laki-laki ini bisa mati kau tidak lihat dia sedang sekarat," Bentak Evelyn, tatapannya menajam ke arah Albert.
"Terserah padamu nona tapi kau akan menyesal karena sudah berurusan dengannya," Akan tetapi Evelyn sama sekali tak menghiraukan peringatan dari Albert.
"Berapa botol yang dia minum?" Baik Albert maupun Lucas tidak ada yang berani menjawab.
"Kalian tuli,hah?” Bentak Evelyn.
“Berapa botol yang dia minum?" Tanyanya sekali lagi.
"10 botol nona," Jawab Lucas takut-takut.
"Kalian sudah tidak waras meracuni laki-laki ini hingga dia sekarat. Dia bisa kehilangan nyawanya dan kalian berdua harus bertanggung jawab," Menunjuk ke arah Albert dan Lucas.
Tubuh mungilnya terlihat kesulitan memapah tubuh laki-laki yang jauh lebih tinggi darinya, Albert yang melihatnya segera menyuruh anak buahnya untuk membantu hingga sampai ke mobil ferrary milik Evelyn.
"Camkan kata-kataku ini baik-baik nona jangan sampai kau menyesal karena sudah ku peringatkan sebelumnya," Ucap Albert lalu pergi meninggalkan Evelyn berdua bersama Ethan diarea parkir.
Sejenak Evelyn tampak berfikir lalu mengamati wajah laki-laki yang kini terbaring dikursi penumpang. Rasanya ini sulit untuk dipercaya karena laki-laki yang terbaring dimobilnya sekarang ini adalah laki-laki arogan, dingin yang dengan lancang menghina bahkan melecehkan dirinya waktu itu.
"Oh s**t," Memaki dirinya sendiri.
Ingin rasanya menendang tubuh laki-laki itu keluar dari mobil ferrari miliknya tapi rasa kemanusiaan dan panggilan hati sebagai seorang dokter berhasil mengalahkan egonya. Akhirnya dengan terpaksa membawanya ke apartement dan memutuskan untuk merawatnya.
Evelyn membaringkan tubuh Ethan diranjang miliknya karena apartement ini hanya memiliki satu kamar, melepas sepatu dan kemejanya sehingga tampillah d**a bidang yang mulai ditumbuhi bulu-bulu halus serta perutnya yang sispax membuatnya terpaksa memalingkan wajah.
Sebagai seorang dokter yang sudah ahli dalam menangani kasus seperti ini, ingin rasanya meninggalkan Ethan sendirian dan menghadiri acara sahabatnya sebentar mungkin tidak jadi masalah, pikir Evelyn sejenak sebelum bel apartement nya berbunyi. Sebelum membuka pintu dia mengintip dibalik interkom dan ternyata Leo yang datang. Leo langsung memeluk namun Evelyn buru-buru memberi jarak dengan menjauhkan tubuhnya.
"Syukurlah kau baik-baik saja, aku langsung datang kesini ketika tidak menemukanmu di sana?" Kelegaan terpatri jelas diwajahnya yang tak kalah tampan dari Ethan meskipun kita semua tahu kalau Ethan jauh lebih tampan.
"Aku baik-baik saja Leo hanya saja.." Tampak ragu untuk melanjutkan kalimatnya.
"Katakan! Ada apa?"
"Ethan ada di sini," Ucapnya ragu-ragu.
"Kau serius dengan ucapanmu?" Tanya Leo tak percaya dengan apa yang barusan didengarnya.
"Ethan benar sedang ada di sini Leo, aku yang membawanya dan sekarang dia dalam perawatanku," Leo mencari kebohongan dalam sorot mata hijau Evelyn akan tetapi hal itu tidak dia temukan.
"Dia ada di kamarku kau boleh memeriksanya kalau tidak percaya,"
Leo mengumpat kesal. "Kalau begitu malam ini aku juga akan menginap di sini," Dan Leo dapat membaca dari sorot mata hijau Evelyn bahwa dirinya merasa keberatan dengan keputusannya.
"Mungkin saja kau butuh bantuanku karena kuwalahan menangani pasien satu itu," Leo tersenyum tulus sambil mengusap puncak kepala Evelyn.
Sejenak Evelyn berfikir bahwa perkataan Leo ada benarnya mengingat beberapa waktu lalu Ethan sudah berani menghina dan melecehkannya jadi tidak menutup kemungkinan setelah ini mungkin dia akan melakukannya lagi.
Malam ini mereka bergantian berjaga merawat Ethan, tampak beberapa kali Evelyn menuju kamar memeriksa kondisinya dan tentu saja hal tersebut membuat Leo merasa sangat muak.
Matahari pagi menyapu wajahnya melalui tirai jendela, Evelyn melihat Leo tertidur sangat pulas disofa sebelahnya wajah tampan itu terlihat begitu damai ketika sedang tidur, dia mengagumi Leo sesaat sebelum membangunkannya untuk bersiap karena ada operasi yang harus dilakukan pagi ini.
Jari mungil Evelyn bergerak dengan hati-hati menyentuh kening Ethan memastikan kondisinya karena lelaki ini terus saja meracau mengucapkan kalimat yang susah dipahami namun dengan gerakan cepat sepasang tangan kekar merengkuh tubuh mungil Evelyn hingga berada di bawahnya, mengunci jari-jari Evelyn sehingga dia tidak bisa melarikan diri. Sampai sepersekian menit Ethan tidak juga melakukan apapun hanya deru nafas menyapu kulit wajah Evelyn menimbulkan sensasi aneh berada dibawah lelaki yang begitu tampan bak dewa Yunani.
Sejenak Evelyn terbuai mengagumi ketampanan Ethan hingga tanpa disadari rasa dingin menyapu permukaan bibirnya, Evelyn memejamkan mata, awalnya bibir mereka berdua tidak saling mencecap hanya saling menempel lalu dengan keberanian penuh mulai melumat bibir ranum Evelyn tapi Evelyn tidak juga membalas ciumannya membuat Ethan merasa frustasi sehingga dia menggigit bibir bawahnya, sontak hal itu berhasil menarik kembali kesadarannya lalu mendorong tubuh Ethan hingga terjungkal ke lantai.
"Apa yang kau lakukan, hah," Bentak Evelyn.
"Dasar laki-laki m***m bahkan dalam kondisi tidak sadar berani sekali kau melecehkan kehormatan wanita," Suaranya lirih tapi masih bisa terdengar oleh Ethan.
"Itu hukumanmu karena sudah berani menggoda dan mengganggu tidurku,"
Cih, menggoda yang benar saja apa aku terlihat seperti w*************a yang selalu tampil sexy dengan belahan d**a terbuka untuk menarik perhatian setiap pria m***m sepertinya, disini bukan aku yang salah tapi otak m***m dialah yang seharusnya dipertanyakan, Evelyn mengumpat kesal.
Tidak terima dengan spekulasi yang baru saja Ethan lontarkan, mata hijau Evelyn menatap tajam sepasang mata abu-abu yang balik menatapnya.
Ethan mengulas senyum. "Terimakasih Evelyn kau sudah bersedia merawatku, memberikanku tempat tidurmu dan.. aku bersedia tidur diranjangmu ini seumur hidupku," Meraih jemari Evelyn menggenggam erat seraya mengecup lembut.
Tindakan yang secara tiba-tiba ini membuat Evelyn terkejut dan dengan kasar menarik tangannya dari genggaman Ethan. "Kurang ajar," Akan tetapi genggaman dijemarinya terasa lebih erat seolah tidak rela tangan putih pucat tersebut terlepas.
"Lepaskan bodoh atau.."
"Atau.. Kau ingin aku cium lagi," Goda Ethan lalu melepas genggamannya dan balik menarik paksa Evelyn ke dalam pelukan. Sekuat tenaga berusaha meronta akan tetapi kekuatan Ethan jauh lebih besar sehingga terlintas rencana licik dikepala cantik Evelyn.
Lelaki m***m seperti dia harus diberi pelajaran.
"Bolehkah a-aku.." Suara pelan itu terdengar sangat sexy ditambah dengan tatapan menggoda.
"Tentu, sentuhlah di manapun yang kau suka," Suaranya serak, nektar mata menggelap menahan siksaan gairah dan gadis mungil didepannya inilah penyebabnya. Ethan melepas pelukan, memberikan ruang bagi Evelyn agar leluasa menyentuh tubuhnya. Tangan lembut Evelyn menyusuri setiap inchi wajah tampan Ethan membuat mata elang tersebut terpejam menikmati sentuhannya.
“Emhh,” Suara erangan lolos dari bibir Ethan ketika jari-jari mungil menyusuri rahangnya.
"Evelyn.. emhh," Ethan yang sudah dipenuhi kabut gairah tidak bisa menahan diri lebih lama lagi. Sadar akan apa yang Ethan butuhkan Evelyn sengaja mendekatkan wajahnya sehingga Ethan dapat merasakan nafas hangat menyapu sepanjang permukaan kulitnya. Tinggal 1 cm lagi bibir mereka bersentuhan dan hal tersebut membuat Ethan semakin tersiksa dalam gairah.
Dasar laki-laki m***m, rasakan ini.
"s**t," Ethan mengaduh kesakitan ketika dirasakan ada benda keras meninju kejantanannya dan setelah itu Evelyn langsung berlari meninggalkannya yang masih merintih kesakitan.
"Kau harus tanggung jawab bodoh, wanita sialan," Umpat Ethan.
Ethan beranjak dari ranjang dan menyusul Evelyn sambil memegangi kejantanannya yang terasa nyeri. Bau harum tercium dari arah dapur dan tampaklah Evelyn sedang membuat sesuatu, tatapan sepasang mata elang itu tidak lepas dari gadis mungil yang berdiri memunggunginya.
Leo yang baru saja selesai mandi menyadari kehadiran Ethan dengan sengaja dia menyentuh pinggang Evelyn lembut dan menyenderkan dagu dipundaknya reflek Evelyn beringsut memberi jarak.
"Apa yang kau buat?" Tanya Leo lembut.
"Spaghetti untukmu dan yang ini untuknya," Menunjuk mangkuk berisi bubur.
"Perhatian sekali kau padanya," Ada kecemburuan dalam nada suara Leo.
"Dia pasienku," Jawab Evelyn kesal. Menyadari akan hal itu Leo meraih jemari Evelyn, mulutnya terbuka hendak mengatakan sesuatu namun deheman seseorang menghentikannya, mereka berdua menoleh bersamaan.
"Kau sudah bangun rupanya," Ucap Leo sinis pura-pura baru menyadari kehadiran Ethan.
Ethan merasa muak melihat kemesraan yang sengaja mereka berdua tunjukkan dan dia melupakan satu hal bahwa Evelyn adalah kekasih Leo jadi wajar sajalah kalau mereka berdua terlihat begitu mesra dan tinggal berdua dalam satu apartement tapi kenapa hatinya berteriak tak rela ketika Evelyn hanya menganggapnya tidak lebih dari seorang pasien.
"Dasar jalang," Gerutu Ethan tapi suaranya masih terdengar jelas oleh mereka berdua.
Leo tidak terima gadis yang dicintainya disamakan dengan w***********g. Dia tak habis pikir dengan perubahan sikap sahabatnya yang berperingai dingin, arogan dan kejam, Leo bahkan tidak lagi menemukan sosok sahabat yang dikenal dulu dalam diri Ethan sekarang.
"Cabut kata-kata menjijikkan itu dari mulut kotormu Ethan,"
"Untuk apa, hah! Kenyataannya wanitamu tak sebaik yang terlihat, perlu kau ketahui beberapa menit yang lalu dia merayuku dan b******u denganku tapi setelah melihatmu bahkan tanpa rasa bersalah dia dengan senang hati melempar tubuhnya padamu," Ucap Ethan lantang tanpa rasa bersalah, tatapan matanya tak lepas dari Evelyn.
"Lancang.. Berani sekali kau menghina Evelyn,"
"Ouw tenang bro.. Tidak perlu emosi seperti itu, tanyakan saja padanya dan jika yang ku ucapkan tidak benar kau boleh menghajarku sesukamu," Mengangkat sebelah alisnya menunjuk ke arah evelyn.
Leo menoleh menatap Evelyn dan tanpa penjelasan dia sudah tahu jawabannya. "Ucapanmu sama sekali tidak berdasar,”
Leo tampak mengambil nafas berat coba meredam emosinya sebelum kembali melanjutkan kata-katanya. “Harusnya kau berterima kasih pada Evelyn bukan malah memfitnahnya,”
Ethan tersenyum sinis.
“Dia yang sudah menyelamatkan nyawamu, kalau bukan karena kebaikan hatinya mungkin saat ini kau sudah mati Ethan, disaat tak satupun orang yang mau peduli padamu Evelyn masih bersedia menolongmu," Leo merengkuh pundak Evelyn yang berdiri disampingnya.
"Berterima kasih untuk apa, hah? Aku tidak meminta wanitamu untuk membawaku ke tempat kotor seperti ini dan menidurkan tubuhku diranjang kalian, perlu kau ketahui itu sebuah penghinaan bagiku," Ethan tersenyum miring, mata elangnya masih menatap tajam Evelyn.
Leo yang sudah habis kesabaran langsung membogem perut dan wajah Ethan berulang kali, Evelyn menjerit berusaha memisahkan perkelahian kedua sahabat tersebut namun mereka berdua mengacuhkannya. Ethan sama sekali tidak membalas pukulan dari Leo hingga tubuhnya tersungkur ke lantai dan kepalanya membentur dinding meja.
"Hentikan.." Evelyn langsung berlari dan meraih tubuh Ethan, pandangan matanya menengadah ke arah Leo penuh kebencian karena dia tidak suka kekerasan dan Leo tahu akan hal itu tapi tetap melakukannya.
"Pergilah," Pinta Evelyn.
“Ku mohon Leo, aku tak suka ada perkelahian di apartement ku,” Pintanya sekali lagi.
Leo tak juga beranjak tubuhnya seolah membeku karena gadis yang dia cintai lebih memilih membela laki-laki lain dibandingkan dirinya.
"Leo apa kau tidak mendengarku, ku mohon pergilah," Nada suaranya meninggi.
Ethan tersenyum penuh kemenangan.
Leo meninggalkan apartement Evelyn dengan membanting pintu dibelakangnya, habis sudah kesabaran yang coba dia redam dari semalam, ingin rasanya melempar tubuh sahabatnya itu dari atas gedung ini tapi kenyataan tak berpihak padanya karena gadis yang dia cintai justru lebih memilih membela laki-laki k*****t itu.