INAD 6

1271 Kata
"Belajar yang baik ya! Jangan ke mana-mana saat pulang nanti, kami akan menjemputmu," pesan Jake. Qian mengangguk patuh, memangnya dia tahu jalan pulang? "Eh, sebentar lagi dia pasti datang. Aish, selalu saja telat begini. Kuadukan pada Alpha baru tahu rasa dia," gerutu Hera kesal. Qian menatap bingung, tidak mengerti apa maksud Hera sebenarnya. "Sudahlah! Ingat untuk menunggu kami nanti ya~" Bel telah berbunyi. Mereka harus segera kembali ke kelasnya masing-masing. Qian masuk ke kelas bersama Aston, disambut tatapan berbeda dari berbagai orang. Oh ayolah, dia si anak baru yang ternyata dekat dengan primadona sekolah. Qian di lain sisi, jadi merasa takut ditatap begitu. Dia menyusut di dekat Aston. Hendak duduk di bangkunya saat tiba-tiba mereka semua mengelilingi Qian. "Wah! Kamu kenal Hera dan Jake? Keren! Kamu kenal mereka di mana?" "Hei, apa kamu memiliki nomor mereka? Aku penggemar beratnya! Bisakah aku memintanya darimu?" "Ah.... Qian kamu lucu sekali!" Kalau teriakan terakhir, itu ratapan para seme dan perempuan yang gemas pada wajah Qian yang kini memerah. Dia takut, dia tidak biasa dikelilingi banyak manusia seperti sekarang. Itu mengingatkannya pada saat dia terkurung dalam kandang pengap oleh para manusia itu. Aston yang hendak membantupun, tampak kesulitan. Ternyata anak kelasnya mampu bersavage ria juga, Astonpun sampai shock. DUAK "BERISIK KALIAN!" Seorang pria berpakaian berantakan yang baru masuk mampu meredam kekacauan itu. Mereka memperhatikan lelaki itu tanpa berkedip. Sebelum dia berteriak lagi. "BUBAR!" Semua orang dengan patuh langsung duduk di tenpatnya masing-masing. Temasuk Aston. Dia berusaha menarik tangan Qian yang tidak direspon oleh anak manis itu. Peter memandang jengah wajah memerah polos itu. Peter melewatinya, sebari memberi Qian sindiran yang pedas. "Dasar menyusahkan. Kamu lemah sekali," ejeknya telak. Kepala Qian langsung tertunduk, sementara Peter tanpa rasa bersalah duduk tenang saja di bangku favoritenya. Paling belakang dan di sudut blind spot para guru. Bingung kenapa Peter bisa berada di kelas A? Well, dia sebenarnya jenius. Pembawa medali emas ke sekolah jika saja dia mau merubah perangaiannya yang jelek. Hampir beberapa kali terancam dipindahkan di kelas F, walau nyatanya dia masih bertahan di kelas A. Satu-satunya murid berandal, yang ada di kelas yang katanya berisi para nerd itu. Qian jalan dengan langkah perlahan. Disebut lemah oleh anggota pack barunya bagaimanapun, sangat menyakitkan. "Kamu tidak apa?" tanya Aston khawatir. Lelaki sepermanisan itu menepuk punggung Qian iba, merasa kasihan juga hari pertamanya sudah seheboh ini. "Kamu harus menjauhi Peter! Dia berandalan kelas, omongannya tajam. Dan.... Kudengar dia sering berkelahi dengan siapa pun yang menghalangi jalannya. Kamu bermain denganku saja, pokoknya kamu harus mencoret kata Peter dari kamusmu!" bisik Aston serius. Mata Qian memandang sendu. Dia sebenarnya ingin akrab dengan semua anggota pack barunya. Namun ini? Perlahan Qian akhirnya mengangguk juga. Lagipula, Peter terlihat membencinya. **** Bel pulang telah berbunyi. Qian dengan patuh, duduk diam di tempatnya untuk menunggu Jake dan Hera. Anak itu menggeleng pelan saat Aston mengajaknya pulang bersana. Dia menunggu sampai ruang kelas benar-benar sepi, namun masih saja belum ada tanda-tanda kedatangan Jake maupun Hera. Duak Qian tersentak kaget saat Peter menggebrak mejanya keras. Wajahnya terlihat kesal, memandang Qian yang bergetar ketakutan. "Pulang denganku," ajak Peter singkat. Dia menarik tangan Qian kasar, yang dibalas perlawanan oleh anak mungil itu. "Ta,tadi Hera...." "MEREKA PUNYA KESIBUKAN JADI KAU PULANG DENGANKU!" bentak Peter kasar. Tangan Qian bergetar dibuatnya, dia tidak berani menatap langsung ke arah Beta mengamuk itu. Peter memandang rendah Qian. Mendecakan lidahnya dengan kesal. "Dasar Luna menyusahkan. Belum seminggu saja, kamu sudah membuat semua orang susah. Apalagi nanti huh?" omel Peter pedas. Tidak sadar, telah membuat sedih sosok polos tersebut. Qian takut dibuang pack barunya. Qian takut dibenci matenya. Dan yang paling dia takuti..... Dia takut menyusahkan seseorang. Lagi. Qian berontak untuk melepas cengkraman erat Peter. Lelaki itu baru saja hendak membentaknya lagi. Sebelum dengan keberanian yang tersisa Qian berkata, "Pe-peter pulang saja tanpaku...... A,aku bisa pulang sendiri..... Aku akan buktikan aku tidak akan menyusahkan siapapun lagi," isak Qian sedih. Benar ketakutannya, dia baru saja membuat susah orang lagi. Peter tidak membentak seperti tadi. Jujur saja, dia cukup terkejut melihat wajah sedih itu. Peter baru saaa ingin bicara, sebelum Qian mendorong tubuhnya pelan. "Peter pulang saja ya? Aku bisa pulang sendiri. Tadi temanku bilang dia akan pulang denganku. Jadi, aku pergi dulu ya..." Qian memaksakan sebuah senyum. Pergi begitu saja sambil mengigit bibir merahnya. Qian perlahan berlari cepat, menembus langit yang ternyata hujan, menutupi air mata yang mengalir deras dari mata indahnya. 'Kamu werewolf tidak berguna! Pergilah dari hadapanku!' 'Apa yang kamu lakukan hah?! Kamu hanya parasit dalam pack ini!' "Hiks, hiks, aku minta maaf...... Aku minta maaf....." Qian menutup telinganya erat. Dia berjongkok di bawah jembatan, dengan arus deras yang mengalir di sebelahnya. Hanya di tempat seperti itulah, Qian merasa aman. Tubuhnya bergetar pelan, dia mulai kedinginan ternyata. Mata Qian tertutup erat. Dia takut ini terjadi. Dia tidak mau menyusahkan siapapun lagi. Dia hanya ingin berguna bagi orang lain. "CEPAT PERGI DARI TEMPAT ITU!" Suara teriakan mengejutkan Qian. Tangannya ditarik oleh seseorang, membuat Qian oleng dan tertarik untuk naik dari kolong jembatan itu. Tidak lama kemudian, arus deras datang menyapu tempat itu. Qian memandang bingung, kok bisa begitu ya? "Kamu ini bodoh ya?! Kenapa kamu bisa ada di tempat ini sendirian?!" Qian melihat pakaian pria yang baru saja memarahinya. Jas mahal dan bau ini, Qian mengenalnya dengan baik. Itu Val, dengan nafasnya yang terengah. Rambutnya yang selalu terlihat rapih kini berantakan terkena hujan. Matanya terlihat marah, namun khawatir disaat bersamaan. Wajah datarnya hilang, dia memeluk Qian dengan erat. "Innerku berteriak bahwa kau dalam bahaya. Apa yang kamu pikirkan sebenarnya? Aku baru meninggalkanmu sebentar dan kamu sudah hampir terseret oleh arus sungai." Qian meremas pakaian Val erat. Matanya kembali memerah, seiring isakannya mulai keluar. "..... Maaf......" lirih Qian pelan. Anak itu tidak berani melihat wajah Val, takut jika Val akan marah seperti Peter tadi. Val menghela nafas lega. Tangan besarnya menepuk kepala Qian lembut. Untuk pertama kalinya, dia diam saja saat tubuhnya basah oleh air hujan yang turun dengan deras. "Kenapa kamu ada disini? Bukankah Peter seharusnya menjemputmu?" tanya Val lembut. Qian terdiam, dia harus menjawab apa sekarang? "Aku....." Peter bisa semakin marah dengannya jika dia mengatakan yang sebenarnya. Qian mengigit bibirnya, mencoba memberi Val senyunn terbaik yang bisa Qian beriman. "Maaf. Aku tadinya berinisiatif untuk pulang sendiri agar mandiri, namun malah tersesat di sini," bohong Qian. Awalnya Val terlihat tidak percaya, namun begitu melihat badan Qian mulai bergetar dalam pelukannya, dia sadar bahwa Qian itu demam. Val dengan kesal segera membawa Qian masuk ke mobil, membuka jasnya yang basah agar tidak membuat Qian semakin kedinginan. "Buka jasmu," petintah Val pada supirnya. Supir itu menurut, membuka jasnya dan menyerahkannya kepada Val. Perlahan Val membuka kancing Qian satu-persatu. Badan Qian semakin bergetar, anak itu harus menahannya sampai pulang ke rumah agar bisa diperiksa oleh Zen. Namun dengan panasnya saat ini, Val tentu harus melakukan sesuatu. "Jalankan mobilnya dan jangan melihat ke belakang," suara Val terdengar dingin. Supir itu, yang telah menjadi supir Val sejak lama segera mengangguk. Menjalankan mobil tanpa melihat ke belakang sedikit pun. Dengan cepat Val segera membuka bajunya juga. Panas tubuh seorang werewolf dapat menghangatkan werewolf lain, apalagi panas tubuh Alpha semacam Val. Tubuh Val berdesir pelan saat tubuh mereka disatukan. Sangat dekat, sampai Val bisa merasakan detakan jantung Qian yang bersatu dengan irama detak jantungnya. Jas milik si supir tadi Val gunakan untuk menutup tubuh keduanya agar tidak terlihat. Val sebenarnya benci seseorang melihat tubuhnya. Namun untuk Qian, Val rasa dia bisa mentolerirnya. Val memeluk tubuh kecil itu dengan erat. Sampai tubuh Qian berhenti bergetar dan tertidur dengan nyaman di d**a Val. Aroma Alpha Val, selalu berhasil menenangkan Qian dengan berbagai cara. To be continued.......   Silahkan tekan love sebagai bentuk dukungan untuk Saya^^
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN