bc

Suami Cadangan Part II (The Regret)

book_age18+
1.5K
IKUTI
19.8K
BACA
billionaire
possessive
second chance
playboy
CEO
bxb
office/work place
betrayal
affair
sacrifice
like
intro-logo
Uraian

Bagaimana perasaan seorang istri, yang ketika hamil di tinggalkan suaminya?! Di masa kehamilan anak pertama yang membutuhkan figure suami yang selalu ada di sampingnya, mendampingnya, mendapatkan perhatian khusus, dan juga kasih sayang yang begitu besar menghadapi masa-masa kehamilan buah hati tercintanya itu. Melanie tidak mendapatkan itu dari suaminya tercintanya, Revano Wiliam. Bahkan di saat melahirkan pun, Melanie hanya di temani oleh Javier Abraham yang menjadi sosok ‘Daddy Cadangan’

Lima tahun sudah Melanie menjani sebagai ibu tunggal, membesarkan putra dan putrinya. Melanie kembali di pertemukan dengan Revano yang mengganti nama menjadi Alverno Stone, Ceo Playboy se-Amerika. Sudah lima tahun diabaikan, Melanie harus menanggung rasa sakit akan keras kepalanya Revano yang memberikan surat perceraian, atas kesalah pahaman.

“Rev, dengarlah dulu penjelasaanku. Aku tidak seperti itu, bahkan aku dan Javier sama sekali tidak bertunangan. Dia hanya melamarkaku dan mengajakku menikah. Tetapi di sini aku sama sekali belum memberikan jawaban padanya. Rev, aku mohon berikan aku kepercayaan. Aku tidak mencintai Javier, karena aku hanya mencintaimu, Rev. Meskipun kau akan mengganti nama dengan orang lain pun. Aku tetap mencintaimu, Revano!”

“Kalau kau mencintaiku, maka kau tidak akan menghiantaiku seperti ini! Kau selalu bersamanya dan kau pun bahagia dengannya, apa lagi? Kau tidak membutuhkan cintaku lagi, Mel. Yang kau butuhkan mungkin surat perceraian kita!”

chap-preview
Pratinjau gratis
Sebuah Mimpi Yang Sama
“Ssssshhhh… terus Han…” lirih suara merdu wanita cantik yang duduk di pangkuan pria kekar yang menyelusuri leher jenjangnya. Pria itu menyesap secara kasar dan memberikan tanda kepemilikan di leher wanita cantik yang memakai dress ketat berwarna merah. Drtt... Drtt... Angela calling… “Ahhhhh… Han… bukalah, kedua benda kenyal ku ini merindukan pemiliknya,” lirihnya, kedua matanya meredup menikmati tangan kekar itu yang terus bermain di satu benda kenyal dan satu lagi meremas pantatnya dengan erat. “Sssshhh aaahhhh, Han…” Pria itu itu memukul p****t besar si wanita hingga wanita cantik yang terus menggesakan intinya pada adiknya yang masih sama-sama terhalang oleh kain. Plak! Suara pukulan tanganya yang menerpa pantatnya “Ohh god! Lagi Han…” geram si wanita kedua tangannya mengalung di leher si pria. Drttt… Drtt… Angela calling… “Bisakah kau pelankan suaramu, Bri? Aku tidak mau para karyawanku mendengar suara desahanmu!” keluhnya. Ia pun menghentikan kegiatanya. Wanita cantik bernama Briana mengulum senyum, ia mendekat bibir seksi itu dan— “Why?” tanya Briana mendelik. Ia melihat pria itu memalingkan wajahnya. Menghindar bibirnya untuk mendarat, melumat bibir seksi pria tampan bertubuh kekar tersebut. “Ayolah Al, please. Kau biasa memanjakan tubuhku dengan bibir dan juga kedua tanganmu ini. Aku begitu sangat dan sangat merindukan Big Guys mu ini,” gumam Briana seraya menyentuh adik pria bernama Alverno Stone yang kerap di sapa Al itu. Alverno hanya diam, dengan menghembuskan napas panjang. Briana yang duduk di atas pangkuan Al pun mendelik saat memegang adiknya yang sama sekali tidak bangun. “Kenapa Big Guys mu? Biasanya selalu terbangun dan mengeras?” keluh Briana. “Aku sedang tidak berselera!” ujarnya sembari mengangkat pinggul Briana yan berada di pangkuannya untuk duduk di sampingnya. Briana mendengus lirih, bagaimana pria itu biasa mengatakan tidak berselera. Padahal baru saja Briana mendapatkan sentuhan hangat dari bibir seksi Alverno yang menerpa leher jenjangnya. Apa lagi tangan kekar itu meremas bukit kembar dan juga pantatnya yang padat dan berisi tersebut. Briana masih heran dengan Alverno, bahkan Briana bingung karena Big Guys Alverno sama sekali tidak bangun. ‘Ya Tuhan, apa kekasihku impotent?’ batin Briana. “Han, kenapa kau berubah seperti ini? Dan kenapa Big Guys mu ini sama sekali tidak bangun?” tanya Briana menatap penuh menyelidik. “Apa sepagi ini kau sudah bermain dengan bicth di luar sana? Sehingga Big Guys mu ini tidak bangun dengan sentuhanku?” seru Briana, ia merasa tidak terima kalau kekasihnya sering bermain dengan b***h di luar sana. Apa lagi Alverno si Ceo playboy ini begitu kerap kali bercinta dengan wanita lain. Alverno kembali menghembuskan napas panjang. “Sebaiknya kamu pergi dari ruanganku. Aku akan melanjutkan pekerjaanku yang tertunda itu,” jawabnya, seraya wajah tampannya itu menujukan ke arah meja kerjanya dengan tumpukan beberapa dokumen yang harus di selesaikan. “Kau selalu begitu Han, bahkan sudah beberapa minggu ini kamu tidak pernah memberikanku kehangatan!” keluhnya, bibir yang di poles lipstick merah merona pun mengerucut. “Pergilah shoping atau kemana yang kau inginkan. Aku benar-benar banyak pekerjaan!” Alverno memberikan kartu kriditnya untuk wanita itu pergi shoping. “Hannn….” serunya. Alverno bangun dari duduknya, merapihkan pakaiannya dan mengambil tas branded Briana. Tangan kekar itu menarik lengan Briana untuk bangun dan pergi dari ruangannya. “Lepasin Al, kenapa kau menyuruhku keluar dari ruanganmu ini?” Briana meronta. Tidak terima. Apa lagi Alverno menariknya seperti anak kucing dan menghempaskan tubuhnya di luar pintu ruangannnya. “Aku akan menghubungimu kalau aku sedang membutuhkanmu dan saat ini aku sedang tidak membutuhkanmu! Please pergilah!” Briana tersenyum kecut. Kedua matanya menatap tajam, pria itu memang selalu seperti ini. “Janji kau akan menghubungiku?” goda Briana. “Ya…” “Baiklah aku akan menunggumu, jangan bohong yah Han?” tanya Briana manja. Alverno mengangguk cepat agar w************n itu lekas pergi dari hadapannya. “Huffftthh!” serunya membuang napas kasar, ia kembali masuk ke dalam ruannganya setelah Briana pergi jauh dari hadapannya. Al pun berjalan menghampiri kursi kerajaanya dan menyandarkan punggungnya ke sadaran kursi. Ia menengadahkan kepalanya ke atas sembari mijat keningnya yang terasa pusing. Lima menit kemudian… “Babe…” sapanya, masuk ke dalam ruangannya. Wanita cantik dengan lipstick berwarna pink muda itu mengulum senyum melihat pria yang di cintai itu ada di ruanganya. Mendengar panggilan dari wanita lain, ia hanya bisa menghela napas pajang sembari kedua matanya terbuka dan melihat sosok wanita cantik nan seksi berjalan menghampirinya. Cup! Suara kecupan yang menerpa pipi lembut pria bermata hitam dengan bekas lipstick berwarna pink muda tersebut melukis jelas bentuk bibir di pipinya. “Kenapa kau kemari, Kel?” “Apa aku tidak boleh datang ke sini Babe?” tanya Kelly balik. Alverno hanya diam menatap dengan helaa napas panjang. “Ayolah Babe! Kau sudah lama tidak menemuiku, aku merindukanmu!” gumamnya. “Aku sibuk hari ini bisakah kau turun dari pangkuanku? Aku harus bekerja.” “Kau tidak usah bekerja seharian pun, perusahanmu tidak akan bangkrut! Ayolah, aku ingin mengajakmu ke sesuatu tem—“ “Aaaaalllll!” pekiknya. “Angelaaa…” gumam Alverno terkejut. “Bagus ya, kau tidak menjawab panggilan telephone ku, ternyata kau di sini sedang asik-asik dengan w************n ini!” kelakarnya. Nafas Angela memburu dengan d**a yang naik turun. Bagaimana Angela tidak kesal dengan Ceo playboy yang saat ini sudah berstatus tunangannya, tetapi masih saja bermain dengan banyak w************n di luaran sana. “Pergi kau, atau aku akan menjambak rambutmu dan membuatmu lebam di sekujur tubuhmu!” Kelly mendengus kesal, ia turun dari pangkuan Alverno yang terlihat santai duduk menatap kedua wanita tersebut. “Kali ini kau menang Angela, lain kali Alverno hanya akan menjadi miliku seorang!” “Cih! Dalam mimpi!” decak Angela, lirik Angela tajam menatap dengan tatapan sengit pada Kelly salah satu w************n tunangannya itu. Alverno kembali memijit keningnya, “Kenapa kau memijit keningmu seperti itu, hah? Apa kau pusing karena sudah tertangkap basah! Bahkan tadinya aku ingin sekali mencekik w************n yang sudah pertama kali datang ke ruanganmu ini! Apa kau sudah bermain dengan w************n itu, hah?” seru Angela menghampiri Alverno yang mamasang wajah santai. Alverno menarik lengan kecil Angela hingga mendaratkan pantatnya di atas pangkuan Alverno. “Maafkan aku sayang, sepagi ini aku tidak bercinta dengan Briana atau pun Kelly,” ucap Alverno menjelaskan. “Cih! Masih saja kau mengelak! Ini apa hah?” tanya Angela menujukan bekas lipstick berwarna pink yang berada di pipi tunanganya itu!” “Kelly hanya mencium pipiku saja, sayang. Jangan ngambek begitu, kamu kalau ngambek dan marah-marah seperti ini kau menjadi sangat seksi sekali, aku jadi ingin menghajarmu di atas tempat tidur, atas meja kerjaku ini!” bujuk Alverno dengan tangan yang menyentuh meja. “Cih! Kau merayukku? Al, aku lelah dengan semua ini. Apa aku harus akhiri saja pertunangan kita?” *** “Huuh… huuhh… huuuhh…” deru nafas terdengar memburu. “Ya Tuhan aku harus pergi ke mana? Kenapa jalan ini semua sama?” tanyanya. Ia kembali lagi melangkah mencari jalan keluar dari labirin yang begitu luas dan sejak tadi ia berputar-putra di area yang sama. Pria bermata hitam itu kembali berlari mencari jalan keluar untuk dirinya pulang hingga ia berteriak kencang dan meminta pertolongan untuk mengeluarkan dirinya dari tempat asing yang sedang ia injak ini. “Percumah, sepertinya tidak ada orang yang mendengar aku meminta tolong,” gumamnya sembari menghempaskan tubuhnya ke rurumputan dan jatuh ke bawa rumput hijau dengan punggung yang menyandar. Pria bermata biru itu diam, sembari menangis. Ia pasrah akan nasibnya yang terjebak di labirin ini. “Ya Tuhan tolong aku,” batinnya. Ia memejamkan kedua matanya, dengan hembusan napas panjang. Namun ia kembali membuka setelah telinganya mendengar suara tawa yang terdengar merdu yang entah datang dari mana. Pria itu pun kembali bangun dari duduknya dan menyelusuri suara yang seakan menuntun dirinya ke jalan tempat di mana suara itu berada. Ia perlahan berjalan menuju suara tersebut, semakin ia melangkah suara itu terderngar dekat dan pada akhirnya langkah kakinya kini berada di sebuah hamparan taman hijau yang begitu luas dengan sebuah pohon yang lebar dengan daun yang rindang. Ia kembali berjalan, mendekat pada seorang wanita yang berambut panjang tengah memunggunginya dan di sana terdapat dua anak kecil yang berlarian bermain kejar-kejaran di depannya. Kedua anak kecil laki-laki dan perempuan itu memutuari pohon besar itu dengan tawa dan senyuman bahagia yang riang dengan keduanya saling melontarkan panggilan namanya. “Ini seperti yang sudah—“ Ia terdiam, kedua matanya terbuka lebar. Ia teringat, dengan tempat yang sama yang sering ia jumpai. Di mana ada dua anak kecil dan juga wanita yang selalu memungguinya yang entah mereka itu siapa. Brug! “Haaaaaahhhh,” suara tangis gadis kecil itu yang terjatuh saat berlari kejar-kejaran bersama dengan anak kecil yang berwajah tampan. “Kamu tidak apa-apah kan nak?” tanyanya, sembari membantu anak perempuan kecil itu bangun. “Tidak apa-apa papa. Apa kau mau ikut bermain dengan kami?” tanya si anak kecil itu yang tersenyum lebar padanya. Anak perempuan itu menarik tangannya untuk membawanya bermain bersama dengan saudaranya laki-laki. Tetapi saat mendekat, anak laki-laki tersebut memperlihatkan wajah tidak suka dengan menatap tajam. “Kita bermain dengan ayah, Ka…” seru anak perempuan. “Tidak! Aku tidak mau bermain dengan pria itu! Aku tidak akan bermain denganmu kalau kamu mengajak pria itu bermain,” jawab si anak laki-laki dengan tegas. Pria itu berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan anak perempuan yang cantik dengan rambut berkepang. “Sudah tidak apa nak, aku tidak akan mengangguk kalian bermain. Sana, kamu pergi bermain dengan kakamu. Biar aku melihatmu dari sini,” bujuknya. Namun lagi-lagi anak perempuan itu menggeleng tidak mau dan mengenggam tangan kekar itu dengan kencang. Anak laki-laki itu pun berlarian ke arah wanita yang tengah duduk di bawah pohon membelakanginya. “Mi… Dia tidak mau bermain denganku, Dia ingin membawa pria itu untuk bermain dengan kita,” adu si anak laki-laki itu pada wanita yang duduk di sana itu adalah ibu dari kedua anak tersebut. “Sayang, kamu gak boleh seperti itu. Bermainlah bersama-sama yah, kalau banyak yang ikut bermain kan jadi asik dan rame,” bujuk si wanita. “Tidak Mih! Pria itu jahat! Kaka gak mau main bersama dengan pria itu!” gerutunya. “Ya sudah kalau begitu. Dia anak mami sayang yang cantik. Kakamu ingin bermain denganmu, bisakah Dia meninggalkan pria yang di maksud kakamu?” tanyanya, wanita itu masih saja belum merubah posisinya dan masih sibuk dengan kegiatanya yang tengah membuka helai demi helai buku yang tengah i baca. “Mih… Dia juga ingin bermain dengan papa, Mih!” “Papa?” gumamnya. Wanita itu pun bangun dari duduknya, ia membalikan tubuhnya dan keduanya dengan kedua mata yang membelalak melihat siapa pria yang di maksud oleh putri kecilnya itu. Keduanya saling bersitatap dengan sama-sama terkejut saat bertemu. Anak laki-laki yang di panggil Kaka pun menggenggam tangan maminya dengan erat sembari melihat pria di samping adiknya. Putri cantik kecil itu sama, mencebikkan bibirnya menatap Kakanya yang tidak mau bermain dengan papa nya. “Mel…” lirihnya, kedua matanya basah. “Mell…” “Melanie…. kau kah itu… Mel?” serunya. Pria paruh baya itu pun itu berlarian ketika mendengar suara bising di ruangan atas. Ia pun menghampiri salah satu kamar dan membuka kamar yang selalu gelap. Pria tua itu duduk di tepi tempat tidur cucunya yang tengah meminggau memanggil nama sesorang wanita. “Nak…. Bangun nak…” pintanya, sembari menggoyan-goyangkan tubuh kekarnya itu. “Melll…. Siapa mereka?” “Nak… nak… nak…” serunya kembali menggoyangkan tubuh pria itu dengan keras. “Melanieeeeeee….” Seru nya dengan tubuh yang langsung terbangun dan duduk. “Huuhhh… huuuhhh…. Huuhhh….” Deru nafasnya terdengar terpenggal-penggal bersamaan dengan gadis cantik itu memberikan segelas air putih pada kakanya. “Di minum dulu nak? Kamu bermimpi buruk lagi?” tanyanya. Pria itu pun mengangguk pelan sembari menegus air putih yang kakenya berikan. “Makasih ke, maafkan aku yang selalu menganggu tidur kake,” ucapnya sembari menundukan pandangannya. Pria tua itu tersenyum hangat. “Tidak apa nak, istirahatlah kembali. kamu pasti lelah kan?” Pria tua itu mengusap kembut bahunya dan meninggalkan kamarnya seorang diri. Ia pun kembali meneguk air putih itu dan bangun dari duduknya untuk berjalan mendekat meja kerjanya. Di simpannya gelas kaca itu di meja tersebut sembari ia mengambil ponsel milknya. Awalnya ia hanya ingin membuka gallery dan melihat wajah wanita yang sangat ia cintai itu. Namun, setelah di usap layar persegi itu, menujukan beberapa pesan dari seseorang yang di mana orang itu pasti selalu tahu kalau ia terbangun dari mimpi buruknya yang selalu sama. New Message Pria Iblis ‘Dude…’ ‘Apa kau terbangu tengah malam seperti ini karena mimpi buruk?’ Pria yang tidak lain Revano hanya menghembuskan napas panjang nan terasa berat itu. Entah kenapa semenjak Revano pergi meninggalkan negri singa itu, ia selalu bermimpi yang sama. Perasaan ia baru berada di kota besar ini sembilan bulan lamanya. Tetapi kenapa Revano selalu memimpikan Melanie dengan dua anak kecil itu? Revano mengetik untuk membalas pesan dari pria iblis yang entah sedang berada di mana. Drt!!! Pria munafik ‘Apa kau cenayang? Yang selalu tahu kalau aku terbangun di jam seperti ini dengan mimpi buruk?’ ‘Mimip yang selalu datang yang seolah diulang-ulang itu?’ Pria Iblis di seberang sana pun tersenyum kecil. ‘Hahahahha…’ ‘Mungkin saja!’ Revano mendengus kesal, ia menghempaskan tubuhnya di single sofa yang menghadap sebuah jendela besar. Drrrt! 'Apa sekarang gelarmu sudah turunkah?’ ‘Dari malaikat penyambut nyawa dan pria iblis kini menjadi seorang peri imut kah?’ Ting! ‘Maybe,’ jawab Adam. Revano terdiam sejenak, kembali menatap layar dengan bunyi notifikasi ponselnya. Ting! ‘Tidak kah kau kembali sejenak untuk melihatnya, Rev?’ ‘Barangkali mimpimu itu benar! kalau kedua malaikat kecil itu adalah anakmu.’ ‘Feelingku teramat kuat kali ini, akan hal itu.’ Revano mendengus lirih, dan mengelak. Tidak mungkin! Drt! Pria munafik ‘Tidak mungkin, Dam. Melanie tidak bisa memberikan aku anak. Dia mandul!’ ‘Apakah kau saat ini sedang menjadi peri imut yang selalu tau dunia ku dan dunianya?’ ‘Bahkan aku pun tidak yakin dengan mimpiku itu.’ ‘Itu hanya sebuah mimpi saja!’ Adam mendengus kesal, Revano memang keras kepala bahkan Adam kesal sendiri kalau sudah menyangkut Revano. Ting! Pria iblis ‘Ayo lah dude. Kali ini saja.’ ‘Kau berdamai dengan hatimu.’ ‘Kau terlalu amat yakin, kalau Melanie akan bahagia dengan pria b******n itu!’ ‘Apa kau saat ini sudah move on denganya dude?’ ‘Dan menerima Angela sebagai penggantinya?' Revano terdiam sejenak, hatinya tidak mungkin secapat itu menerima wanita lain yang datang. Bahkan bayanga-bayang wajah Melanie selalu menganggu dirinya di setiap harinya. Pria munafik New Message ‘Tidak! Aku tidak mungkin menerima Angela. Pertunangan itu sudah berangusr lama. Aku masih mengharapkanya!’ ‘Aku sudah melihat Melanie yang saat ini sudah bahagia dengan pria b******n itu!’ ‘Jadi sudahlah!’ Revano jelas bisa berbicara seperti itu pada Adam, karena saat ini ia sedang menatap beberapa foto Melanie yang tengah tersenyum dengan pria b******n itu. Revano yakin saat ini Melanie sudah bahagia bersama dengan Suami Pertamanya. Ia tidak harus mengusik kehidupan wanita yang ia cintai itu. Ting! Pria iblis New Message ‘Baiklah, kalau kau bersikeras seperti itu.’ ‘Oh ya, untuk sementara waktu aku kan menghilang untuk beberapa minggu ke depan dude!’ ‘Jadi kau Jangan merindukan aku.’ Pria munafik is typing…. ‘Cih! Tidak akan!’ ‘Tidak bisakah hidupmu tenang dan tidak membunuh orang lagi?’ Pria iblis typing… ‘Hay dude, aku bukan seorang pembunuh kali ini!’ ‘Bukannya kau tau selama ini dengan hari-hariku yang selalu menikmati hidup dengan berlibur?’ ‘Aku pergi karena Andi sudah mengetahuiku keberadaanku! Dia mengejarku untuk mendapatkan informasi tentangmu.’ ‘Maka aku akan menjauh. Salam kan pada pria tua itu jika aku merindukanya.’ Revano meletakan kembali ponselnya, tanpa membalas pesan dari Adam. Ia menyadarkan punggungnya ke single sofa dengan kedua kakinya yang ia angkat dan ia taruh di atas meja kerjanya sembari kedua matanya terpejam dengan wajah yang menengadah ke atas. ‘Bukannya aku sudah mengikhlaskanmu sayang? Tetapi kenapa bayangan wajahmu selalu menghantuiku. Tidak di setiap harinya tetapi kamu pun selalu datang di mimpiku dengan kedua anak kecil,’ gumam Revano. ‘Apa dugaanku benar, kamu hamil?’ tanyanya dalam hati. Di seberang sana, beberapa orang yang berada di ruangan tunggu itu tersenyum bahagia saat mendengar tangisan suara bayi yang menggema di ruangan sampingnya atas kelahiran anak kembar Melanie. Semua oran yang berada di samping urangan itu pun memanjatkan syukur atas kelahiran cucu tercintanya yang terlahir ke dunia. Semua orang pun saling berpelukan penuh bahagia dengan Andi yang begitu senang atas kelahiran cucu pertamanya memeluk Riana yang sama-sama keduanya itu tidak tersadar. Air mata kepedihan selama sembilan bulan Melanie mengandung tanpa adanya Suami Cadanganya itu pun kini berbalik dengan tangisan penuh bahagia. Buah hati tercintanya dari Suami Cadanganya itu pun terlahir ke dunia dengan selamat dan sehat. “Ssssstt sudah jangan menangis terus, sayang. Anakmu sudah terlahir dan mereka sehat-sehat,” bujuk Javier. Melanie menyusut air matanya yang tak henti berderai, setelah diingat kembali yang tadinya tangisan kebahagian kini berubah menjadi tangisan kesedihan karena ia melahirkan tidak di dampingin dengan pria yang dicintainya. Ya, tidak ada Revano yang ada di sampingnya, melahirkan buah hatinya bersama-sama ke dunia. ‘Rev, anak kita sudah terlahir dengan selamat dan sehat. Apa kah kamu masih egois tidak mau kembali padaku dan melihat putra dan putri kita?’ tanya Melanie dalam hati sembari memeluk kedua putra dan putrinya yang berada di dadanya menangis. Javier merangkul, mengecup kening Melanie erat. Ia pun ikut menangis bahagia saat melihat betapa sakitnya pengorbanan seorang ibu yang berjuang sendiri melahirkan anak-anaknya dengan bertaruh nyawa. Seakan saat ini ia menyesal telah melukai hati wanita. “Aku tahu kamu kesedihanmu tidak ada Revano di sampingmu, tetapi kamu harus bahagia tidak boleh sedih lagi untuk kedua anak-anakmu,” ungkap Javier menghampus air mata Melanie yang berjatuhan. Melanie mengangguk pelan, ia pun tersenyum parau dengan hati tetap saja masih sakit akan tidak ada Revano selama ia menjalani kehamilan hingga melahirkan. *** “Ya Tuhan lucu sekali meraka?” gumam Marsha menangis melihat bayi kembar sahabat kecilnya itu. Marsha mengeratkan pelukannya pada Chang dengan tatapan haru ingin kembali memiliki anak. “Welcome baby boy and girl,” sambut Riana penuh bahagia berdiri di kaca besar ruangan bayi yang memperlihatkan bayi kembar Melanie. “Cucuku yang tampan dan cantik, Yeye,” batin Andi, mengusap air matanya yang jatuh saking bahagianya menjadi kake. Semua orang kembali berbondong-bodong menunggu di dalam kamar vvip Melanie saat suster membawa kedua bayi kembar itu untuk ke di pindahkan ke ruangan vvip bersamaan dengan Melanie yang baru saja di bersihkan dan Javier menggendongnya untuk mendudukan Melanie di kursi roda. “Terima kasih, Jav.” “Jangan berkata terima kasih terus, karena sekarang kamu dan kedua anak kembar itu menjadi tanggung jawabku,” gumam Javier, seraya mendorong kursi roda yang Melanie duduki menuju ruangan inapnya. Suster membukakan ruangan vvip tersebut bersamaan dengan semua orang menyambut bahagia di ruangan yang sudah di sulap menjadi indah bersamaan dengan tulisan besar dan banyaknya balon-balon cantik yang menghiasi ruangan luas itu dan tidak luput dengan banyaknya hadiah untuk kelahiran anak kembar, Melanie. "Welcome to my Babby Twins.” Bunda dan ayah Marsha menyambut penuh hangat, sahabat Andi itu begitu senang menghampiri Melanie. Kedua orang tua Marsha mengucapkan selama, dan mencium kening Melanie. Di belakang sana pun langsung di sambut Andi yang mendekat, memeluk putri tercintanya sembari anak dan ayah itu menangis di pelukan merasakan betapa ketegaran putrinya yang melahirkan tanpa adanya Revanod di sampingnya. “Selamat yah Mel, akhirnya keponakanku lahir dengan selama dan sehat. Ya Tuhan begitu tampan dan cantik sekali putra dan putrimu, Mel,” seru Riana tak kala senang memeluk Melanie setelah bergantian dengan Andi yang kini menghampiri kedua cucu kembarnya. “Amin, makasih yah Nai-nai,” gumam Melanie tersenyum mengejek pada Riana. Riana melotot, “Sejak kapan gue jadi Emak loe!” seru Riana mulai ngegas. Melanie terkekeh, menatap reaksi Riana yang terlihat kesal padanya. Javier pun menggendong Melanie dan mendudukan di atas ranjang rumah sakit. “Terima kasih, Jav.” “Hai aku sudah mengingatkan akan hal itu, Mel!” “Sudah sana, sebaiknya kau lihat anakmu itu gih,” sela Riana menarik Javier dengan Riana duduk di samping Melanie. “Lagian ya Mel, gue gak suka pacaran sama kake-kake seperti bokap loe!” bisik Riana pelan di telinga Melanie yang kembali tertawa kecil, ia tidak bisa tertawa terbahak-bahak mengingat perutnya masih sakit. “Jangan kau lihat dari umurnya Rie, wajahnya masih tampan. Sama sekali kake itu tidak terlihat ada kerutan di wajah dan rambutnya pun masih hitam pekat. Meski umurnya sudah setengah abad, tetapi fisiknya masih terlihat muda.” Riana mencebikkan bibirnya kesal mendengar siraman rohani di malam hari. “Apa kamu tidak mau mencoba dengan pria tua kaya itu? Sugar daddy Rie! Jadi loe gak harus hidup ngirit, karena aku yakin sugar daddy itu akan membuatmu senang dan tentunya bergerlimang harta!” oceh Melanie lagi dengan candaan. “Sinting loe! Loe gak salah mau jodohin gue sama bokap loe Mel?! Kagak mikir banget apa? Umur gue sama umur bokap loe itu sangat jauh banget?! Pantasnya gue jadi anaknya, bukan jadi Emak loe!” bisik Riana lagi dengan pelan. Kedua matanya menatap ke kenana takut pria tua itu mendengarnya. Melanie tertawa kecil. “Amit-amit deh jangan Mel. Gue lagi gak cari sugar daddy!” gerutunya memperlihatkan wajah kesalnya pada Melanie. “Loe jangan lihat bokap gue yang umurnya sudah setengah abad itu Riana! Karena gue yakin bokap gue masih hot di ranjang. Apa loe mau tester gak?” canda Melanie. “Najis amat! Loe bener-bener gila Mel. Sudah-sudah aahh, gue bisa sama gilanya sama loe kalau sudah ngomongin kaya beginih,” omel Riana. Melanie ketawa geli melihat ekpresi wajah Riana yang berubah kesal itu. “Jangan melihat usiaku yang sudah tua, kau belum merasakan aksi ranjangku, mamah muda…” bisik Andi di samping Riana, membuat Riana membelalakan kedua matanya dan langsung menjauh pergi dari hadapan ayah dan anak yang sama gilanya itu. Andi pun tertawa geli melihat aksi Riana, gadis itu memang sudah membuatnya jatuh hati. “Sepertinya papah tidak akan bisa menaklukan perawan tua itu! Dia sangat tidak suka dengan Sugar Daddy sepertimu!” ujar Melanie menatap papa nya yang tersenyum lebar. “Apa kamu meragukan papamu ini nak?” tanya Andi tersenyum pada putrinya dan tidak lama Andi pun ikut bergabung kembali dengan yang lain masih betah melihat cucu nya yang berada di box bayi. Chang tersenyum sekilas, ia mendekat ranjang Melanie yang tengah menatap semua orang yang bahagia dengan kelahiran anak kembarnya. Chang duduk di tepi ranjang rumah sakit itu dengan mengenggam tangan Melanie yang membuat Melanie tersentak karena terkejut. “Chang…” lirihnya. Chang tersenyum mengecup punggung tangannya. “Selamat yah sayang, kamu sudah melahirkan putra dan putriku. Aku sangat bahagia sekali,” gumam Chang. Melanie mendengus lirih, pria itu meski sudah menjadi mantan suami dan juga sudah menjadi istri dari sahabatnya. Chang masih saja selalu bersikap seperti ini padanya. “Dasar pria bodoh! Apa kau tidak tahu malu mengatakan hal itu padaku di mana ada kedua orang tua Marsha?” tanya Melanie kesal. Chang terlihat santai tanpa memusingkan lirikan mata tajam dari Louise di samping sana. “Aku tidak peduli, sayang. Aku tidak mencintainya, karena yang aku cintai hanya kamu!” “Sudahlah, aku lelah. Bisakah kau ambilkan aku minum, aku haus,” pinta Melanie yang dianggukan oleh Chang. "Kenapa kamu tidak menikah dengan Javier saja, Mel?" .

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

BELENGGU

read
65.1K
bc

Hasrat Istri simpanan

read
9.1K
bc

After That Night

read
9.5K
bc

Revenge

read
18.4K
bc

The CEO's Little Wife

read
630.4K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
55.9K
bc

Istri Lumpuh Sang CEO

read
3.7K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook