Mentari telah kembali ke peraduannya. Sekarang giliran Dewi Bulan yang berjaga. Hewan-hewan telah kembali ke sarangnya masing-masing untuk menghangatkan diri.
He Hua berguling di kasur empuk beralas tilam perak. Dia belum bisa tidur menatap langit-langit kamar yang berukiran bunga-bunga yang indah, sementara penjaga di depan kamar He Hua sudah terkantuk--sesekali memejamkan mata sambil berdiri. Begitu juga dengan pelayan-pelayan yang ditugaskan melayani He Hua tak beda jauh, mereka sudah tertidur di kediaman pelayan yang terletak di bagian tenggara dari kediaman utama.
"Aku rindu mama, papa, sahabat, dan juga guru-guru. Aku juga rindu tugas-tugas sekolah yang menumpuk," ucap He Hua lirih, sebutir air matanya menetes.
He Hua lagi-lagi membalikkan tubuh.
"Aku tidak bisa tidur."
"Mungkin udara segar bisa membantuku," ujar He Hua pelan sembari membuka selimut.
Gadis itu turun dari ranjang perlahan. Namun, tanpa ia sadari gerakannya menghasilkan bunyi sehingga membuat satu pelayan yang masih di kamar tersentak.
"Nona mau ke mana?" tanya Mingyu, pelayan berusia tujuh belas tahun, sambil menguap.
"Mau ke taman belakang, aku tidak bisa tidur," balas He Hua.
"Biarkan Nubi menemani Nona," sahut Mingyu beranjak berdiri.
He Hua menggeleng. "Tidak usah, aku mau sendiri."
"Tapi, Nona Ah Cy memerintahkan Nubi untuk menemani Nona ke mana pun," jelas Mingyu bersikeras untuk menemani.
"Tidak apa-apa Mingyu, lagi pula aku hanya ke taman saja. Jangan khawatir." He Hua memberi pengertian, dia tersenyum meyakinkan.
Mingyu tidak langsung menjawab.
"Baiklah, Nona. Nubi mengerti." Mingyu akhirnya mengalah. Ia mengangguk pelan, tertidur kembali.
He Hua mengambil tasnya, melangkah menuju taman belakang yang ditanami bunga-bunga menawan. Beberapa pohon berjajar rapi. Lampu lampion menyala terang menambah keindahan tempat itu. Gadis tersebut memilih duduk dan membiarkan embusan angin membelai tubuhnya. Angin berembus membuat dia kedinginan. Namun, justru itulah yang ia inginkan.
"Aku tak menyangka akan mengenakan pakaian ini," ucapnya menggenggam erat hanfu putih lapisan pertama yang dikenakannya.
"Bahannya begitu halus," lanjutnya sembari tersenyum.
Xiao Tan mengeluarkan handphone-nya dari dalam tasnya, membuka game Moy yang diberi nama Mo Li. Selama seharian ini dia menahan diri untuk tidak membukanya, takut ketahuan. Dia tidak dapat menahan lebih lama lagi.
"Aku baru sempat buka malam ini takut kelihatan pelayan-pelayan yang berkeliaran itu dan juga Ah Cy. Oh, tidak, ralat, semua orang di sini."
"Beberapa jam tidak dimainkan badannya jadi gemuk. Mo Li, kamu harus olahraga dulu." He Hua berbicara kepada Mo Li seakan-akan hewan virtual itu bisa bicara. Jika ada orang yang melihatnya, maka pasti mengatakan gadis itu gangguan kejiwaan.
"Lama-lama bosan juga main game ini terus." He Hua menggerutu.
He Hua membuka galeri foto, ada banyak foto dia sendirian, bersama sahabatnya, dan orang tua.
Gadis cantik itu tertawa ketika melihat fotonya saat rambutnya acak-acakan difoto oleh Fen Hong tanpa sepengetahuannya.
"Ya, ampun, fotoku ini." Dengan begini rasa rindu di dalam hatinya sedikit terobati.
"Fen Hong, ada-ada saja kamu ini."
"Mungkin saja, aku akan menemukan pangeran tampanku di sini seperti di film-film yang aku tonton." Gadis cantik itu terkekeh pelan.
Beberapa detik kemudian ekpresinya berubah sendu. "Tapi aku juga ingin pulang ...."
Beberapa kenangan bersama mama dan papa tercinta tiba-tiba muncul.
"Aku rindu masakan mamaku yang lezat itu." He Hua memangku ekpresi wajahnya sedih dan sendu.
"Kapan aku bisa pulang dari tempat ini?" bisiknya, menatap bulan bercahaya perak yang menggantung di langit.
"Ayolah, He Hua, kau gadis berusia delapan belas tahun, bukan gadis lima tahun lagi. Aku harus bersabar." He Hua mengepalkan tangan sambil berkata semangat.
"Ayo kita lupakan sejenak masalah ini."
*********************************
Mentari belum menyembulkan wajahnya di langit. Para pelayan sudah sibuk membersihkan kediaman Jenderal Li Xian Shi, ayahnya Li Ah Cy. Ada juga yang sibuk memasak di dapur. Para pengawal berpatroli mengelilingi kediaman.
He Hua keluar dari kamarnya. Dia sudah mandi seperti kebiasaannya saat di dunianya yang sebenarnya.
Gadis cantik itu terlihat cantik dengan hanfu merah muda yang membalut tubuhnya. Rambut hitam legamnya dibiarkan terurai tanpa hiasan.
He Hua mengambil alat penyiram bunga dan mulai menyiram bunga-bunga yang tumbuh di taman, membantu para pelayan, sambil bernyanyi ceria.
Dua orang pelayan yang sedang menyiram bunga menoleh ke asal suara. Ekspresi mereka kaget, khawatir, dan takut menjadi satu.
"Nona, seharusnya Anda tidak melakukan pekerjaan ini, biarlah kami para pelayan yang melakukannya," ucap pelayan--Mingyu--menunduk, takut jika Nona Ah Cy akan marah jika mengetahui hal ini.
"Tidak apa-apa, lagi pula aku suka melakukannya," ucap He Hua tersenyum manis. Mengapa dia tidak diperbolehkan membantu pelayan-pelayan ini. He Hua merasa tidak enak hati, jika hanya diam dan melihat. Anggap saja menyicil balas budi kepada Ah Cy.
"Tolong jangan lakukan ini, Nona. Kami takut Nona Ah Cy akan marah kepada kami yang membiarkan temannya ikut bekerja." Mingyu hendak mengambil alat penyiram tanaman di genggaman tangan He Hua.
He Hua tidak menurut, lagian juga pekerjaan ini sangat ringan. Dia mencebikkan bibirnya kesal. "Kenapa mau diambil?"
Mingyu dan Qiutan saling pandang kebingungan. He Hua masih bersikeras untuk membantu.
"Baiklah, Nona, tapi Anda harus hati-hati karena beberapa bunga ada yang memiliki duri yang tajam," ucap Qiutan pasrah.
He Hua mengangguk. "Tentu saja." Dia kembali menyiram bunga-bunga yang indah.
*************************
Terima kasih Nona Muda Li atas bantuannya kemarin. He Hua akan balas budi di masa yang akan datang. Maaf kalau aku hanya meninggalkan selembar surat, bukannya bertemu langsung.
Dari He Hua
"He Hua, mengapa kau pergi meninggalkan kediaman Li?" tanya Li Ah Cy dengan nada sedih.
Beberapa menit yang lalu Nona Muda Li dengan riang gembira sambil membawa dua mangkuk cemilan kacang rebus ke kamar yang ditempati teman barunya itu. Bukan senyuman He Hua yang menyambutnya, tapi selembar kertas yang tergeletak di atas ranjang bersama hanfu dan perhiasan.
"Apa kau merasa tidak nyaman berada di kediaman Li? Kupikir kita akan menjadi teman baik." Li Ah Cy menghela napas kecewa.
Aroma semangkuk kacang yang baru direbus itu tidak membuat Ah Cy berselera.
Berbeda dengan Biyu yang justru senang atas kepergiaan He Hua.
Rupanya gadis yang tidak jelas asal-usulnya itu mengikuti perintahku untuk pergi, batin Biyu.
Ya, semalam saat He Hua ingin kembali ke kamar dia bertemu dengan Biyu di jalan. Sempat terjadi pertengkaran omongan di antara keduanya, tapi tidak lama karena ada pengawal yang berpatroli.