Kebersamaan

443 Kata
Aku akhirnya menaiki mobil komandan suamiku yang terasa wangi. "Duhh! Wangi banget..." dalam hatiku sambil menikmati aroma yang menenangkan. "Gak ada lagi yang ketinggalan kan, Bu?" Tanyanya menatapku lekat, aku menggeleng perlahan. "Gak ada, Pak..." "Oke, kita berangkat..." jawabnya singkat dan langsung mengemudikan mobil dengan tenang, aku yang jarang naik mobil ini sedikit pusing rasanya. Maklum aku ini memang orang desa yang miskin, jadi memang tidak pernah naik mobil. Kami ngobrol kesana kemari, dan ternyata komandan suamiku ini orangnya asyik banget. Berwawasan luas, beda banget sama suamiku. Jadi aku merasa mendapat lawan bicara yang pas. "Pak, banyak banget barang di belakang?" Tanyaku polos. "Iya, Bu. Mereka pada anter ke rumah saya. Kebetulan yang belum ada kabar tadi cuma ibu, makanya saya yang datengin langsung..." jawabnya dengan memamerkan senyum dengan gigi yang tersusun rapi, yang semakin membuatnya manis. Lekuk hidungnya yang mancung membuatku tak bosan-bosan memandang wajahnya yang tampan. "Oalah...saya yang paling ngerepotin berarti ya, pak? Pakai ikut segala..." ucapku tersenyum malu. "Wahh! Saya bersyukur ibu ikut, jadi ada teman saya di jalan. Lumayan jauh juga kan, bu?" Ucapnya membuatku mengangguk perlahan. "Hehe, iiya. Untung saya tadi gak ngojek ya pak?" Ucapku santai, dia menoleh menatapku. "Kalau ibu ngojek mau habis berapa..." Aku langsung tertawa malu. dan perjalanan memang panjang lebih dari satu jam menuju lokasi dimana suamiku dan team nya menunggu. Sampai akhirnya sampai. Bahkan aku pun tidak sempat berbicara banyak, karena mereka akan ketinggalan mobil menuju bandara. Aku hanya menghela nafas panjang ketika suamiku bahkan tidak sempat menyalami aku apalagi meninggalkan aku uang. Kami pulang, dan di perjalanan, "Kita makan dulu ya, bu. Kebetulan saya tadi belum makan. Bolehkan?" Tanyanya padaku. Aku mengangguk wong aku cuma numpang. "Boleh dong, Pak..." Kami singgah di sebuah rumah makan di kota. Dan rumah makan itu sangat ramai, kami duduk berhadapan. Aku menautkan dahi ketika hampir semua orang yang melintasi kami menatapku dengan tatapan aneh, sampai aku memberanikan diri bertanya. "Pak, kenapa mereka lihatin saya begitu? Apa saya gak pantes makan sama bapak?" Tanyaku heran. "Ohh!" Tangannya refleks langsung mengelap lipstikku yang belepotan dan rambutku yang acak-acakan seperti habis bermain beberapa ronde. Aku tertegun menatapnya. "Maaf, rambut ibu berantakan dan lipstiknya juga. Takutnya orang-orang mungkin mikir yang aneh-aneh..." Aku langsung mengeluarkan ponsel jadulku lalu berkaca melaui kamera. Kedua netraku langsung membulat sempurna. "Astagaa...bisa-bisanya, aku seceroboh ini..." gumamku sambil menunduk malu. "Pak, maaf ya, saya malu-maluin..." ucapku polos, dan pak komandan hanya mengangguk santai. Menikmati menu yang sudah terhidang di meja makan. Aromanya yang wangi membuat perut keroncongan. Aku pun menikmati dengan malu-malu menu yang hampir belum pernah aku makan seumur hidup. Aku gak sadar, jika tatapan mata pria di hadapanku lekat ke arahku untuk beberapa saat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN