Prolog
-PCC -
Pagi ini, waktu telah menunjukkan pukul enam pagi, namun langit masih begitu gelap, Awan mendung abu-abu menyelimuti langit hari ini. Nampaknya hujan akan turun dengan lebat. Angin sudah berhembus kencang, membuat udara sedikit meningkat lebih dingin dari biasanya.
Citra beranjak dari ranjang dan bergegas menyelesaikan tugasnya. Baru satu langkah dari kamar. Suara anak bungsunya Zidan mulai terdengar merengek meminta ASI.
Citra mengurungkan niatnya dan kembali ke dalam kamar, berbaring dan menyusuinya. Citra membelai kepala belakangnya dengan lembut.
" Hei ... anak mama bangun rupanya bahkan mama belum sempat mengerjakan apapun."
Kata Citra pada Zidan yang bahkan dia tidak akan paham apa yang ibunya katakan.
Citra bisa rasakan kalau kepala Zidan begitu panas, Citra beralih memegang dahinya dan benar saja Zidan benar-benar demam.
Aini terlihat menggeliat meregangkan ototnya, mengerjapkan matanya membuka perlahan.
"Mama...,?" Dia memanggil ibunya dengan suara khas anak kecil yang baru bangun tidur.
"Iya sayang." Citra menyingkirkan rambut Aini yang menutupi mukanya, dan kulit mereka bersentuhan. Citra kaget ternyata Aini juga demam.
Astaga kenapa bisa mereka sakit bersamaan? Batin Citra. Ia masih memberikan ASI pada Zidan. Si kecil begitu haus, terlihat kalau Zidan masih kuat meminum ASI dari ibunya.
"Sayang... Aini demam! Kita ke dokter ya? Adik juga demam, kenapa kalian kompak banget sih buat mama cemas." kata Citra, khawatir.
"Mama ...." Aini kembali memanggil ibunya. Ia begitu lemas seperti tak memiliki tenaga.
Citra menggendong mereka bersamaan. Zidan di depan dan juga Aini di belakang. Rasanya begitu istimewa di pundak namun Citra tak punya waktu untuk mengeluh saat ini anak-anak harus segera di bawa ke dokter agar segera mendapatkan perawatan. Agar segera mendapatkan perawatan dan kembali sehat seperti sedia kala.
Citra memesan taksi online. Sembari menunggu ia menyiapkan segala keperluan yang harus ia bawa, pakaian anak-anak, tisu dan juga beberapa dokumen yang mungkin diperlukan, seperti KMS dan kartu kesehatan. Beberapa menit berlalu, ponselnya berdering dan terlihat foto seseorang dengan balutan jaket perusahaan taksi online. Citra segera mengangkatnya sembari keluar dari rumah. Satu tangannya menyangga kepala Zidan, dan membawa tas yang berisi perlengkapan yang sempat ia siapkan tadi. Tangan satunya menerima telepon itu.
Taksi online itu sudah berhenti di depan rumah Citra. Pak supir itu begitu tanggap ia menolong dirinya membawa barang milik Citra. Beruntung hujan belum membuncah kan airnya. Citra bergegas masuk kedalam taksi. Pak supir menutup kembali pintu mobil itu.
"Pak tolong cepat ya!" kata Citra, ia melepaskan gendongan Aini agar dia bisa berbaring di pangkuan ibunya dengan tangan kanan yang masih menggendong Zidan.
Citra mulai ketakutan. Keringat mulai mengucur dari pelipisnya. Namun ia mencoba mengontrolnya, agar tak terlihat panik di depan anak-anaknya.
"Berbaringlah nak, kita akan segera sampai Aini sabar ya! Aini anak yang hebat bukan?" ucapnya, membelai rambut Aini.
---------
Saat tiba di rumah sakit tanpa aba-aba sopir itu membantu Citra memanggil dokter dan mengambilkan brankar. Kemudian menghampiri aku di mobil.
"Mari non saya bantu!" Supir taksi itu menawarkan diri. Ia menggendong Aini, dan membaringkannya di atas brankar.
"Terima kasih ya pak, bapak baik sekali." puji Citra, disela-sela kepanikannya.
"Sama-sama Non, sesama manusia kan memang harus saling membantu." jawabnya.
"Iya pak!" Kemudian sopir itu pergi setelah membantu menurunkan Aini dan juga membaringkannya di atas Brankar.
Citra berlari ke dalam rumah sakit dengan menggendong Zidan sementara Aini tidur di atas Brankar dan di dorong oleh suster.
Citra memberikan Zidan pada suster itu kemudian dia menuju meja pendaftaran juga mengurus administrasinya.
Di tengah kecemasan namun dia tetap menjalankan semua prosedur rumah sakit.
"Siapa nama anak ibu?" tanya perawat itu dengan sopan.
"Aini dan Zidan sus." jawab Citra, dengan suara yang bergetar. Tangannya mengetuk-ngetuk meja yang berada di depannya.
"Nama lengkapnya, ibu?" Perawat itu kembali bertanya.
"Suster, tidak bisa kah anda menulis nama yang saya sebut saja? Atau bisa anda tulis anak ibu Citra. Anak saya butuh perawatan, saya akan mengurus semuanya, jangan membuat saya semakin sulit hanya dengan nama saja." tutur Citra, dengan lembut.
Bersambung ....
Jangan lupa kasih komen kalian ya, hanya ketik titik pun aku sangat berterima kasih pada kalian semua.
Salam sayang selalu, dan jangan lupa follow akun othor.
juga igeh az_zidan63