Sampai di depan gerbang sekolah.
"Pak, dipanggil sama Bu Christin!" Winda mulai membuat skenario untuk membohongi Bapak Satpam agar mereka bisa meloloskan diri.
"Disuruh ngapain, Non?" tanya Pak Badrul, satpam tertua yang ada di sekolah Mayang.
"Katanya di ruangan Bu Christin ada ular kadut nyasar, Pak," jawab Winda ngasal.
"Ular kadut apaan lagi, Non?"
"Jangan banyak tanya, Pak! Keburu Bu Christin digigit kakinya. Ayo buruan, Pak!" Winda menakut-nakuti.
Pak Badrul pun buru-buru berlari ke ruangan Kepala Sekolah.
"Hahaha, mau aja aku kerjain. Yang, ayo keburu si ular kadut balik lagi!"
Winda memberi kode pada Mayang yang bersembunyi di balik pohon jambu untuk segera mengikutinya.
Mereka pun berlari tunggang langgang menjauh sejauh-jauhnya dari sekolah mereka.
"Hah..., hah..., hah...," Nafas mereka sama-sama tersengal.
"Ada taksi, Win. Buruan dicegat!" Mayang memberi perintah.
"Pak! Taksi!" Winda melambaikan tangannya dan taksi pun berhenti.
Mereka segera masuk ke dalam mobil berwarna biru itu sebelum ada yang menangkap basah keberadaan mereka.
"Tos dulu, Yang! Kita memang hebat."
Mereka membenturkan telapak tangan mereka. Winda sangat bangga seolah baru saja melaksanakan tugas yang sangat terpuji. Dan mau-maunya si Mayang mengikuti perintah Winda. Ini pertama kalinya mereka nekad cabut dari sekolah. Entah kesambet setan apa sampai mereka jadi pemberani melawan semua aturan yang ada. Terutama Mayang yang bisa-bisanya mengelabui Jass tanpa memikirkan dampak setelahnya.
"Pak, kita ke Mall Xyz ya!" Winda memberi komando yang disambut anggukan oleh Pak Sopir.
"Win, Si Jass nelpon niich. Dia curiga ini pasti." Mayang ketakutan melihat ponselnya bergetar-getar dan wajah tampan Jass sudah memenuhi layar gadged-nya.
"Cuekin aja kenapa sich? Takut bener lu sama Si Jass doang."
"Nanti kalau aku dilaporin ke Mommy gimana?"
"Nggak akan. Kita nanti balik lagi ke sekolah pas dekat-dekat jam pulang, jadi Si Jass nggak akan curiga. Think smart dong, Yang."
Sampai di mall. Mayang dan Winda langsung menuju ke Bioskop XxxI.
"Yang, kita nonton aja. Mumpung sepi coey."
Winda menggeret tangan Mayang. Dia memesan dua tiket untuk mereka.
"Yang, kamu beli popcorn sama minuman dong. Anak orang kaya tapi udik bener sich," ledek Winda.
"Eh, iya."
Meski Mayang anak orang berada tapi dia jarang gaul keluar rumah. Dia selalu dikurung oleh Mommy-nya, dia dituntut untuk belajar, belajar dan belajar.
Hanya Daddy yang mau memanjakan Mayang dan memberinya waktu untuk sekedar menyenangkan diri.
Winda memilih film romantis. Sebagai jomblo anyep yang hqq, mereka memang kerap mengkhayal punya cowok cakep bak oppa-oppa Korea atau bintang film Thailand. Tapi apalah daya, cowok-cowok yang ada di sekolah mereka terlalu jauh untuk memenuhi kriteria pacar idaman Mayang dan Winda.
Mayang melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Eh, Busyet. Win, ayo! Udah jam satu ini."
Mendadak Mayang menjadi panik menyadari jam pulang sekolahnya hanya tinggal satu jam lagi. Dia buru-buru menarik tangan Winda dan keluar dari ruangan gelap dan berisik yang kerap disebut dengan Bioskop tersebut.
Winda mengibaskan tangan Mayang dengan kesal, "Iiih..., gesrek kamu ah. Orang lagi baper-bapernya kenapa malah di-cut seenak jidatmu?" Winda protes keras.
"Udah jam satu monyong. Tadi kan perjanjiannya kita pulang sebelum jam sekolah usai. Gimana kalau keduluan Si Jass sampai sekolahnya? Bisa tamat riwayatku." Mayang gantian menyerang ocehan sahabatnya.
"Ya udah. Ayo! Buruan pesan aplikasi online!" Winda memerintah dengan tidak sabaran.
Winda dan Mayang berjalan beriringan meninggalkan tempat itu.
"Mana aku punya aplikasi begituan? Aku nggak pernah naik mobil online markonah." Mayang mengomeli sahabatnya.
"Huft," Winda menghela nafas panjang, "Okay-lah, Putri Raja dari Keraton Sunda Empire. Aku yang akan pesan taksinya. Mana punya kamu aplikasi begituan? Secara kalau kamu mau pergi, kamu tinggal tunjuk mau mobil yang mana dan si es balok Jasson Arkadinata akan mengantarmu kemana pun yang kamu mau."
Memesan angkutan online sudah dan kini mereka tinggal menunggu di titik jemput yang sudah di tentukan. Tak selang berapa lama, mobil berwarna putih dengan plat mobil yang sesuai dengan yang tertera di aplikasi datang untuk menjemput Mayang dan juga Winda.
Berkali-kali Mayang melihat jam yang melingkar di tangannya, "Aaarghh... sepuluh menit lagi, Cyiiin. Ini Si Jass pasti udah stand by di depan gerbang sekolah."
Mayang panik.
"Santai, Sist! Biar aku yang hadapi si tampan." Winda sok-sokan.
Tepat pukul 14.00. Mereka sampai di depan gerbang sekolah. Naas, sekolah sudah sepi.
"Win, mati aku! Di mana penampakan Si Jass?" Mayang semakin salah tingkah. Dia celingukan mencari-cari makhluk besar, gagah dan memakai baju serba hitam itu berada.
"Nah, ini dia biang keroknya. Non, tadi non ngibulin saya kan? Rasain noh ditunggu Bu Christin di kantornya!!" Pak Badrul yang melihat penampakan Winda langsung menghampiri dan memarahi Winda.
"Bu Christin masih di kantor, Pak?" tanya Winda ketakutan.
"Iya, Non. Beliau nungguin Non pulang. Ayo cepat! Keburu dicoret dari kartu keluarga baru tahu rasa." Pak Badrul balas dendam dan gantian menakut-nakuti Winda.
Winda menggeret tangan Mayang untuk menemui Bu Christin di ruang kepala sekolah.
Mayang dan Winda berjalan pelan masuk ke ruangan itu dengan menundukkan kepala. Saking takutnya Winda sampai meremas-remas jemari tangannya.
"Winda! Keterlaluan kamu ya! Kamu kan anak kepala sekolah! Tapi kelakuanmu sungguh memalukan aku!" Bu Christin langsung mengomeli Winda.
Winda adalah anak kandung Ibu Christin, kepala sekolahnya sendiri.
"Ma~maafkan aku, Ma!" kata Winda merasa menyesal.
"Dan kamu Mayang! Kamu kan anak berprestasi dan pintar, kenapa kamu mau diajak Winda cabut dari sekolah?" Giliran Mayang yang dihakimi.
Tanpa bertanya, beliau tahu benar kalau Mayang tidak mungkin melanggar aturan jika tidak ada yang mengajak. Jadi beliau tahu, pasti Winda biang keroknya.
Iya-ya? Kenapa aku nurut-nurut aja tadi? Gerutu Mayang.
"Khilaf, Tante," jawab Mayang pasrah.
"Saya sudah melaporkan kamu pada Mommy kamu, Mayang. Kalian saya skors tiga hari! Mengerti?"
Winda dan Mayang saling bertatapan. Bulir-bulir keringat membasahi tubuh mereka saking takutnya. Tapi Bu Christin adalah pemimpin yang tegas. Meski dengan anak kandungnya sendiri dia tidak segan untuk menghukum dan tidak ada toleransi.
Setidaknya, Winda kini lega karena sudah menghadapi kemarahan Mamanya. Tapi Mayang masih dalam masalah besar. Dia harus menghadapi murka Mommy-nya yang sangat menyeramkan.
Mayang keluar dari ruangan Bu Christin dengan langkah lemas. Dia mendapati Jass sudah menunggunya di depan pintu ruangan.
"Nona, anda keterlaluan," Jass menegur Mayang.
"Aku udah dihukum Bu Christin, Jass. Skors tiga hari. Jangan mengomeliku lagi ya! Setelah ini aku harus menghadapi Mommy juga." Mayang berjalan keluar sekolah sambil memeluk pinggang Jass.
"Makanya jangan nakal, Nona!"
"Jass, lindungi aku ya!" Mayang memohon.
"Kali ini anda yang bersalah, Nona!"
Kata-kata Jass membuat Mayang semakin enggan untuk pulang. Membayangkan Mommy membawa tongkat golf saja sudah berhasil membuat sekujur tubuhnya merinding.