“Sini, biar ku obati lukamu,"
Ethan menepis kasar tangan Evelyn. "Tidak perlu,"
"Tapi kau terluka,"
Menatapnya tajam lalu berkata. "Apa pedulimu?" Bentak Ethan.
"Kenapa kau diam saja saat Leo menghajarmu, hah!" Balas membentak tanpa rasa takut sedikitpun.
"Bukan urusanmu," Jawab Ethan dingin.
Bahkan kondisinya saja masih belum pulih ditambah sekarang dia babak belur, dasar merepotkan, batin Evelyn kesal sambil berjalan menuju dapur dan kembali dengan membawa semangkuk bubur lalu duduk disofa sebelah Ethan.
"Kau pikir aku binatang, hah! Berani sekali kau memberiku makanan murahan seperti itu," Memicingkan sebelah mata menatap semangkuk bubur yang dipegang Evelyn.
"Cobalah dulu tubuhmu butuh makanan ini dan aku sudah mencampurkan beberapa resep ke dalamnya untuk memulihkan energimu," Nada suara Evelyn terdengar lembut menggelitik pendengarannya.
Apa dia selalu bersikap selembut dan seperhatian ini pada semua pria, menjijikkkan, batin Ethan kesal.
Evelyn tersenyum puas mendapati Ethan mau menerima suapan pertama tapi lain halnya dengan suapan kedua karena hempasan kasar ditangannya membuat sendok yang dipegang jatuh ke lantai.
"Apa kau pikir aku sudi menyentuh makanan dari w***********g sepertimu, melihatmu saja aku sudah jijik," Ethan manarik sudut bibirnya lalu memuntahkan bubur ke paha Evelyn reflek Evelyn langsung berdiri, karena saking terkejut sampai-sampai mangkuk yang dipegang mengenai wajah tampan Ethan dan hal itu semakin memancing kemarahan sang pemilik mata elang.
"Auwwww," Rintih Ethan.
Dengan sorot mata membunuh dia merebut mangkok dari tangan Evelyn dan membantingnya ke lantai. Kini lantai apartement Evelyn kotor dipenuhi pecahan beling dan bubur yang berceceraan. Manik hijau Evelyn menatapnya tajam namun manik abu-abu Ethan juga tak kalah tajam balik menatapnya.
"Manusia sepertimu memang tidak pantas diperlakukan layaknya manusia dan aku merasa sa-sangat menyesal sudah menolongmu. Harusnya malam itu ku biarkan saja kau sekarat di club seorang diri karena pada kenyataannya tidak ada satupun orang ditempat itu yang mau peduli denganmu dan kau-" Evelyn tidak mampu melanjutkan kalimatnya, suaranya gemetar dan dadanya naik turun menahan emosi membuat Ethan tidak tahan untuk tidak menyentuhnya.
Tangan kekar itu kini dengan gerakan cepat meraih pinggang Evelyn, memaksa mencium bibirnya kasar hingga kristal bening lolos melewati pipinya yang mulus, menyadari akan hal itu Ethan segera melepas ciumannya, ibu jarinya terulur mengusap Kristal bening dipipi Evelyn.
-PLAKKK PLAKKK-
Dua kali tamparan mampir dipipi kiri dan pipi kanan sehingga terbentuk jari-jari Evelyn disana. Ethan mengelus pipi bekas tamparan, sorot matanya berubah tajam rahangnya mengeras terdengar suara gemelatuk gigi tanda bahwa emosinya sudah memuncak. Tangan kekarnya membelai pipi Evelyn lembut seketika bulu kuduk Evelyn berdiri karena rasa takut mulai menjalarinya tapi dia mencoba tetap terlihat tenang hingga dia mengernyit merasakan sakit ketika cengkeraman kuat menekan kedua sisi rahangnya yang mengharuskannya mau tidak mau menelan cairan manis dari mulutnya sendiri. Ethan mulai melepas cengkramannya melihat darah segar keluar dari mulut Evelyn.
"Sakit?" Tanyanya lembut, sorot matanya memperlihatkan kemarahan sekaligus penyesalan, dia membawa Evelyn untuk duduk lalu membersihkan sisa-sisa darah dibibir cherri Eveleyn. Tubuh Evelyn semakin gemetar melawan rasa takut yang menyelimutinya, menyadari akan hal itu hati Ethan semakin dipenuhi rasa sesal.
Perlahan-lahan Evelyn mulai mengatur nafasnya, menjauh dari jangkauan Ethan.
“Aku tidak bermaksud menyakitimu,” Mendekati Evelyn akan tetapi Evelyn memberi jarak. “Keluar dari apartement ku,” Suaranya bergetar.
“Aku tidak suka penolakan Evelyn, jangan membuatku bertindak yang seharusnya tak ku lakukan padamu,” Kembali mendekat. Evelyn mendorong d**a Ethan "Jangan macam-macam," Sikapnya penuh antisipasi.
Ethan tertawa terbahak-bahak sebelum memulai kalimatnya. "Tidak, aku hanya menginginkan satu macam saja darimu,"
"Awas saja kau berani menciumku lagi," Berjalan mundur menjauhi Ethan.
"Kalau iya apa kau akan menamparku lagi?"
"Bukan hanya menamparmu," Menatapnya bengis.
"Lalu.." Merengkuh pinggang Evelyn, sorot mata abu-abu Ethan memancarkan kehangatan tidak ada lagi tatapan dingin dan setajam pedang yang mampu menusuk sampai ke jantung.
"Apa masih terasa sakit?" Mengelus lembut rahang Evelyn lalu mengecupnya sekilas.
"Apa yang sedang kau pikirkan?" Mendapati Evelyn tampak memikirkan sesuatu.
“Cara melemparmu keluar dari apartemen ku,”
"Apa kau takut padaku?" Memicingkan sebelah matanya lalu tangannya terulur meraih dagu Evelyn.
"Apa yang harus ku takuti dari pria iblis sepertimu," Tantang Evelyn dengan semakin mendongakkan dagunya tanpa rasa takut sedikiptun meskipun beberapa menit yang lalu tubuhnya bergetar hebat.
"Bagus," Setelah itu langsung menciumnya lagi akan tetapi ciumannya kali ini lebih lembut.
"Lancang sekali kau, berapa kali sudah ku bilang jangan menciumku, apa kau tuli!" Maki Evelyn.
"Baru sekali kau mengatakannya," Ethan membenarkan ucapannya.
"Apa bedanya?" Bentak Evelyn.
“Kau tak pantas mengambil paksa ciumanku karena hanya..” Hampir saja keceplosan mengungkapkan yang seharusnya tak perlu untuk dikatakan pada pria asing yang saat ini sedang berdiri menjulang tinggi didepannya.
“Hanya?” Menyipitkan sebelah matanya.
“Hanya apa Evelyn?” Ulangnya lagi.
“Hanya Leo yang berhak menciumku, bukan kau!” Evelyn mengatakan apa saja yang terlintas dikepalanya saat itu karena ingin Ethan segera meninggalkan apartement nya.
“Leo,” Ada kemarahan dalam nada suaranya.
“Yeah Leo, karena dia kekasihku, kekasih yang sangat ku cin-“ Ucapannya menggantung karena Ethan langsung menciumnya dengan kasar hingga dia merasakan bibirnya sedikit bengkak, sekuat apapun Evelyn berontak kekuatannya tak sebanding dengan Ethan.
"Emmph lep-aas," Keduanya terengah saat ciumannya terlepas.
Baik Ethan maupun Evelyn sama-sama mencoba menghirup udara sebanyak mungkin untuk mengisi paru-parunya. Ethan berusaha mencium kembali bibir ranum Evelyn akan tetapi matanya membelalak merasakan panas dipipinya.
"Kau," Jari telunjuknya mengarah tepat ke wajah Evelyn lalu beringsut menjauhinya meraih kemeja putih.
"Urusan kita belum selesai b***h," Ucapnya dingin setelah itu melempar kemeja putih tersebut ke wajah Evelyn sebelum melenggang pergi meninggalkan apartemen dengan bertelanjang d**a memperlihatkan tato naga yang terukir sangat apik melewati d**a dan perut.
---
"Terhitung sudah 3 kali ini kau menamparku. Kau telah berbuat kesalahan besar Ms. Evelyn sudah berani menantang seorang Ethan Morillo Vernandez, tunggu saja aku akan segera kembali untuk memberimu hukuman dengan cara yang mengerikan bahkan kau pun tidak akan sanggup membayangkannya," Ucapnya entah pada siapa karena nyatanya dia hanya seorang diri didalam mobil sport miliknya.
Dalam perjalanan menuju apartemen, Ethan mengendarai mobil sport merk aston martin vanquish yang bernilai puluhan milyar rupiah dan mobil yang dikendarainya ini hanyalah salah satu dari puluhan koleksi mobil mewah yang berjejer mengisi area parkir apartement dan mansionnya.
"s**t," Ethan membanting stir mobil membelokkan asal sampai ujung mobilnya tergores.
“Arrggggg,” Mengumpat kesal karena bayang Evelyn terus saja menari-nari dalam benaknya .
Kalau seperti ini terus bagaimana aku bisa fokus, merutuki kebodohannya sendiri lalu meraih telp genggamnya dan menghubungi seseorang.
"Ku tunggu kau di apartement, bawa semua dokumen yang harus ditanda tangani dan cancel pertemuanku dengan Mr. Sazeck dari Turki, jadwalkan ulang minggu depan,"
"Tapi.." Jawab seseorang dari seberang.
"Kau berani melawanku Ms. Jeslyn?"
"Tentu tidak Mr. Ethan, baik saya segera meluncur ke apartement anda sekarang,"
"Bagus," Setelah pembicaraan dengan Jeslyn selesai, Ethan melempar telp genggamnya ke jok belakang dan kembali melajukan mobilnya menuju apartement.
Setelah sampai dia langsung mandi, memakai pakaian casual dan rambutnya yang basah disisir ke belakang semakin menambah ketampanannya. Ethan tidak lagi bisa berfikir jernih bayang Evelyn terus saja berputar mematahkan seluruh akal sehat.
Dia meraih handphone lalu menghubungi seseorang. "Ada tugas penting untukmu, temui aku di mansion pukul 22.00 wib. Jangan membuat seorang Ethan menunggu apa kau mengerti? Bagus," Tidak lama setelah percakapan singkat itu dia memutus panggilan karena sepertinya orang yang ditunggu sudah datang.
"Masuklah, apa kau membawa semua yang ku perintahkan,"
"Semua sesuai permintaan anda Mr. Ethan," Jeslyn menunjuk beberapa dokumen yang dia bawa.
"Bagus," Setelah itu Ethan meminta Jeslyn mengekorinya menuju ruang kerja yang didesain dengan begitu maskulin dan ini bukan kali pertama Jeslyn datang ke tempat ini.
Sepasang mata elang mengamati wanita yang tengah asyik menelisik ruangan "Duduklah," Menunjuk kursi didepannya.
"kau mencari sesuatu?" Jeslyn hanya menggelengkan kepalanya tidak mampu bersuara apalagi menatapnya ketika merasakan aura dingin mulai mencengkeram.
Mereka berdua terlihat sangat serius berada diruang kerja Ethan. Lelaki itu mempelajari beberapa laporan penting, sesekali matanya melirik Jeslyn yang tampak gelisah memainkan handphonenya. Ethan langsung merebut handphone tersebut dari tangan Jeslyn membuat Jeslyn kaget sekaligus takut kalau-kalau Louis Vernandez ayah dari Ethan menghubunginya. Tamat sudah riwayatnya semua rahasia pasti terbongkar dan penyamarannya akan berakhir hari ini juga, badannya terasa lemas ketika handphonenya berdering, Ethan melirik sekilas melihat siapa yang menelepon setelah itu menatap tajam Jeslyn.
"Jadi ini yang membuatmu gelisah dan tidak bisa bekerja dengan benar? Bilang sama kekasihmu untuk tidak menghubungi dijam kerja,"
Kelegaan terpancar dari wajah Jeslyn ternyata bukan Louis yang menghubunginya.
"Angkat telp mu! Suara deringnya membuatku pusing," Setelah itu melangkah pergi, memberi ruang buat Jeslyn.
"Kenapa semua wanita sama saja selalu membuatku pusing,'' Ucapnya entah pada siapa karena nyatanya dia sendirian diruang tamu.
---
-Dert dert dert- Bunyi tanda pesan masuk menghiasi layar ponsel Evelyn dan ternyata Leo yang menghubunginya.
"Bisakah kau ke rumah sakit sekarang? Aku butuh bantuanmu,"
"Ok," Jawabnya singkat.
Evelyn membuang kemeja putih milik Ethan, setelah itu meraih tas dan kunci mobil lalu bergegas menuju rumah sakit tanpa memperhatikan penampilannya yang jauh dari kata baik. Setelah sampai di rumah sakit, dia memarkirkan mobil ferrary kesayangannya dan bergegas menuju ruang kerjanya. Melemparkan tubuhnya disofa sambil kepala menengadah ke atas dengan mata terpejam.
"Evelyn," Panggil Leo, merasa tidak ada respon Leo mendekat lalu duduk disebelah Evelyn, dia mengusap kepala Evelyn lembut.
"Sudut bibirmu terluka dan kedua pipimu membiru, bisakah kau ceritakan apa yang terjadi?" Suara khas laki-laki tersebut membuat manik hijau Evelyn terbuka.
"Sejak kapan kau di ruangan ku?" Melemparkan tatapan tak suka ke arah Leo yang duduk disofa sebelahnya.
Kondisi seperti inilah yang paling Evelyn benci terlihat lemah dihadapan lelaki meskipun dihadapan sahabatnya sendiri, akan tetapi keadaannya memang sangat buruk, dia tidak bisa menyembunyikan kenyataan itu.
"Sebelum kau datang, kau yang tidak menyadari keberadaan ku," Leo mencondongkan tubuhnya ke depan melihat dari arah yang lebih dekat.
"Ada apa dengan matamu, hah! Jangan menatapku seperti itu!" Nada suaranya terdengar sinis mengusik pendengaran Leo.
"Ada apa denganmu kenapa sikapmu berubah kasar? Apa kau marah karena aku telah mengambil jatah liburmu?"
Menatap tajam lelaki di sebelahnya. "Aku memang kasar apa itu jadi masalah besar untukmu Dr. Leonardo Athalez Wilmore dan kau, lancang sekali masuk ke ruanganku tanpa ijin dariku,"
"Bukan masalah besar dan sikapmu tidak terlalu buruk," Tersenyum menatap Evelyn seolah dia sama sekali tidak terpengaruh dengan ucapan gadis yang dicintainya tersebut.
"Aku kesini untuk menjemputmu, maaf kalau aku sudah bersikap tidak sopan padamu," Leo memperlakukannya masih dengan penuh kelembutan.
"Kalau begitu katakan padaku jam berapa operasinya di mulai?"
"Sebentar lagi untuk itu aku menjemputmu,"
"Bisakah keluar dari ruanganku sekarang, aku perlu untuk bersiap," Nada suaranya masih terdengar sinis.
Leo menatapnya sekilas. "Baiklah, aku tunggu kau di ruang operasi, okay," Mengusap puncak kepala Evelyn sebelum beranjak pergi.
"Leo.." Menghentikan langkah kakinya.
"Ada apa?"
"Emmm tidak ada,"
Leo berbalik menghampiri Evelyn. "Katakan!"
"Bukan apa-apa, baiklah kau duluan aku akan segera menyusul," Mendorong pundak Leo.
"Aku tahu kau sedang ingin mengatakan sesuatu, katakan!" Masih berdiri memunggungi tanpa mau menoleh ke arahnya.
"Tidak ada," Berusaha meyakinkan Leo setelah dengan lancang hampir saja keceplosan menceritakan hal buruk yang telah menimpanya.
Leo memutar tubuhnya sehingga mereka saling berhadapan. "Ada apa? Apa semua ini ada hubungannya dengan Ethan?" Mendengar namanya membuat Evelyn merasa muak.
"Jangan sebut lagi nama itu didepan ku, aku muak mendengarnya,"
"Kalau begitu segeralah bersiap,"
Hanya deheman lah yang keluar dari bibirnya sebagai jawaban.
"Aww," Evelyn mengaduh kesakitan membuat Leo berlari ke arahnya.
"Ada apa? Mana yang sakit?" Memeriksa seluruh lebam diwajah Evelyn.
"Emmm tidak ada aku hanya menggodamu saja," Evelyn berbohong sambil menahan sakit diarea sekitar rahangnya.
“Dasar jahiiillll,” Lalu memencet hidungnya.
"Ayo, waktu kita tidak banyak," Ajak Leo setengah menyeret Evelyn ke ruang operasi.
Seketika Leo menghentikan langkahnya ketika sampai didepan ruang operasi. "Bisakah kau fokus, kita tidak sedang bermain-main akan tetapi nyawa seseorang yang kita pertaruhkan di sini Dr. Evelyn," Ucap Leo dingin tidak suka melihat gadis yang dicintainya hilang semangat dan dia tahu betul siapa penyebabnya.
Aku akan segera memberimu pelajaran, tunggu saja pembalasan dariku, merutuki sahabat sekaligus lelaki yang sangat dibenci karena berani menyakiti wanita pujaannya.
Perkataan Leo seperti sebuah tamparan keras, dia memukul kepalanya sendiri lalu menyusul Leo memasuki ruang operasi. Kali ini operasi memakan waktu lebih lama sementara diruang tunggu, keluarga pasien tampak kacau tidak tahu apa yang terjadi di dalam dan hanya bisa berharap putranya bisa diselamatkan dari kecelakaan maut yang terjadi beberapa waktu lalu.