"Runa coba kamu jelaskan. Pasangan seperti apa yang kamu inginkan?" tanya salah satu teman Runa yang bekerja di toko. Hari ini mereka sedang mengerjakan pekerjaan bersama sambil sesekali mengobrol.
"Kalau aku sih harus kaya bapak aku," jawab Aruna santai. Sambil mengerjakan pekerjaannya.
"Kaya bapak kamu, emang bapak kamu seperti apa?" tanyanya kembali. penasaran, karena jawaban ambigu Aruna. Dan dirinya pun belum pernah melihat Ayah Aruna sehingga menjadi idaman bagi Aruna.
"Kamu udah liat belum sepupu aku yang tinggi itu loh, nah bapak aku waktu mudanya itu seperti dia. Cuman bedanya gak setinggi itu," jelasnya sambil membayangkan betapa tampannya ayahnya sewaktu muda. Karena ketika ia pertama kali melihat sepupunya. Aruna langsung berkelana tampang ayahnya itu. Betapa beruntung ibunya bisa berjodoh dengan ayahnya.
Sementara teman Aruna yang mendengar jawaban itu. Sontak, hal itu menjadi bahan tertawaan teman-teman yang lainnya.
"Hahaha .... Ya ampun Runa, emang lo gak liat kaca besar yang ada di fashion. Emang ada yang mau sama lo, ada yang mau aja udah syukur," ejek salah satu karyawan pria di sana, yang telah menguping pembicaraan mereka. Dia adalah orang yang selalu saja meledek fisik Aruna.
"Eh, lo liat aja nanti. Gue bakal dapet cowok yang gue inginkan," balas Runa dengan angkuh. Dan dalam hatinya. ia berjanji, ia tidak akan menikah seumur hidupnya kecuali dengan orang yang selalu ia sebutkan dalam do'anya.
"Mimpi aja terus sampai lo gila," katanya kembali. Dan semua orang yang mendengar itu. Kembali menertawakan Aruna.
"Eh kalian bertengkar mulu, gimana kalau kalian jodoh nanti," sambar Dira, nama rekan kerja Runa yang sedang memajang barang-barang yang baru saja datang bersama Aruna. Dira selalu saja mengatakan hal itu ketika Aruna dan rekan yang selalu meledek Aruna itu berdebat.
"Ya ampun Dira. Lo jangan ngedo'ain gue yang gak bener dong, masa gue jodoh sama dia. Bisa rusak keturunan gue. Bukannya memperbaikinya malah gak jelas bentuknya. lagian siapa juga yang mau sama dia. Gue rasa orang yang dapetin dia itu pasti gak beruntung." Sedikit bercanda tapi ada unsur ejekan didalamnya.
Tapi Runa yang memiliki sifat agak cuek itu, memilih mengabaikan ejekan itu dan lebih membalasnya. Walaupun begitu tak bisa ayal ada rasa sakit ketika orang itu mengatakannya.
"Apa lo bilang? Orang yang dapetin gue itu kurang beruntung? justru yang dapetin gue itu beruntung. Karena gue itu rajin, baik, gak sombong, rajin menabung dan satu hal lagi. Gue itu bisa menggunakan sesuatu sesuai dengan kegunaannya. Contoh, gue gak pernah tuh makan sabun. Karena gue tau sabun itu bukan untuk di makan, melainkan untuk di pakai nyuci dan bersih-bersih. Seperti, mulut lo yang selalu ngatain gue ini itu harus di cuci. Bila perlu direndam tuh selama tujuh hari tujuh malam pake sabun colek," balas Runa dengan kekesalannya. Dan hari ini kesabaran Aruna tengah di uji dengan perkataan yang membuat Aruna merasa kesal.
"Bagus Runa lawan terus haha...," bela Dira sambil tertawa karena mendengar jawaban Runa.
Dalam benak Runa ia sungguh kesal dengan semua bercandaan kak Iman anak gudang yang selalu mengejeknya dengan candaan yang terkadang menyakiti dirinya. Sungguh Rina ingin mendapatkan jodoh yang benar-benar ia idamkan agar menutup mulut cowok cabe seperti dia.
Dan itulah aktivitas sehari-hari Aruna bekerja sebagai pramuniaga. Terkadang ia ingin saja berhenti bekerja karena sungguh tidak tahan dengan candaan mereka yang kelewatan terhadap nya.
Mungkin itu hanya sebagian kecil, dan masih banyak lagi ejekan-ejekan yang membuatnya sakit hati, tapi kalau tidak bekerja ia mau jajan dan beli baju dari mana. Kalau bukan dia sendiri yang mengahasilkan. Meminta sama Kakak atau orang tua? di kasih sih kalau sesekali, dan itu hanya sekedarnya saja. Paling bisa buat beli kouta saja.
Lagipula di musim covid 19 kaya begini dimana Runa akan mendapatkan pekerjaan? sabar adalah menjadi moto hidupnya sekarang.
"Runa ntar istirahat makan sama apa?" tanya Dira ketika ia melihat jam di pergelangan tangannya. Waktu menunjukkan pukul sebelas kurang lima menit dan sebentar lagi mereka akan istirahat setalah shift dua masuk.
"Gak tau paling, nanti beli bakso kalau engga ya mie ayam," jawab Runa sambil membereskan barang barang yang telah dipajang di rak.
"Mau diantar Gak?" tawar Dira.
"Boleh," balas Runa singkat.
"Ok."
Setalah keduanya selesai membereskan pekerjaannya. Akhirnya waktu istirahat pun tiba. Mereka pun segera pergi menuju penjual bakso dan mie ayam, karena waktu istirahat mereka yang singkat mereka pun langsung bergerak cepat agar tidak mengantri dan juga membuang waktu istirahat mereka yang sangat berharga. 30 menit itulah yang diberikan tempat Aruna bekerja untuk istirahat. Dan hal itu harus mereka gunakan sebaik mungkin.
"Bang baksosnya satu ya, setengah porsi aja." Pesan Aruna.
"Siap, apa aja neng baksonya?"
"Di campur aja mang."
Bakso yang di pesan Runa pun jadi.
"Sambalnya ambil sendiri ya." Bang joni pun memberikan.
"Siap mang."
Setelah mendapatkan baksonya Runa pun menambahkan saos sambal yang begitu banyak Dira yang melihat itu hanya bisa meringis ngeri.
"Run apa itu gak kebanyakan sambalnya? " Tanya Dira yang melihat Runa yang sudah memasukan empat sendok makan, sambal kedalam mangkuknya.
"Engga, ini itu kurang pedes tau," balas Runa Sambil menyicipi kuah baksonya. Baru saja ia akan menambahkan sambal sendok yang ke-lima ada seseorang yang menegurnya. Dia adalah salah satu pelanggan bakso bang Joni.
"Udah pedes gitu mau di tambah lagi sekalian aja masukin tuh sambal kedalam, pedes-pedes."
Aruna yang mendengar hal itu sungguh merasa kesal, karena ucapan seseorang yang tidak ia ketahui namanya atau sejenisnya.
Niat manambahkan sendok ke lima ia urungkan dan memilih untuk pergi beristirahat karena sedari tadi Dira sudah menunggunya.
Drtt drttt drttt
Bunyi telpon masuk pun terdengar, dan ternyata milik Aruna, Aruna yang melihat nama My love tertera di sana. Ia pun langsung saja mengangkatnya. Sedangkan Dira sekilas yang melihat itu pun langsung saja menggodanya.
"Cie Runa .... ada telpon dari my love," goda Dira yang sekilas melihat layar telpon Runa.
Dan hal itu membuat teman kerja Aruna pun saling bertanya. Apa benar Runa memiliki pacar? karena setau mereka Runa itu tidak memiliki pacar. Malah belum pernah pacaran.
Runa sendiri yang mengatakan itu. Namun, melihat nama my love tertera di layar handphone Aruna seketika suasana menjadi heboh dan membuat mereka berasumsi seperti itu.
"Runa kamu punya pacar ya?" tanya rekan kerjanya Lastri.
"Bukan! ini ibuku," sanggah Aruna.
"Ahh bisa aja nih padahal pacar juga gapapa."
"Tapi emang ini itu no ibuku. Yang ku kasih nama my love."
"Ah rRuna gak usah malu begitu biasanya juga malu-maluin."
"Terserah," balas Aruna, kemudian mengangkat telpon yang sejak tadi berdering. Namun, baru saja ia mengatakan halo, telpon langsung terputus.
Aruna yang melihat itu ia tak berniat menelpon balik ibunya bukan karena ia tak memiliki pulsa. Bahkan gratis telpon yang ia gratiskan selama satu bulan itu masih banyak. Ia tak menelpon Karena waktu jam istirahat yang sebentar ia gunakan untuk makan.
Jam pulang telah tiba. Pukul 16.30 untuk shift satu dan kebetulan Minggu ini adalah jatah Aruna libur pada bagian pagi.
"Kita pulang duluan guys sampai jumpa besok. Semangat!!"
Setelah pekerjaannya selesai Aruna bersiap untuk pulang dan langsung saja ia menyambar ponselnya kemudian di ceknya. Dan melihat panggilan tak terjawab dari my love. Aruna pun segera menghubungi kembali.
"Assalamualaikum. Ya ada Bu." Salam Aruna ketika panggilan tersambung.
"......"
"Nanti Runa telpon lagi. Runa sekarang lagi ada di jalan."
"......."
"Ok bye. Assalamu'alaikum."
"Hei Run siapa yang telpon?" tanya Dira yang sudah bersiap untuk pulang.
"Biasa, ibu dari kampung. Menanyakan apa aku sudah punya gebetan apa belum," jawab Runa apa adanya tanpa ada yang di tutupi. Satu, sifat Aruna yang tak bisa memegang rahasia. Bisa di bilang polos karena jawaban yang ia berikan selalu dijawab dengan jujur.
"Ouh. Ya udah kita pulang yuk," ajak Dira.
"Yuk."