Perjalanan kami lanjutkan, dan sialnya hujan deras melanda kota, sedangkan kami belum keluar dari kota karena memang mencari makanan yang enak. Hari sudah mulai gelap, sedangkan perjalanan menuju desa yang kami tinggali itu cukup jauh. Kalau berangkat tadi membutuhkan waktu tiga jam, sekarang hujan pasti lebih pikirku.
Brugh!
Sialnya, mobil tiba-tiba mati tengah jalan dan di hutan, membuat pak komandan itu memasang wajah pucat. "Waduh! Kenapa dengan mobil ini? Perasaan baik-baik saja deh...." Gumamya kembali mencoba menyalakan stop eungine mobil.
"Apa habis bensin, Pak?" Tanyaku lagi membuatnya menggeleng perlahan.
"Gak tahu juga. Bentar ya, Bu..." ucapnya lalu keluar mobil sambil membawa ponsel karena dia juga lupa mengembalikan senter mobil tadi malam. Aku hanya melihat dari dalam mobil. Pria muda itu sudah basah kuyub kehujanan malam itu.
"Pak! Masuk saja. Nanti kita nunggu orang lewat saja..." ajakku sambil memegangi tangannya karena aku melihat dia terlalu fokus dengan mesin mobil yang sudah terbuka kap mobil depan. Aku terpaksa turun karena memang gak enak.
"Tapi, bu..." ucapnya.
"Gak pa-pa, Pak. Kita tunggu orang lewat saja, ya?" Ucapku perlahan.
"Kalau lama gimana?" Tanyanya ragu.
"Biarin saja, Pak. Gak masalah...." Ucapku lagi dan menarik dia ke dalam mobil. Gara-gara ngajakin dia, akhirnya aku jadi kebasahan.
"Bener ya, bu? Saya ga tahu nih kenapa mobil tiba-tiba banget..." ucapnya lagi.
"Sudah biarin saja, Pak." Paksaku menarik ke dalam mobil karena bajunya sudha basah. Dan bajuku juga.
"Bu, maaf ya, baju ibu jadi basah..." tatapnya sambil menatap ke arah lekukan tvbuhku yang terlihat jelas dengan bagian depan menonjol sempurna.
"Kok bapak bahas baju saya. Baju bapak sudah basah kuyub malahan. Gimana dong? Nanti demam..." ucapku membuatnya tertawa.
"Emang ibu kira saya anak bayi, kena hujan dikit langsung demam?" Ucapnya sombong dan tak lama kemudian.
hatcimmm!
"Nah! Kan, udah bersin..." gertutuku seolah aku sedang berbicara dengan adekku sendiri.
"Hehe, kebetulan saja ini..." ucapnya dengan menelan ludah. "Duh! Mana sinyal juga mati gini, Bu...sial bener sih..." gerutunya.
"Hustt! Jangan bilang sial, Pak. Gak ada hari sial. Kita hanya sedang di suruh menikmati pemandangan hujan saja malam ini..." ucapku bijak membuatnya menatapku beberapa saat.
"Baju ibu basah banget ini, pakai deh selimut ini. Untng ada selimut di mobil..." ucapnya perlahan dan merasa bersyukur.
"Bapak aja yang pakai..." ucapku karena masih merasa badanku baik-baik saja, sedangkan wajah komandan suamiku sudah memucat dari cahaya lampu ponsel yang di jadkan senter.
"Saya mah aman. Dulu waktu pendidikan pernah kok di rendam malam hari, aman saja..." ucapnya sombong, sampai akhirnya dia kembali bersin-bersin. Dan wajahnya semakin memucat.
"Pak, bapak demam..." ucapku lagi menyentuh dahinya karena aku melihat badannya menggigil. "Pakai selimut ini, Pak...tapi..." aku menggantungkan kalimatku.
"Tapi, kenapa bu? Ibu saja pakai. Saya masih aman..." ucapnya sok tegar.
"Tapi, bapak kalau basah baju pakai selimut percuma. Leaps saja, pak. Bapak di belakang rebahan...sambil baju di jemur di belakang kan siapa tau kering..." ucapku lagi membuatnya menatapku tak percaya.