5. Janji

1673 Kata
"Mia!" Enzo khawatir. Sejak dia selesai latihan pagi tadi, dia tidak bisa menemukan Mia yang seharusnya masih tertidur di tempat tidurnya. Padahal Enzo jelas tahu, bahwa Mia tidak akan berani keluar kamarnya jika bukan Enzo sendiri yang mendatanginya di pagi hari. Sekarang masalahnya, hari ini Enzo belum sempat membangunkannya sekali pun karena dia ingin Mia tidur lebih lama sebelum Enzo selesai latihan pagi. Hilangnya Mia jelas membuat Enzo sangat panik. Karena Mia, nama yang Enzo berikan pada gadis kecil tanpa nama itu, belum bisa pergi ke mana pun tanpa Enzo temani sejak gadis kecil itu dibawa pulang ke rumahnya sekitar dua bulan yang lalu. Karena lingkungannya yang tidak sehat sebelumnya, sejak Mia ikut pulang ke rumah Enzo dua bulan yang lalu, gadis kecil itu selalu bergetar ketakutan ketika siapa pun selain Enzo berusaha untuk mendekatinya. Jika seseorang berusaha keras untuk tetap mendekati Mia, gadis kecil itu akan langsung lari sampai Enzo sempat memiliki waktu yang sulit untuk menemukannya. Sejak saat itu orang-orang memang Enzo perintahkan untuk menjauh dari kamarnya sampai Mia sedikit lebih baik. Tapi menghilangnya Mia sekarang, Enzo takut ada salah satu orang di rumahnya yang mencoba untuk mendekati Mia lagi sampai gadis kecil itu harus kabur kembali. Enzo tidak suka ada seseorang yang melanggar perintahnya. Remaja itu bahkan berencana, untuk menghukum keras siapa pun yang berani melanggar perintahnya seperti ini. "Ibu!" Enzo tahu bahwa tidak ada satu pun kejadian yang akan luput dari pengawasan ibunya. Jadi dengan langkah pasti, Enzo segera mendekati Ruby yang tengah menatap berkas pekerjaan di tangannya dengan tatapan rumit di ruang kerjanya. Wanita itu segera merubah ekspresinya saat suara Enzo menyapa pendengarannya. Ruby tersenyum maklum, saat Enzo memanggilnya dengan ekspresi khawatir yang tercetak jelas di wajahnya. Tanpa perlu mengatakan apa pun, Ruby sebenarnya sudah tahu alasan anaknya sampai berani masuk ke ruang kerjanya saat ini. Wanita itu dengan tenang bergerak menyimpan berkas di tangannya ke meja terdekat, sebelum dia berbalik menatap anaknya dengan tatapan menggoda. "Mencari putri manismu hm?" goda wanita itu renyah. Enzo membalas pertanyaan itu dengan mengangguk cepat. Dia sedang tidak ingin berbasa-basi dengan siapapun saat ini. Ruby tertawa kecil begitu dia melihat gestur jawaban jujur dari anaknya tersebut. Sebagai ibunya, Ruby tahu benar bahwa Enzo tidak suka diajak bercanda jika itu menyangkut masalah Mia. Ruby tidak ingin mengerjai anaknya lebih jauh lagi, ketika dia berjalan dari tempatnya berdiri untuk pergi menuju pintu keluar yang diikuti oleh Enzo dengan tatapan bingung. "Ibu akan mengantarmu bertemu dengannya," ucap Ruby misterius sambil tersenyum kecil untuk menjawab sementara pertanyaan di benak anaknya. ***** "Dia...." "Stttt..... Kita bisa menganggunya," ucap Ruby memperingatkan ketika Enzo berusaha meminta penjelasan dari ibunya itu. Kini keduanya tengah bersembunyi mengamati seorang wanita berwajah lembut tengah berusaha mengajak bicara gadis manis yang terlihat antusias bermain di dalam rumah kaca belakang rumah Enzo. Namun tidak peduli berapa keras wanita itu mencoba, gadis itu masih saja tidak merespon dan terus melihat tanaman seakan wanita itu tidak pernah berada di dekatnya. Walaupun pemandangan itu jelas tidak begitu luar biasa bagi orang lain, tapi untuk Enzo yang hafal benar sifat Mia jelas terpana melihat pemandangan yang kini tersaji di depannya itu. Membuat Mia bisa tidak lari ketika wanita itu mendekatinya sudah merupakan pencapaian yang luar biasa. Saat ini Mia terlihat sangat santai walaupun orang asing terus-menerus berusaha mengajaknya bicara. Hal itu belum pernah terjadi sebelumnya. Semuanya terasa tidak nyata sampai Enzo tanpa sadar melupakan amarahnya sendiri. "Sepupumu itu memang anak yang sangat pintar Enzo. Dalam waktu beberapa minggu, dia sudah bisa membaca dan menulis hanya dengan mendengarkan arahanmu. Beberapa ilmu pengetahuan dasar juga sudah dia kuasai dalam waktu singkat ini. Ibu yakin, tidak akan butuh lama sebelum dia akhirnya siap untuk meneruskan hidup selayaknya anak biasa. Sekarang yang harus kita lakukan adalah membantu Mia untuk mendapatkan kepercayaannya lagi pada orang lain. Dia tidak bisa terus-menerus hanya bergantung padamu bukan? Ibu juga ingin melihat, dia tersenyum dan bicara pada orang-orang di sekitarnya. Ibu tidak sabar ingin melihatnya tumbuh bahagia, dan melupakan semua hal yang pernah menyakitinya di masa lalu. Psikolog yang Ibu pilih adalah orang terbaik di bidangnya yang bisa Ibu temukan. Dia berjanji akan terus membantu Mia. Ini baru hari pertamanya dan dia sudah bisa mendekati Mia. Dia orang yang luar biasa bukan?" jelas Ruby pelan. Pandangannya dipenuhi kasih sayang ketika dia menatap Mia yang terlihat penasaran dengan berbagai tanaman yang ada di sekitarnya. Wajah kecil itu dipenuhi dengan rasa ingin tahu, sesuatu yang tidak pernah ditunjukannya ketika Ruby baru pertama kali membawanya keluar dari rumah kakaknya itu. Ruby tersenyum ketika Mia tampak terkejut ketika dia berhasil menghirup aroma harum dari bunga yang ada di depannya. Pandangannya baru kembali untuk menatap anaknya, ketika Ruby akhirnya melanjutkan kalimatnya yang sempat terjeda. "Enzo mau membantu Ibu kan untuk mewujudkannya? Ibu tahu kamu sebenarnya ingin merawat Mia dengan kemampuanmu sendiri. Tapi sekali-kali meminta bantuan orang dewasa, tidak apa-apa bukan?" Mendengar penjelasan itu, Enzo ikut menatap Mia yang berjongkok tidak jauh dari tempatnya dalam diam. Dia memang ingin menjaga dan menyembuhkan Mia dengan tangannya sendiri. Tapi Enzo juga sebenarnya sadar bahwa dia tetap membutuhkan seseorang untuk membantu Mia jika dia ingin Mia sembuh sepenuhnya dari trauma yang dia alami. Enzo masih remaja. Tentu saja dia sendiri sadar bahwa dia masih belum layak untuk melindungi Mia sendirian seperti keinginannya. Tapi Enzo juga sadar bahwa dia adalah orang pertama yang dipercaya oleh gadis manis itu. Dia juga tidak boleh mengecewakan Mia. Enzo berpikir bahwa dia harus bisa mengambil keputusan dewasa, dengan mengedepankan kebahagiaan Mia di atas segalanya. "Apa Mia benar-benar bisa sembuh di bawah pengawasan psikolog itu Bu?" tanya Enzo pelan. Ibunya tersenyum sambil mengangguk. "Tentu saja dia bisa, Enzo. Dia anak yang tidak pernah menyerah untuk berjuang, Ibu yakin trauma nya pun akan hilang seiring berjalannya waktu. Sekarang, sudah menjadi tugas kita untuk percaya pada Mia dan membantunya kapanpun dia membutuhkan bantuan kita," ucap Ruby sambil menarik tangan anaknya pergi dari tempat itu. Ruby memutuskan untuk tidak lagi menganggu Mia, yang pada akhirnya sesekali sudah mau melirik wanita yang terus saja mencoba mengajaknya bicara. ***** Sebulan. Tidak terasa sebulan telah terlewat sejak Mia mulai mengikuti sesi konseling dengan psikolog yang telah Ruby tunjuk. Sesuai dengan janji Ruby, Enzo sendiri memang bisa melihat bahwa Mia tampak lebih baik daripada saat pertama gadis itu tiba di rumah mereka. Mia yang semula sulit untuk merubah kebiasaan lamanya mulai mau untuk menuruti arahan mereka. Mia juga tidak lagi takut bertemu orang-orang yang hidup di rumah yang kini dia tempati. Semuanya berjalan dengan mulus, sampai kini Enzo sudah bisa berusaha mengajari Mia untuk makan menggunakan sendok dan garpu. Miris memang. Di hari pertama Mia dibawa ke ruang makan, dia makan seperti hewan saja dengan menarik makanannya ke lantai dan memakan makanannya langsung dengan kedua tangannya. Mia bahkan keras kepala tidak ingin duduk di bangku bahkan ketika Enzo telah berusaha untuk membujuknya. Tidak ada satu pun orang yang bisa membuat Mia menyerah, sampai Enzo akhirnya harus menyuapi Mia setiap makan agar Mia tidak mengotori pakaiannya setiap waktu makan telah tiba. Tapi di bawah perawatan yang sabar, kali ini Mia akhirnya mau duduk di bangku dengan sajian makanan yang ada di meja di depannya. Mia sesekali memang masih terlihat waspada, tapi setidaknya kini dia tidak menolak ketika Enzo dengan hati-hati berusaha menuntunnya untuk memegang sendok dan garpu yang ada di depannya. Enzo sendiri baru saja selesai dari kelas menembaknya namun sudah memaksa ingin mengajari Mia belajar makan sendiri sekarang. Enzo merasa dia harus menebus waktunya yang kurang dihabiskan bersama Mia karena kesibukannya beberapa hari yang lalu, walau waktu berharganya malah harus Enzo habiskan dengan terus-menerus mengulang intruksi sabarnya karena Mia terus saja salah dari waktu ke waktu. Tidak ada sedikit pun raut kesal di wajah Enzo ketika dia harus kembali meminta sepasang sendok dan garpu baru kepada pelayan yang berjaga di belakang mereka. Dengan lembut Enzo kembali membantu Mia memegang kedua alat makan tersebut, sebelum dengan bantuan tangannya sendiri dia kembali membantu Mia untuk makan dengan benar. "Pegang seperti ini Mia. Ingat ini oke? Aku tahu kamu sebenarnya bisa," ucap Enzo dengan sabar. Sebenarnya Mia memang terbukti lebih mudah belajar jika Enzo yang mengajarinya secara langsung. Mungkin itu terjadi karena Mia merasakan keterikatan khusus dengan Enzo, sehingga Mia benar-benar percaya dengan semua intruksi yang diberikan oleh Enzo dibandingkan psikolognya sendiri. "Sekarang coba suapkan makanan ini ke mulutmu dan..... Bagaimana rasanya?" tanya Enzo ketika dia membantu Mia untuk mengarahkan sendok yang Mia pegang ke mulutnya sendiri yang sedikit terbuka. Mia menerima suapan itu dengan hati-hati, sebelum matanya berbinar ketika rasa makanan yang enak memenuhi indra pengecapnya. "..... Enak...... Kak Enzo..... Enak....." Enzo mengamati sambil tersenyum saat wajah Mia yang senang menatapnya dengan mata berbinar. Bibirnya yang mungil, hidung mancungnya yang proposional, mata bulat lucu itu, semuanya terlihat sangat cantik ketika mata Mia hanya tertuju padanya seorang.Sebuah perasaan puas yang hanya bisa Enzo rasakan ketika berada di dekat Mia membuncah begitu dia melihat senyuman kecil yang tercetak di mulut Mia. Tanpa sadar Enzo mengusap surai halus Mia dengan gemas, rasanya sangat menyenangkan sebagai hasil dari perawatan maksimal yang diberikan oleh Ruby. Mia sendiri tersenyum lebar saat dia tahu Enzo ikut merasa senang karena pencapaiannya. Anak itu memberi Enzo respon positif dengan tiba-tiba saja memeluk Enzo erat. Enzo tersenyum semakin lebar, ketika dia balas memeluk anak itu dengan sangat lembut. "Kamu melakukannya dengan sangat baik, Mia. Aku bangga padamu, terimakasih karena kamu tidak pernah menyerah sampai saat ini," bisik Enzo tulus. Enzo tertawa pelan saat Mia membalasnya dengan menggesekan hidungnya ke bahu Enzo. Enzo tahu anak itu malu, karena dia terus-menerus memuji Mia sejak tadi. "Berkat Kak Enzo....... Terima kasih......" bisik Mia pelan. Mendengar jawaban tersebut, Enzo tidak bisa lagi merasa kurang puas sekarang. Ternyata dalam waktu sebulan, Mia terus saja membuahkan hasil positif yang terus meningkat di tiap harinya berkat bantuan orang-orang di sekitarnya. Enzo memeluk Mia semakin erat, saat dia memejamkan matanya untuk menikmati aroma lembut yang keluar dari tubuh mungil Mia. Debaran jantungnya menyatu dengan milik Mia sendiri. Mata Enzo perlahan terpejam, saat diam-diam dia mengucapkan sumpah untuk malaikat kecilnya itu. Aku akan melindungimu dengan semua yang kumiliki. Sederhana, namun terus dia pertahankan sampai keduanya telah beranjak dewasa. To be continued
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN