Wajah Briana menggelap muram. Bibirnya merapat erat, tak tahu harus berkata apa. Raizen semakin marah dengan segala ucapan calon istrinya. "Cukup," ucap pria itu dingin. Suaranya rendah, tapi benar-benar membuat semua orang merasa kedinginan. "Raizen, haruskah kamu memperlakukan aku seperti ini demi dia?" tanya Triana dengan nada getir. Tatapannya lemah lembut, memohon dengan sedih. "Kamu yang mengantarkan semua ini kepada dirimu sendiri, Triana Gunandar. Kenapa kamu ingin menyalahkan kesalahanmu kepada orang lain?" jawab Raizen tanpa ragu. Briana Aldamar perlahan mundur, menghindari kedua orang di depannya. Ingin rasanya dia menangis, tapi apakah dia pantas? Yang dikatakan oleh Triana, tidak ada salahnya. Walaupun tidak ada hubungan berlebihan di antara dirinya dan Raizen, tapi f

