“KAU??!!!”
Dave berteriak murka melihat seorang gadis yang sedang duduk di sofa ruangannya bersama Abby. Gadis kecil barbar bermata biru yang telah membuatnya naik darah dua kali! Langkahnya berderap mendekati gadis kecil yang menatapnya dengan ketakutan itu. Senyum kemenangan tercetak di bibir Dave. Kau tidak akan bisa lari lagi, little bunny!
“Apa yang kau lakukan di kantorku, gadis barbar?” Tanyanya sambil menatap gadis itu dengan penuh intimidasi.
“Kan...kantormu?” Cicitnya penuh kekagetan.
Mata Dave turun melihat baju yang dikenakan gadis itu. Whaatt?? Gadis ini bekerja disini??
“Siapa yang berani menerimamu bekerja di sini tanpa seijinku?”
“A...aku...ngg...saya...ngg...”
“Kak...”
Telapak tangan Dave terangkat, memandakan ia tak ingin mendengar apapun dari mulut Abigail. “Katakan padaku siapa yang berani menerimamu di sini?” Ulangnya lagi masih dengan pandangan penuh intimidasi. Dave menatap si mata biru itu lekat-lekat. Gadis itu terus menunduk memainkan ujung bajunya.
“Dave, aku... Ada apa ini?”
Ketiga orang itu menoleh pada asal suara.
“Rae! Apa yang kau lakukan di sini?” Tanya Jamie kaget.
Alis Dave mengerut. Rae? Tampaknya ia pernah mendengar nama itu.
Gadis bernama Rae itu bangkit dari duduknya dan menghampiri Jamie. “Ja...ah, Sir, saya...saya minta maaf. Saya akan melanjutkan pekerjaan saya,” Rae pamit pada mereka.
“Rae! Jangan lupa janji kita!” Ujar Abby sebelum gadis itu keluar. Gadis itu menoleh dan tersenyum manis pada Abby.
Dave tertegun melihatnya. Cantik. s**t! What does he think??
“Jadi kenapa gadis itu bisa bekerja di sini, Jamie?” Tanyanya seraya mengalihkan pikirannya dari senyum gadis barbar itu.
“Apa kau mengenalnya?” Jamie balas bertanya. Rasa penasaran tergambar jelas di matanya.
“Aku? Mengenal gadis menyebalkan itu? No!”
“Kau bilang tidak mengenalnya, tetapi kau bisa bilang dia gadis menyebalkan.” Mata Jamie menatap curiga dibalik kacamata yang ia kenakan.
Dave melonggarkan dasinya dan duduk di samping Abby yang tersenyum-senyum menatapnya. “Hentikan senyummu itu, Baby kitty!”
Abby mendelik dan mencubit pinggangnya membuatnya mengaduh. Lalu matanya beralih pada Jamie yang juga menatapnya sambil tersenyum-senyum.
“Kau yang menerima gadis itu?”
Jamie mengangguk. “Kau sendiri yang bilang terserah aku, yang penting sesuai standarmu. Dan Rae memenuhi semua itu.”
“Whaat?? Dia yang membersihkan ruanganku??” Pekik Dave sambil melihat sekeliling ruangannya.
Semua tampak baik-baik saja. Ia berdiri meneliti meja kerjanya. Matanya mencari setitik debu yang bisa menjadikan alasan untuk memecat gadis barbar itu. But he found nothing! Gadis itu sangat rapi dalam bekerja. Semua tampak sempurna.
“Sudah selesai menganalisis, Dave? Semua sempurna kan?”
Dave mengangkat bahu seolah tidak peduli. “Jadi apa tujuanmu ke sini, Jamie?”
Jamie tersenyum. “Aku hanya ingin bilang, aku akan makan siang di luar. Kau mau ikut?”
“Kau mau ikut, Sayang?” Tanya Dave pada Abby yang diikuti gelengan kepala Abby. Jamie tersenyum dan pamit pada mereka berdua.
“Jadi Rae adalah gadis fast food-mu?” Tanya Abby setelah Jamie keluar dari sana.
Dave merengut dan duduk di sampingnya. “Dia bukan gadisku.”
Abby terkikik. “Aku sudah bilang padamu kan, jika kalian bertemu lagi itu artinya kalian berjodoh.”
Dave mengerang dan menghempaskan tubuhnya ke sofa. “Teorimu itu omong kosong! Tidak mungkin aku mau bersama gadis barbar itu!”
“Oh really? Aku tidak yakin. Kau bahkan hampir meneteskan air liurmu saat melihatnya tersenyum padaku!”
“Abigail Alexander! Aku tidak akan meneteskan air liurku hanya untuk gadis barbar seperti dia!” Sanggah Dave sambil cemberut membuat Abby semakin terkekeh sambil memegang perutnya. “Sayang, jangan terlalu banyak tertawa. Nanti perutmu kram,” ucap Dave khawatir sambil mengusap perut buncit Abby.
Abby berhenti tertawa dan memandang kakaknya itu dengan sayang. Tangannya mengusap rahang Dave. “Kau orang baik. Kau pantas bahagia.”
*****
Rae masuk ke ruangan khusus para office girls dan memegang jantungnya yang berdegup kencang. Bagaimana bisa om-om pemarah itu menjadi bosnya!
Sial! Bukan, ini namanya double sial! Pria galak itu pasti akan bertingkah semena-mena padanya. Oh gosh! Bagaimana ini?
Tidak mungkin ia keluar dari pekerjaan ini. Ia sendiri yang memohon pada Jamie untuk bekerja di sini. Tidak lucu jika tiba-tiba ia harus keluar hanya karena pria galak yang dua kali memarahinya itu adalah bosnya, Jamie bisa bertanya macam-macam padanya.
“Rae!”
Rae tergagap saat ada yang menepuk bahunya. Selly dan Dorothy berdiri di hadapannya sambil tersenyum.
“Ada apa?”
“Mau makan siang bersama kami?”
Rae mengangguk. Mereka bertiga berjalan beriringan ke lantai bawah, menuju kantin khusus office girl dan office boy.
“Kau sudah dengar gosip terbaru, Selly?” Tanya Dorothy sambil memakan burritonya.
Selly menggeleng. Matanya tampak tertarik, sedangkan Rae tidak peduli sama sekali. Dua perempuan di hadapannya ini suka sekali bergosip. Namun Rae senang berteman dengan mereka berdua. Mereka teman yang menyenangkan.
“Ternyata CEO tampan kita itu sudah menikah! Bahkan istrinya sedang hamil!”
Rae tersedak burritonya. Lagi-lagi pria pemarah itu topiknya.
“Ada apa, Rae?” Tanya Dorothy heran.
Rae meminum sodanya dan menggeleng. “Aku duluan ya, aku harus membersihkan ruang meeting,” katanya sambil bangkit dari duduknya.
“Hei, Rae! Itu tugasku!” Teriak Selly sebelum Rae menjauh.
Namun Rae tidak mendengarkan dan terus berjalan keluar kantin. Lebih baik ia bekerja daripada harus mendengarkan tentang pria pemarah itu lagi. Rae membersihkan ruang meeting dengan pikiran yang melayang ke mana-mana.
Bagaimana ia harus bersikap pada pria pemarah itu? Apa ia harus minta maaf?
Tetapi itu kan bukan salahnya? Pria itu yang menabraknya hingga ponselnya jatuh. Lalu saat berebut meja, dirinya kan pria, sudah sepantasnya seorang pria mengalah pada perempuan. Oh my! Apa yang harus Rae lakukan sekarang! Tidak mungkin ia bisa marah-marah pada pria galak itu lagi sekarang. Ia bisa langsung dipecat.
“Apa kau selalu melamun saat bekerja?”
Suara itu membuat Rae menjatuhkan pembersih kacanya dan menoleh dengan kaget. Pria galak yang sedang dipikirkannya berdiri di hadapannya dengan angkuh.
“Eh...oh...maafkan saya, Sir,” ucapnya takut sambil mengambil pembersih kacanya.
“Bukankah tugasmu membersihkan ruanganku?” Tanyanya lagi dengan tatapan dinginnya.
Rae hanya mampu mengangguk.
“Aku tidak suka jika petugas kebersihan ruang kerjaku membersihkan ruangan lain! Itu hanya akan membuat ruang kerjaku tidak steril!”
Rae menunduk ketakutan. Sial! Pria ini jauh lebih mengintimidasi saat di dalam kantornya sendiri.
“Maaf...maafkan saya, Sir,” bisiknya sambil tetap menunduk.
“Panggilkan temanmu yang bertugas membersihkan ruangan ini. Suruh ke ruanganku sekarang!” Perintahnya tegas.
Rae menegakkan kepalanya. Tidak, ini tidak boleh. Selly dan Dorothy tidak boleh dipecat karena kesalahannya.
“Sir!” Panggilnya sambil mencekal lengan Dave yang hampir keluar ruang meeting.
Pria itu berbalik dan langsung melihat ke arah tangannya yang memegang lengan pria itu. “Kau baru saja membersihkan meja itu, belum mencuci tanganmu, dan berani memegang jasku?? Kau tahu berapa harga jasku ini??”
Rae menurunkan tangannya dan menunduk lagi. “Maafkan saya, Sir, tetapi ini bukan salah mereka. Sa...saya yang memaksa untuk membersihkan ruangan ini. Saya mohon jangan pecat mereka.”
Mata pria itu melebar. “Memecatnya? Siapa bilang aku akan memecatnya? Panggilkan saja mereka. Dan kau, cucikan jasku!” Perintahnya sambil melempar jas itu padanya. ”Dry clean! Dan jangan di laundry murahan!” Tambahnya sebelum keluar dari ruang meeting.
Oh gosh! Dasar tuan sok bersih!!
*****
Dave tersenyum sendiri begitu masuk ke ruangannya. Apalagi saat mengingat wajah merah padam gadis itu. Rasakan itu, little bunny! Kau tidak akan bisa lari dariku!
Beruntung Abby sudah pulang, jika tidak,gadis itu pasti akan mengolok-oloknya. Saat ini saja ia yakin seratus persen kalau berita itu sudah tersebar di rumah.
Suara ketukan di pintu membuatnya menghentikan senyumnya. “Masuk,” ucapnya penuh wibawa.
Dua orang office girl berdiri ketakutan di hadapannya.
“Jadi kalian yang bertugas membersihkan lantai ini bersama office girl baru itu?” Tanyanya pada dua gadis itu.
“Y...ya...Sir,” jawab salah satu dari mereka dengan ketakutan.
“Aku hanya ingin meminta tolong pada kalian, jika gadis itu akan membersihkan ruangan lain selain ruanganku, jangan perbolehkan dia. Kalian mengerti?”
Mereka berdua mengangguk. “Ya...ya, Sir,” jawab mereka bersamaan.
Dave mengangguk dan segera mempersilahkan mereka keluar dari ruangannya. Namun saat baru saja akan menekuni dokumennya, lagi-lagi wajah gadis barbar itu melintas di pikirannya. Lagi-lagi Dave tersenyum. Lihat saja kau kelinci kecil, aku akan membalasmu!
Dave memegang ponsel barunya. Ponsel yang dulu pecah masih ia simpan. Perlahan sudut-sudut bibirnya terangkat. Tunggu saja pembalasanku, little bunny.
“Kate, bawakan aku data pegawai terbaru. Termasuk data petugas kebersihan,” perintahnya pada Kate, sekretarisnya dari tombol interkom di ruang kerjanya.
Kate masuk tidak lama kemudian membawa apa yang ia minta.
“Ada lagi, Sir?”
Dave menggeleng. “Terima kasih, Kate,” jawabnya sambil mengulas sebuah senyum. Ia bisa menjadi pria yang sangat ramah atau sebaliknya sangat pemarah kapanpun ia mau.
Matanya menelusuri dokumen yang dibawa Kate, hingga saat melihat foto gadis barbar itu.
Nama : Rachel Queensha Johnson
Tanggal lahir : Donaghadee, 19 September 1995
Whatt?? Donaghadee?? Otak Dave berpikir dengan cepat. Rae? Donaghadee? Gadis itu kekasih Jamie!!