Part 9

1725 Kata
September 2008 Hari ulang tahun Dira yang ke tujuh belas tahun akhirnya tiba, kehidupan Dira berangsur-angsur mulai membaik sejak kedatangan Raka yang kembali ke kehidupanya yang hancur berantakan akibat kematian kedua orang tuanya. Melihat perubah cucu kesayangan ini Hartini mulai senang, awalnya ia sempat putus asa karena banyak dokter dan psikokamug yang menyerah dengan keadaan Dira dua tahun lalu. Bahkan, karena keadaan Dira yang memperihatikan setelah setahun kematian kedua orang tuanya Hartini sampai-sampai melupakan butiknya juga perusahaan milik mendiam papa Dira. Memang Raka yang sempat menghilang di saat-saat Dira membutuhkanya, ternyata memang sedang sibuk dengan ospek di kampusnya. Tak hanya sibuk dengan ospeknya, Raka di sibukan dengan tugas-tugasnya sebagai mahasiswa. Awalnya Dira sempat kehilangan kepercayaan dengan Raka karena Raka selalu menghilang di saat ia membutuhkanya tapi lambat laun, Dira berusaha keras untuk memahaminya dan mencoba bersikap dewasa. Stastus Raka saat ini berbeda. Udara sore yang terasa sejuk membuat kedua mata Dira mengantuk. Karena, hari ini adalah ulang tahun Dira dan Raka mereka berdua sepakat untuk merayakan ulang tahun mereka berdua secara bersama-sama seperti biasanya. “DOR!” seru seseorang membuat Dira yang mengantuk menjadi kaget bukan kepalang. Dira mendongak kearah kedatangan suara itu terlihat sosok Raka sudah berdiri di belakang Dira sambil membawakan sebuah cupcake bersematkan satu lilin di atasanya. “Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday happy birthday Cotton Candy!” Raka menyanyikan lagu selamat ulang tahun yang umum di nyanyikan saat perayaan ulang tahun. “Lolipop.” Dira nampak tak percaya dengan pemandangan yang ada. “Happy birthday, Cotton Candy!” seru Raka riang, “Ayo, di tiup lilinya.” “Happy birthday too, Lolipop,” balas Dira. Lalu Dira dan Raka sama-sama memejamkan kedua matanya sembari berdoa di dalam hati memohon kepada Tuhan. setelah selesai, mereka berdua sama-sama meniup lilin tersebut. Senyum bahagia mengembang di wajah keduanya. “Kamu make a wish apa, Nad?” tanya Raka penasaran. “Rahasia dong!” tegas Dira, “Kalau aku kasih tahu itu bukan make a wish namanya.” “Jahat!” gerutu Raka. “Emang kakak, make a wish apa di ulang tahun kita kali ini? Pasti make a wishnya biar ketemu perawat-perawat seksi ya?” goda Dira. Raka mengacak-ngacak rambut Dira gemas. “Enak aja! Aku nggak tertarik sama perawat-perawat seksi, soalnya aku udah punya wanita terindah yang kelak akan menjadi istri dan ibu dari anak-anakku.” “Wah, kok kakak nggak cerita-cerita si sama aku tentang calon istri kakak? Kakak udah punya pacar ya?” terbersit rasa kecewa dalam suara Dira, ternyata ia salah berharap dengan Raka. Tapi, yang namanya persahabatan tak akan mungkin berubah jadi cinta seperti kisah-kisah di novel klise. Raka menang mencintainya hanya sebagai sahabat, dan Raka melindunginya hanya sebagai kakak. “Ngapain aku cerita?” tanya Raka, “Rahasia dong!” Orang itu adalah kamu, Nadira tolong sadarlah dengan semuanya! Apa pernyataan cintaku dulu tak berati apa-apa untukmu?aku sangat mencintaimu bahkan sejak dua belas tahun lalu, pertama kali aku melihatmu. Batin Raka menjerit saat ini. “Hu! Kak Raka jahat.” Dira memanyunkan bibir tipisnya itu, lagi-lagi Raka kehilangan fokusnya. “Aku mah baik,” elak Raka, “Oh iya, Nad aku boleh tanya sesuatu?” “Kakak mau tanya apa?” “Kalau, kita punya anak kamu mau kasih nama siapa?” Dira terkekeh. “Anak?” “Iya anak!” tuas Raka, “Kamu mau kasih nama siapa?” “Rana, sama Edward,” jawab Dira cepat. “Kenapa?” “Entahlah, aku suka nama Rana. Nama yang cantik,” sahut Dira, “Dan Edward... nama klasik yang terdengar nampak gagah seperti Edward Cullen.” “Kok kamu sama si mikirnya?” tanya Raka heran, “Aku juga mau kasih nama anak perempuanku... dengan nama Rana. Lucu kali ya?” Dira hanya tersenyum miris, apa mungkin semuanya akan terjadi? Apa.... sahabat jadi cinta itu ada? ##### Rana tertidur pulas di dalam dekapan Daru, terlihat gadis kecil ini begitu kelelahan karena ia terus tertawa saat merayaka pesta kecil-kecilan peringatan ulang tahun Daru. Hal yang membuat Daru dan Dira terkekeh satu sama lain, saat Rana yang tiga hari lagi berulang tahun ia menginginkan hadiah dimana Daru, Dira dan Rana bisa tinggal satu atap. Tinggal satu atap tanpa ikatan pernikahan, apa itu mungkin?  Lagi-lagi Dira hanya memandangi keduanya dari kejauhan. Entah kenapa, setiap kali Daru mendekap Rana yang sambil tertidur membuat hatinya begitu sakit andai Raka yang melakukanya bukan Daru. Apa sebaiknya ia harus jujur dengan Raka apa alas an yang membuat ia menghilang lima tahun lalu? Apa ia harus mengatakan semua kenyataan pahit ini? tapi, semua yang Raka lakukan kepadanya dulu sangat membuatnya begitu trauma. “Dir,” panggil Daru saat menangkap bayangan Dira yang sedang mengawasinya di ambang pintu kamar Rana sejak tadi. “A-a- apa Mas?” Daru membaringkan tubuh mungil Rana di atas tempat tidurnya dan menyelimuti tubuh mungil gadis kecil ini, lagi-lagi hati Dira meringis Daru memberi kecupan ringan di kening Rana yang sedang tertidur pulas. “Aku mau ngomong sama kamu.” Daru menarik tangan Dira, ia menyeret Dira menjauh dari depan kamar Rana menuju halaman teras rumah ini. “Mas, kenapa si? Mau ngomong apa sampai-sampai harus di luar?” Daru menatap Dira sejenak, padangan mereka saling bertemu satu sama lain dan lagi-lagi ini membuat Daru kehilangan nyalinya untuk mengutarakan keinginannya. Konyol, seorang pria mapan sepertinya saat berhadapan dengan wanita seperti Dira nyalinya selalu saja ciut. Padahal, Daru sudah beberapa kali berkencan dengan wanita selain Dira bahkan di hidupnya ia sudah berberapa kali jatuh cinta dengan wanita tapi sejak ia bertemu dengan Dira dunianya seolah berubah. Dira si wanita keras kepala, berhati baja dan unik ini mampu menjukir balikan semua kehidupan Daru. “Kamu dengerkan, keinginan Rana tadi?” tanya Daru. “Iya, dan aku—” “Aku ingin mengabulkan permintaan Rana itu.” sela Daru Tenggorokan Dira benar-benar terasa tercekik sekarang. Katakan ini mimpi, katakan Daru hanya sedang bergura. Kalau Daru ingin mengabulkan permintaan Rana berarti.... harus ada sebuah ikatan pernikahan bukan? apa kata orang jika kedua orang tinggal di dalam satu atap tanpa ikatan pernikahan? “Mas,” Daru merogoh saku celana bahan yang ia kenakan, sebuah kotak perhiasan kecil sudah berada di tanganya saat ini. Daru langsung membuka kotak tersebut sudah berada sebuah cincin dengan berlian yang menyilaukan mata Dira. “Aku mau kejenjang yang lebih serius sama kamu, Nadira,” ujar Daru, “Aku mau... hidup bersama kamu, aku mau menghabiskan sisa waktuku bersama kamu, aku mau saat aku terbangun dipagi hari hanya kamu yang ada di sampingku, aku mau kamu jadi pendampingku di keadaan apapun baik susah maupun senang, dan... aku mau jadi Ayah yang sesungguhnya untuk Rana, bukan pura-pura seperti ini.” Cairan hangat mulai meleleh dari sudut-sudut kedua mata Dira, lidahnya terasa tak bertulang dan tubuhnya serasa kaku. Ini, pertama kalinya di dalam hidupnya seorang pria melamarnya seperti seorang pria yang tidak perduli dengan status dan keadaanya saat ini. “Mas Daru,” ujar Dira serak. “Kamu mau—” “Aku nggak bisa,” potong Dira. “Kenapa?” “Aku ini udah nggak gadis lagi,” jawab Dira, “Aku ini udah kotor, aku ini wanita hina!” “Aku bisa terima apapun keadaan kamu.” “Aku sudah punya anak,” ujar Dira. “Dan aku sangat mencintai anak kamu,” balas Daru. “Aku ini single parent!” tegas Dira. “Aku nggak perduli Dir sama stastus kamu itu!” sahut Daru keras. “Dan, aku ini nggak bisa hamil lagi!” akhirnya tangisan Dira pecah. Kenyataan begitu pahit, ya setelah kematian kedua orang tua dan kehancuran masa depanya sebuah kenyataan pahit vonis dari dokter karena eklamsia yang ia alami saat melahirkan Rana dulu akan membuatnya kesulitan memiliki anak lagi setelah melahirkan Rana karena kondisi rahimnya mengalami penipisan dinding rahim sehingga kemungkinan keguguran lebih besar di tambah operasi sesar yang ia lakukan dulu menambah banyak daftar ‘warning’ untuk memiliki anak lagi. Daru langsung mendekap Dira dalam pelukanya, jari jemarinya mulai menelusiri sela-sela rambut hitam Dira yang tergerai. “Dan aku nggak pernah perduli tentang hal itu. Ada atau tidak seorang anak di keluarga kita kelak, aku sudah bahagia memiliki Rana sebagai anakku. Kita bisa berobat ke Singapur, Jerman kemana pun aku percaya walau kondisi dinding rahimmu yang berbeda dengan wanita lain kamu masih bisa hamil lagi. Itu hanya diagnosa dokter! Dan aku nggak perduli tetang semua itu, Dir! Yang aku perduli aku cuman cinta sama kamu dan aku ingin menghabiskan sisa waktu hidupku bersamamu sampai rambut kita berdua sama-sama memutih dan kita berdua sama-sama tak bisa berbicara lagi.” “Mas Daru....” Daru melepaskan dekapannya, kotak yang berisikan cincin dengan berlian itu pun kembali di masukan kedalam saku celananya. Dan kini ia mulai renguh wajah Dira bagaikan sebuah kaca yang begitu rapuh. “Aku cinta sama kamu, Dir. Aku nggak tahu lagi sampai kapan aku terus-terusan menyembunyikan perasaanku sama kamu.” “Kenapa harus aku?” tanya Dira histeris, “Aku ini-.” “Cinta itu gak butuh alasan, Dira!” Sela Daru. Dira membeku seketika. Apa sebaiknya ia menyerah dengan takdir? Apa hidup bersama Daru akan membuatnya mendapatkan sebuah kebahagiaan yang ia inginkan? Tapi, Raka... iya Raka masih ada dalam hatinya saat ini. sehebat-hebatnya Dira berusaha membenci Raka tetapi kenyataan Raka masih ada di hatinya itu tak bisa ia pungkiri. “Dira?” “Ya, Mas?” Desah napas Daru benar-benar menyapu wajah Dira saat ini. aroma parfum musk yang Daru kenakan begitu tercium dan lagi-lagi, setiap kali aroma musk milik Daru tercium rasa tenang dan nyaman menghampiri Dira. Apa mungkin pria sebaik dan sesempurna Daru ia abaikan? “Boleh, aku cium kamu?” tanya Daru malu-malu. Dira tertawa mengejek. “Apa kamu nggak pernah ciuman selama—” Tanpa seizin Dira, Daru pun mengecup bibir Dira dengan cepat. Dira tak melawan sama sekali serangan dari Daru yang tiba-tiba itu. awalnya Daru melakukanya sangat lembut dan perlahan namun, semakin lama permainan mereka justru menimbulkan sebuah desahan dari mulut Dira dan terdengar napas Daru semakin memburu saat ini. Lagi-lagi... sama seperti kejadian tempo hari. Desis aneh di dalam tubuhnya berkerja. Apa Dira jatuh cinta dengan Daru? Setelah puas dengan perlakuannya dengan Dira, Daru melepas tautan bibir mereka berdua. Terlihat rona merah muda di kedua pipi chubby Dira terlihat semakin jelas. “Beri aku kesempatan, Dir. Aku akan buktikan... aku bukan seperti si pria b******k yang tega menghancurkan masa depanmu dulu!” ujar Daru lantang. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN